Dua Garis

73 10 0
                                    

Tepat 700 hari berlalu dan kita habiskan itu berdua. Tidak pernah satu hari pun rasa itu berkurang, yang ada selalu bertambah untuk kamu di setiap harinya, Liz.

Aku ingin jilbab ini jadi yang pertama kamu pakai saat kamu sudah berubah pikiran nanti. Dan hal itu menjadi jawaban dari doa-doaku selama ini. Eliza As-Syifa, sebuah nama yang tak pernah alpa dari doa di 12.625 sujud terakhirku. Iloveyou till jannah my yeobo, Insyaa Allah.

Eliza melipat surat yang ada dalam genggamannya diiringi dengan gelak tawa. Tawa itu seketika pecah saat dia teringat awal pertemuannya dengan Ariel. Lalu pertemuan setelahnya dan setelahnya sampai kesekian kalinya. Betapa seorang Ariel adalah pria galak di matanya saat itu sampai akhirnya Ariel datang kembali dengan versi baru dari dirinya. Eliza tertawa sampai perutnya sakit. Tanpa sadar ada embun yang keluar dari matanya dan semakin lama semakin deras. Eliza terharu dalam tangis. Dia tidak menyangka takdir membawanya berdiri tegak di titik ini bersama Ariel.

Eliza meraih jilbab biru di dalam kotak. Dia memakai jilbab itu dan tersenyum melihat rambutnya yang kini tertutup jilbab. Eliza segera mencari ponselnya di atas kasur untuk mengambil beberapa foto diri dan mengirimkannya ke Ariel.

"Pakai jilbab dari kamu, aku suka. Gomawo my nampyeon!" Eliza menekan keyboard kirim dengan wajah berseri.

Inikah harinya hati Eliza tergerak untuk mengenakan jilbab seperti apa yang Ariel harapkan? Tapi tampaknya belum. Eliza kembali melepas jilbabnya dan bergegas. Hari ini dia harus ke resto untuk mengambil beberapa data di sana lalu dibawanya pulang. Sejak kembali dari bandara tadi, Eliza merasa tidak enak badan jadi dia memilih untuk mengecek dan menyelesaikan tugasnya di rumah.

Eliza sudah siap dengan sweater cokelat yang dipadukan dengan rok denim dan sneakers. Dia berjalan ke arah dapur untuk minum sebelum berangkat ke resto seraya melingkarkan jilbab pasmina dari Ariel di lehernya. Eliza melewati masakan yang tersaji di meja makan. Dia yang memasaknya agar Ariel pergi tanpa perut kosong. Ada tempe goreng, ayam goreng, lalapan, dan sambal terasi sesuai keinginannya. Entah bagaimana kabar perutnya Ariel yang harus memakan sambal di pagi hari.

Tetiba Eliza mengendus bau dari sambal terasi yang menggangu penciuman hidungnya. Semakin lama semakin membuatnya mual dan pusing. Tak tahan lagi. Bau itu benar-benar membuat Eliza mual dan memuntahkan makanan yang ada di perutnya. Seketika Eliza langsung mengaitkan hal ini dengan pertanyaan ibu kemarin.

"Kamu lagi hamil, ya?"

Kata ibu, Eliza terlihat lebih gemuk dengan warna kulit yang sedikit berubah. Tak lama Eliza segera ke kamar mandi untuk membuktikan kebenarannya.

***

11 hari kemudian...

Jajaran restoran bahkan aroma udara kawasan Ansan berhasil membuat siapa saja menikmatinya. Suasana di sana ramai dengan beragam kultur.

Pagi itu kota Ansan cukup cerah dengan jalanan yang basah bekas hujan semalam. Eliza turun dari mobil. Dia berjalan ke arah restoran ibunya. Dia ingin menemui sang ibu untuk berpamitan menyusul Ariel ke Indonesia.

Eliza sengaja tidak bilang karena ia tahu ibunya sangat sibuk semenjak para food vloger dan influencer merekomendasikan restoran bakso milik ibunya.

"Katanya kemarin tidak ikut karena ingin bantu Ibu," ibu mencebik.

Eliza nyengir, "maaf."

"Tahu begitu ikut saja sama Ariel kemarin, jadi Ibu tidak cemas," rutuk ibu.

Belum sempat menanggapi ibunya, mata Eliza malah teralih ke topi hitam yang tergantung di dinding resto.

"Kok aku baru lihat ada topi di sana?" Eliza menunjuk seraya berjalan beberapa langkah untuk meraihnya.

"Kamu saja yang baru sadar, topi itu sengaja Ibu gantung di sana biar pemiliknya melihat dan mengambilnya kembali. Ibu menemukannya di depan pintu sehari setelah hari pernikahanmu dengan Ariel. Eh iya Ariel sudah berkabar? Kok selama 11 hari ini dia tidak memberi kabar ke Ibu?"

"Tidak tahu, sejak kirim foto di hari keberangkatannya, ponselku sengaja aku matikan, aku ingin buat kejutan untuk hadiah ulang tahunnya Bu. Aku sudah tidak sabar kasih tahu kabar bahagia ini ke Ariel. Serius dia tidak kasih kabar ke Ibu? Atau mungkin dia ingin mengabariku langsung?"

"Serius, ya mungkin seperti itu. Memang kamu mau kasih kejutan apa?" Tanya ibu penasaran.

"Aku kasih tahu Ibu nanti ya." Eliza mencium tangan ibunya.

Tanpa sadar Eliza membawa topi hitam itu ikut bersamanya. Kedua tangannya penuh dengan tas dan koper, akhirnya dia memakai topi hitam itu di kepalanya. Selama di perjalanan dia teringat akan seseorang yang memiliki topi serupa dengan ini. Sebenarnya topi itu adalah topi yang sama dengan yang dilihatnya hampir tujuh tahun lalu, tapi dia lupa.

Eliza mengalihkan pandangannya ke luar jendela pesawat yang mulai menembus awan, lalu dia terpejam.

Bersambung...

[REVISI] ARIELIZA (end)Where stories live. Discover now