Bab 24

10 13 0
                                    


Stay healthy everyone: )

"Kamu udah dapet temen baru kan?" tanya Omar setelah aku mengangkat panggilan darinya.

"Temen baru gimana maksudnya? Temen baru di jurusan?" tanyaku.

"Iya, kan kamu kemarin masuk komunitas ngajar karena mau nyari temen doang, sekarang udah punya temen kan?" jelasnya.

"Iya, kenapa?" tanyaku tidak paham arah pembicaraan kami.

"Yaa kalau udah dapet temen berarti kan gak perlu lagi ngajar di komunitas itu" jawab Omar dengan entengnya.

"Gimana mar? Maksud kamu pengen aku keluar dari komunitas?" tanyaku lagi.

"Iya, toh tujuan kamu udah berhasil kan"

"Kan tujuan aku bukan cuma itu, aku pengen dapet pengalaman juga disana" ujarku mencoba menahan emosi.

"Ya pengalaman kan bisa didapat dari mana aja Zel" jawab dengan entengnya.

"Kenapa kamu pengen aku keluar dari komunitas?" selidikku, curiga dia masih cemburu.

"Ya kamu pasti capek kan, banyak tugas udahan, tapi harus ngajar anak-anak jalanan juga" jawabnya lagi.

"Kamu bukannya masih cemburu kan?" tanyaku frontal.

"Ya enggaklah, mending kamu gunain waktu luangnya buat ngobrol sama aku di weekend kayak gini, kamu gak ada waktu buat aku loo"

"Maaf kalau aku terlalu sibuk, tapi aku gak bisa keluar dari komunitas"

"Kenapa? Kamu takut gak bisa ketemu sama ketuamu itu?" tanya Omar, suaranya meninggi.

"Omar, bukan gitu, aku gak capek kok" jawabku.

"Yakin bukan karena takut gak bisa ketemu lagi sama ketua kamu yang sialan itu" tanya Omar untuk kesekian kalinya, nadanya amat ketus.

"Bukannnn" ucapku tegas.

"Pokoknya kamu keluar aja dari komunitas itu" ujarnya lagi.

"Gak bisa Omar"

"Kalau gitu kita putus aja" ucap Omar dengan entengnya.

"Omar, jangan gitu dong, aku sayang banget sama kamu" ujarku putus asa.

"Buktiin kalau kamu sayang aku" ucapnya dan langsung mematikan sambungan telepon kami.

.......

Hari ini adalah hari Rabu, setelah memikirkan permintaan Omar berhari-hari, Omar juga tidak membalas chatku atau menjawab panggilan teleponku selama dua minggu "lagi".

Sampai memasuki minggu ketiga, ada sebuah notifikasi masuk, dari Omar yang berisi sebuah foto, aku melihat fotonya sembari menyantap makan siangku bersama teman-teman di kantin kampus. Betapa kagetnya aku ketika melihat foto yang dikirimkan Omar, terlihat jelas foto tersebut berisi lengan Omar yang berdarah.

Aku langsung bertanya apa yang terjadi dengan tangannya.

"Aku stress gara-gara kamu" jawabnya.

"Maksudnya? Kamu nyakitin diri kamu sendiri?"

"Iya" jawabnya singkat.

"Gila kamu Omar"

"Iya, gara-gara kamu" tulisnya.

Aku benar-benar tidak habis pikir dengannya, bagaimana bisa dia menyakiti dirinya sendiri seperti itu.

"Terus kamu sekarang dimana?" tanyaku.

"Rumah sakit" jawabnya.

"Ya Allah, sama siapa?" tanyaku panik, tapi dia tidak menjawab pertanyaanku, pesanku hanya dibaca olehnya, aku pun mencoba meneleponnya, tapi tidak ada jawaban, nihil.

Aku panik, teman-temanku bingung melihatku, aku tidak tahu harus bagaimana.

-------------
"Keluar dari komunitas kalau kamu gak mau denger kabar aku mati"

Malam harinya Omar mengirimiku pesan seperti itu, aku mencoba menghubunginya lagi.

"Kamu gak apa-apa kan?" tanyaku panik ketika akhirnya dia mengangkat teleponku.

"Kamu masih peduli sama aku?" tanyanya.

"Omar, aku sayang kamu, jangan ngomong kayak gitu!!"

"Buktikan, gak cuma ngomong doang" teriaknya, lalu mematikan sambungan telepon kami, cobaan macam apa ini?.

Because I'm StupidWhere stories live. Discover now