Stigma||13|

1.1K 113 14
                                    


Suara langkah kaki kian terdengar di depan pintu kamarku. Ada Kevin dengan cengiran khasnya kini tengah berdiri diantara celah pintu yang terbuka karena ulah nya.

"Levin..." panggilnya dengan semangat.

Ah, sepertinya dia tengah menginginkan sesuatu, terlihat dari intonasi bicaranya yang berbeda.
Merasa tidak ada respon berarti, Kevin perlahan mulai menghampiriku yang tengah memainkan gim di komputer.

"Adek... Levin~"

Diam. Hening.

"Leviin~"

"Apa?"

"Ayo jalan-jalan!" ajaknya semangat

"Moh"

"Ayolah Vin!"
"Males"

Bukannya menyerah dengan penolakan yang diterimanya, Kevin malah semakin gencar berusaha membujuk ku untuk menuruti kemauannya. Keras kepala memang, anak mama soalnya. Dan usahanya itu sangat menggangu ketentraman pasalnya bukan hanya lewat ucapan, kini tindakan menggoyangkan bahu ku pun dilakukannya. Tatapan bak anak anjing pun dia lancarkan.

"Ayolah!. Ayolah!~" satu kata yang sedang kulakukan sekarang. Pasrah. Membiarkan Kevin mengguncangkan bahuku yang kini rasanya semakin kencang seiring dia kesal.

"Izin, mama?"

Sudah dikata satu hal yang sering kulakukan dihadapan Kevin adalah pasrah. Entah sebenarnya siapa disini yang kakak. Rasanya terbalik. Namun sebelum mengiyakan kemauannya, harus dipastikan dahulu sang nyonya besar telah memberi izin atau tidak. Bisa di cincang halus ini bila membawa anak kesayangannya tanpa izin. Dahlah kaya orang penting aja. Ribet.

Kevin hanya nyengir sembari menggaruk tengkuknya yang sangat ku yakini bahwa sebenarnya tidak gatal sama sekali. Membuktikan bahwa dia belum mengantongi izin keluar oleh mama dan langsung kesini menyeretku keluar.

"Nanti izin ke mama deh. He he" tampil dosa ga sih.

"Sekarang atau ga keluar!"

Mendengar perkataanku, sontak Kevin segera berlari keluar dari kamarku mencari mama. Ngeri juga lihat dia berlari, sampai kejadian dia jatuh dan terluka. Ucapkan selamat tinggal pada nyawamu, Levin.

Tak berselang lama Kevin kembali muncul di hadapanku dengan nafas jum'at sabtu, minggu sudah tidak bernafas lagi. Ga lah canda. Intinya dia datang dengan nafas tersengal dan butir keringat segede butir jagung diwajahnya. Hiperbola sekali.

"Mama izinin Kevin sama Levin jalan-jalan doong" ungkapnya dengan intonasi serta ekspresi songong bercampur pamernya. Sungguh kekanakan sekali. Yang gini seorang kakak?.

"Dih"

Mendengar responku, Kevin mendengus kesal matanya bergulir malas kemudian memicing menatapku sinis. Saat melihatku menirukannya wajahnya berubah seperti ingin menangis.

"Levin~ kakak udah izin mama. Jalan-jalan ayo" rengek Kevin. Suaranya nyaris bergetar padahal aku masih ingin menjahilinya.

Beranjak mengambil jaket sebelum bendungan air mata Kevin jebol duluan.
"Ayo,kemana?"

"Jalan dulu"

"Terbang" gedeg juga lama-lama. Ditanya kemana malah disuruh jalan dulu tidak ada tahu kemana arah dan tujuannya, ke jurang kan bahaya.

"Ayo. Naik motor kamu ya Vin"

"Izin?" Kevin menjawab dengan gerak kepala mengiyakan.

"Masuk angin ga tanggung" ucapku seraya menggapai kunci motor di atas nakas. Menuruti kemauan tuan muda.

Setelah mendapat izin dan mendengarkan wejangan yang tak bertepi yang garis besarnya adalah menjaga sang tuan muda alias Kevin, kamipun akhirnya pergi.

Duduk diatas motor yang melaju perlahan menyusuri jalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Sesekali terdengar dari belakang, Kevin bersenandung pelan.

"Kemana jadinya?"

"Hem? Ga kedengeran Vin" budeg kali ya ini anak, depan belakang mana bawa motor juga pelan kaya semut jalan ga denger dia.

"Kemana. Jadinya?." ulang ku dengan penekanan di setiap katanya. Ya kali aja teriak, dilihatin orang lain kan malu.

"Terserah deh"

"Pulang"

"Ish jangan dong!" ku turunin juga ni bocah lama-lama. Diturutin malah ngelunjak, mana ga jelas pula. Gini amat punya kembaran.

Tepat didepan warung sate, perlahan motor ku tepikan. Dan itu mengundang pertanyaan dari Kevin.

"Kok berhenti?" jual saudara sendiri dosa ga sih?

"Makan. Laper."

Kevin tetep duduk diatas jok motorku dengan wajah menyebalkan nya.
"Ikut makan ga?"

Seketika matanya berbinar mendengar ucapan ku. Sontak segera bangkit dan mendekat.
"Mauuu~"

***

"Bang satenya dua ya. Yang satu pedes, satunya ga usah dikasih irisan bawang merah"

"Siap. Ditunggu ya mas"

Setelah selesai memesan, mencari dimana Kevin duduk. Kan kalau hilang bahaya.
Dan di meja pojok duduklah Kevin yang tengah memainkan tisu ditangannya, bocah sekali.

Tak berselang lama pesanan kami pun datang. Saat dengan tenang menyantap sate, terasa hawa tak menyenangkan dibelakang punggungku.

Tepukan bahu ku terima, untung saja tidak tersedak.
"Levin~, kamu disini juga? Ah kayaknya kita jodoh deh"

Nah kan, benar-benar hawa tidak enak sesungguhnya. Mimpi apa tadi siang hingga harus bertemu dengan manusia menyebalkan bernama Jane. Hari tenang ku kapan hadirmu.

"Oh Jane?!" sapa Kevin dengan senyum lebarnya.

"Hai Kevin, suka makan disini juga? Leviin kok diem aja siih?"

"Aku baru pertama makan disini sama Levin"

"Ikut duduk disini ya" Jane mendudukkan dirinya tepat di samping tempatku duduk.

"Duduk aja"

Sendok dan garpu yang sedari tadi berada Di genggaman ku taruh di meja dengan sedikit kasar, menimbulkan bunyi tak menyenangkan.

"Pulang!" ajak ku pada Kevin. Berdiri, sontak dua orang di dekat ku ikut berdiri.

"Loh kan belum habis Vin?!"
"Kok mau pulang sih Vin ~. Ayo duduk lagi!"

"Pulang sekarang atau ku tinggal?" ku langkahkan kaki meninggalkan mereka. Tak lupa membayar sate tadi. Persetan dengan Kevin yang belum keluar juga, namun tak lama setelah menyalakan motor, Kevin keluar dari warung sate.

Tidak adakah hari tenang untukku? Sehari saja itu tidak masalah, aku akan sangat bersyukur. Hari-hari ku pasti ada saja yang mengganggu, mengacaukan semua yang ingin ku lakukan.

**"*

Hai para penunggu cerita ini up.
Apa kabar? Baiklah ya, jangan sakit- sakit.
Masih menantikan cerita ini ga sih?

Maaf karena cerita ini menggantung selama beberapa bulan terakhir.
Jujur, aku ga dapat feel-nya.
Kena writer block juga.
So, sorry and thanks you udah membaca cerita ini. Sudah vote dan komen.

STIGMAWhere stories live. Discover now