Uncared

893 116 88
                                    

"Target terlihat memasuki apartemen."

"Terus pantau, jangan sampai lengah."

Hinata menutup pintu apartemen dengan kencang, badannya merosot, ia bersandar pada pintu dengan sebelah tangan disimpan di depan dada. Detak jantungnya kian menggila, ia takut terjadi hal yang buruk.

"Ya Tuhan, terimakasih telah menyelamatkanku."

Tadi ketika ia berjalan seorang diri dari halte, ia merasakan ada seseorang yang mengikuti langkahnya. Sekarang baru pukul 10 malam, namun suasana disepanjang jalan halte menuju apartemennya begitu sepi, jadi dengan jelas ia merasakan akan kehadiran seseorang di belakangnya. Menoleh ke belakang, namun tak ada seorang pun yang berada di sana seberapa sering pun ia menoleh.

"Apa hanya perasaanku saja ya!?" Hinata terus bermonolog seorang diri, berusaha mengenyahkan rasa takutnya. Jika dalam situasi seperti ini, ia hanya teringat akan seseorang yang selama ini menemani harinya, namun akhir-akhir ini mereka jarang bertemu.

Dengan tangan masih gemetar, Hinata mengambil ponselnya dari dalam sling bag miliknya. Ia masihlah terduduk di depan pintu. Mendial nomor kekasihnya, ia berharap kekasihnya tersebut mengangkat panggilan teleponnya. Setelah beberapa detik menunggu, akhirnya pria di seberang sana, mengangkat panggilan teleponnya.

"Hallo sayang." Mendengar suara kekasihnya, ia tersenyum senang, rasa takut yang sempat bersarang dihatinya kini menguap.

"Hallo.. Kau sedang apa?"

"Seperti biasa, masih mengecek dokumen. Kau sudah pulang sayang?"

"Aku baru saja sampai." Hinata ingin sekali membicarakan masalah ia yang seperti diikuti seseorang, namun setelah berpikir ulang ia mengurungkannya, ia tidak mau kekasihnya khawatir dan menambah beban pikiran kekasihnya. "Kau tidak merindukanku Naruto-kun?" Ucapnya dengan nada manja.

"Tentu saja aku merindukanmu. Kenapa bertanya begitu?"

"Kau bahkan tidak menemuiku selama dua minggu, aku kira kau tidak membutuhkanku lagi."

"Jangan bilang seperti itu, aku selalu merindukanmu sayang."

"Kalau begitu temui aku sekarang."

Suara hembusan napas berat di seberang sana membuat Hinata sudah paham betul apa yang akan di katakan kekasih pirangnya tersebut. 

"Pasti tidak bisa kan?!"

"Maaf... Kau tahu kan ...

"Ya ya ya aku sangat tahu jika perusahaan sedang dalam keadaan genting karena akan ada peralihan jabatan. Aku sangat mengerti." 

Lagi.. hembusan napas berat terdengar di ujung sana. Bukannya Hinata tidak mengerti keadaan kekasihnya itu, Hinata mengerti sekali jika kekasihnya itu super duper sibuk. Namun tak bisakah prianya itu merelakan satu atau dua jam waktunya hanya untuk bertemu dengannya? Hinata rasa Naruto hanya membual jika merindukannya.

"Sayang ... Ma ... Ucapan Naruto terpotong oleh Hinata.

"Ya sudah, aku mau tidur sudah malam." 

Bip

Hinata menutup sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Naruto, kekesalannya sudah berada di ubun-ubun.

Hinata beranjak dari duduknya, kini tidak ada ketakutan di dalam hatinya, yang ada hanya amarah yang bersarang. "Selalu saja sibuk dengan urusannya, apakah aku tidak berarti lagi untuknya?" Hinata membanting pintu kamarnya, ia bahkan melempar asal tasnya. Menghempaskan diri di atas ranjang, ia menatap ponselnya, "keh, bahkan dia tidak meneleponku kembali. Berengsek! Aku benci padamu!" Hinata melempar asal ponselnya di atas ranjang. Ia kesal, teramat kesal kepada kekasih pirangnya. Jadi lebih baik ia memejamkan mata memasuki alam mimpi daripada harus terus bergelut dengan kekesalan.

Oneshoot NaruhinaWhere stories live. Discover now