💌 Permintaan Tulus Irene

671 177 44
                                    

8.

PERMINTAAN TULUS IRENE


Jadi, apakah Irene Valencia dan El Vino Atmadja sudah resmi menjadi sepasang kekasih?

Tentu saja, setelah rayuan maut Irene seminggu lalu, hubungan mereka ya... benar sekali! Masih stuck di tempat. Rayuan itu hanya diakhiri tawa konyol keduanya. Tak betul-betul diseriusi.

"Vi, mau tanya. Kok lo bisa suka sama Feli?" tanya Irene tiba-tiba, bikin Vino terlonjak.

Mereka sedang menghuni sebuah kelas kosong. Vino sedang menemani Irene mengerjakan file powerpoint presentasi untuk besok pagi. Rencananya, mereka mau jalan sampai malam, mau tak mau Irene harus menyelesaikannya sore ini juga.

"Gak tahu. Gue juga bingung," Vino mengedikkan bahu, "Gara-gara lo tanya begitu, gue jadi mikir. Kenapa, ya?"

Irene menunggu Vino yang lagi tertegun, tengah mencari jawaban atas tanda tanyanya.

Mata Vino menyipit, "Dulu gue ospek ikut angkatan kalian, jadi gak ada satupun yang gue kenal. Terus tiba-tiba Feli ajak gue kenalan. Semenjak itu, gue jadi sering memperhatikan dia, terus gak tahu sejak kapan dan karena apa... tiba-tiba gue udah suka aja sama dia. Mungkin karena sifat peka, supel, dan ramahnya?" jelas Vino sejujurnya. "Lo sendiri gimana?"

Irene yang masih mencerna cerita Vino sontak melongo, "Hah? Gimana apanya?"

"Udah berapa banyak laki-laki yang lo gombalin?" tanya Vino telak, membuat Irene menyengir lebar.

"Experience is the best teacher, Vi," katanya bangga.

Sedangkan Vino mendengus, "Gak heran lo pintar merayu."

Tiba-tiba sebuah pemikiran terbersit di otak Irene, ia terdiam sejenak. Jangan-jangan Vino tak kunjung membalas perasaannya karena ia terlalu sering bercanda dan main-main? Wah, sepertinya ia harus main lebih cantik—eh, tunggu dulu!

Apa katanya tadi? Tak kunjung membalas perasaannya... astaga! Sekarang semuanya sudah jelas. Ia benar-benar sudah berpindah hati. Siapa Zayn Aviera? Kini yang memenuhi hati, pikiran, dan hari-harinya hanyalah El Vino Atmadja.

Si cowok macam anggota gangster yang dulu ogah ia sukai.

Irene sungguh meratapi fakta bahwa ia seorang penjilat ludah sendiri yang ulung dan sejati.

"Jangan bicara tentang masa lalu gue, deh. Kelam banget. Bisa-bisa mood gue hancur. Kalau ntar gue bete, lo juga yang bakalan ribet, Vi," pinta Irene, setelah mengulang kembali memorinya bersama Raynald Wijaya.

"Memangnya ada apa?"

"Ada lah," Irene mengibaskan tangan, "Menyedihkan pokoknya."

Vino mengangguk-angguk kemudian menceletuk, "Tapi, gue mau memastikan satu hal. Pasti isi kontak lo asrama cowok, kan?" tebaknya.

Irene meneguk ludah, "Jujur... dulu iya. Hehehe..." akunya.

"Soalnya, gue tipe koleksi dulu baru seleksi," Cengiran Irene kian lebar, "Tapi, sekarang udah gak lagi, kok. Serius, deh. Gak bohong. Soalnya yang lulus seleksi cuma lo, Vi."

"Kan, mulai lagi, kan..." Vino menggelengkan kepala pasrah untuk yang kesekian kalinya—tak mampu dihitungnya lagi.

"Ih, tapi gue serius, Vino," ujar Irene. "Gue memang suka bercanda. Tapi, rasa suka gue ke lo gak pernah bercanda."

"Iya, Rene, iya," jawab Vino, mengusap wajahnya frustasi.

Irene tertawa menyaksikan reaksi menggemaskan itu. Ia menutup laptop, kemudian merenggangkan tubuh, "Akhirnya selesai juga. Tugas gue sekarang tinggal satu," Ia menyentuh dada Vino dengan ujung telunjuknya, "Mencari tahu kata kunci hati lo, biar gue bisa masuk dan tinggal di dalam sana," katanya, seraya tersenyum manis.

GARA-GARA SENADA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang