5 - Kematian Misterius

1.5K 177 3
                                    

Leo begitu terkejut dengan kabar mendadak itu, ia semula tidak percaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Leo begitu terkejut dengan kabar mendadak itu, ia semula tidak percaya. Ia berharap pesan itu salah kirim. Layar handphone terus ia usap-usap ke bawah, melihat berbagai notifikasi yang masuk. Tapi ia pun sadar, yang memberinya kabar adalah salah satu kerabat yang ia percaya.

Leo berjalan cepat ke luar kamar, dirinya tidak tenang. Wajahnya cemas dan nafasnya tak teratur, jari-jarinya yang gemetar terus bergantian menyentuh layar handphone. Sampai akhirnya ia menyandarkan dirinya di sofa yang penuh debu dan sarang laba-laba. Ia coba menelepon salah satu kerabat yang bisa ia percaya.

Satu menit handphone itu ia tempelkan di telinga, belum ada jawaban. Dengan harap-harap cemas, ia menunggu seseorang mengangkat teleponya. Siapa saja, sehingga ia bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah kegelisahannya, seseorang mengangkat teleponnya. Terdengar suara dari seberang sana.

“Halo? Nanda?” tanya Leo.

“Leo?” sapa seseorang dari dalam telepon.

“Nan, kenapa, Nan? Raffa kenapa?” tanya Leo panik.

Laki-laki bernama Nanda itu tidak menjawab, dirinya diam beberapa detik setelah Leo bertanya. “Dari mana aja lo, Leo?” Nanda justru bertanya balik. “Anakmu meninggal, Raffa meninggal,” ucapnya memberitahu.

Mendengar itu, Leo shock bukan main. Badannya semakin gemetar, matanya berkaca-kaca. Nafasnya terengah-engah. Ia cengkeram handphone itu kuat-kuat. “Jangan bercanda kamu. Jangan main-main,” kata Leo.

Terdengar helaan nafas dari Nanda. “Lo selama ini kemana aja? Gue di sini sama temen-temen sibuk urus pemakaman anak lo. Sedangkan lo entah berada di mana, dan sekarang gue kasih tau lo kenyataannya, lo justru bilang gue bercanda? Lo yang kayanya bercanda!” kata Nanda sedikit kesal dalam telepon itu.

Leo tidak bisa bicara lagi. Ia yakin sebelum pergi meninggalkan kota, sang anak masih dalam keadaan sehat wal afiat. Selama ini ia berikan yang terbaik untuk anaknya. Vitamin dan makanan bergizi, hanya agar sang anak bisa tumbuh dengan sehat. Tak sedikit pun ia menyangka kalau anaknya semata wayangnya harus meninggal mendadak.

Dalam diamnya, tiba-tiba suara Nanda membuatnya tersadar. “Sekarang lo mau gimana?” tanya Nanda. “Lo liat pesan-pesan di telepon lo?” tambahnya.

“Iya, Nan. Pesan-pesan gue isinya ucapan duka cita,” jawab Leo dengan suara bergetar akibat menahan tangis.

“Gue jemput lo sekarang juga, lo di rumah, kan?” tanya Nanda.

“Iya,” jawab Leo singkat.

Setelah itu Nanda mematikan teleponnya. Leo yang sudah lemas lalu melepas telepon dari telinganya. Lalu ia taruh handphone-nya begitu saja di atas sofa. Ia tatap langit-langit, matanya kosong, wajahnya tanpa ekspresi. Tapi bulir-bulir air mata siap jatuh membasahi pipinya. Pikirannya mulai tak karuan. Selama ini, sang anak memang diasuh oleh ibunya. Ia jarang sekali bertemu dengan anaknya karena sang mertua yang selalu mempersulit setiap kali ia mau bertemu. Kini tiba-tiba saja, ia mendengar kabar yang memilukan.

Jerat Maut Perjanjian Setan (TAMAT) Where stories live. Discover now