13. DEVANO - MASALAH LAGI?

1.9K 59 2
                                    

Devano duduk dengan raut wajah yang menggambarkan kelelahan, ia menghela nafas panjang. Seharian ini Devano tidak mempunyai waktu untuk beristirahat, waktunya habis untuk belajar dan menemani Eliza di rumah sakit.

Gadis yang kini masih berada di atas brankar, walaupun kondisinya sudah sedikit membaik. Aluna juga tidak ada mengirimkan pesan untuknya. Sehabis ini Devano akan mengajak gadis itu untuk menghabiskan waktu bersama, sebagai permintaan maaf darinya karena telah membiarkan Aluna pulang sendiri.

"Devano, jangan belajar dulu. Lo butuh istirahat, lo pasti capek banget jagain gue," ucap Eliza, yang membuyarkan lamunan Devano.

Cowok itu menoleh, lalu tersenyum tipis. "Gapapa. Jangan perduliin gue dulu, fokus sama kesehatan lo aja dulu."

"Lo juga penting! Gue nggak mau lo sakit, di sini nggak enak. Gue nggak suka." Eliza menatap Devano dengan memelas.

"Di sini sepi, bau obat-obatan. Gue mual, gue nggak suka bau obat, Dev. Gue pengen pulang."

Devano menggeleng. "Kondisi lo aja belum stabil, jadi belum dibolehin pulang sama, dokter." Ia mengusap tangan Eliza. "Dan lo juga nggak sendirian, gue di sini jagain lo."

"Makasih ya, Dev. Gue gatau lagi, kalo nggak ada lo mungkin gue bisa jadi udah nggak ad---"

Devano meletakan jari telunjuknya di depan bibir Eliza, membuat gadis itu refleks terdiam. Devano menggeleng sebagai isyarat, jika Eliza tidak boleh melanjutkan ucapannya.

"Jangan ngomong gitu, gue gasuka."

"Maaf."

Devano mengangguk. "Gapapa, lain kali jangan gitu lagi. Lo sahabat gue, jadi gausah ngerasa sendirian."

Dalam diam, Eliza tersenyum miris. Kata sahabat, begitu terngiang diotak Eliza, kata itu begitu menyakitkan. Devano hanya menganggapnya bak seorang sahabat, tidak lebih. Tapi kenapa Eliza begitu berharap?

Bahkan dirinya tidak bisa untuk menggantikan posisi Aluna didalam hati, Devano. Dirinya hanya seorang sahabat, seharusnya ia sadar, bukan malah ber-ekspetasi lebih terhadap Devano.

"Kenapa?" tanya Devano, ketika melihat Eliza hanya termenung.

Eliza menggeleng pelan, berusaha memaksakan bibirnya untuk tersenyum, walaupun dirinya kini terasa ingin menangis.

"Gapapa, makasih ya udah mau jadi sahabat gue." Dengan sedikit kaku, Eliza mengucapkan Kalimantnya.

"Sama-sama."

____________

Aluna meremat dada-nya yang terasa begitu sesak. Matanya memanas, ia akan menumpahkan kembali cairan bening itu, Aluna begitu cengeng. Mengelap air matanya, namun air mata itu terus saja meluncur, tanpa bisa Aluna tahan.

Bibirnya bergetar, menahan isakan yang seakan-akan ingin menerobos keluar. Dari jendela kecil, terletak ditengah pintu, Aluna kini sudah bisa menyaksikan bagaimana bahagianya seorang Devano, bersama sahabatnya, ya, mereka sahabat. Jika Aluna tetap menerobos mungkin mereka akan awkward.


Ia mengusap air matanya yang keluar secara perlahan dengan kasar. Gadis itu menghembuskan nafas kasar.

DEVANOWhere stories live. Discover now