Chapter 16

187 28 1
                                    

Mimpi Buruk

***

Satu minggu berlalu.

Sudah selama itu juga aku sendirian. Selama itu juga aku melakukan pekerjaan yang belum pernah aku pikirkan untuk mengerjakannya. Aku mengambil waktu untuk beristirahat setelah pekerjaan selesai.

"Paduka, laporan untuk hari ini," ucap Patih Madu. Tangannya mengulurkan sebuah kertas.

Aku menerimanya dan bergegas membacanya. Aku menggerakkan bola mataku sesuai dengan kata yang kubaca dalam hati. Memperhatikan detail tiap kata yang tertulis di atasnya.

Kesimpulannya, hari ini sedikit aman. Laporan dari bidang perdagangan, suplai rempah-rempah terhadap Kerajaan Cina sementara dihentikan karena permasalahan pajak yang sudah diberitakan sebelumnya. Utusan dari Cina akan ke Majapahit untuk membicarakan ini.

Laporan dari bidang keamanan, perbatasan kerajaan masih kondusif karena kerajaan mana pun tidak ada yang menyerang kerajaan ini.

Laporan dari bidang perekonomian, harga barang-barang dari Kerajaan Cina melonjak naik karena stok yang mulai menipis dan penghentian pemasokan.

"Syukurlah utusan dari Cina akan kemari untuk membicarakannya. Kau menyampaikan suratku, kan?" tanyaku pada Patih Madu.

Ia mengangguk. "Ya, Paduka. Sesuai dengan arahan Anda."

"Mereka pasti menganggapku remeh, sama seperti pandangan para bangsawan."

"Paduka telah melakukan yang terbaik."

Aku tersenyum. "Terima kasih laporan dan pujiannya. Silakan kembali bekerja. Aku akan memantau pelabuhan dulu."

"Apa perlu saya kawal?"

"Tidak perlu. Kau kerjakan saja pekerjaanmu."

Patih Madu menunduk kemudian berpamitan keluar ruangan.

***

Di sisi lain.

Para bangsawan pengikut Mahapatih Gajah Mada berkumpul di salah satu rumah mereka. Rencananya, mereka akan mengusulkan petisi agar Mahapatih dikeluarkan dari penjara.

"Aku sangat kesal melihat wanita itu yang menjadi permaisuri."

"Aku mendukung penuh Putri Prameswari untuk jadi permaisuri."

"Ya, mari kita buat gadis itu menyerah."

"Bunuh saja sekalian. Seharusnya Mahapatih membunuhnya saja saat di Bubat."

"Baginda juga tidak mengabulkan perkataan kami."

"Ayo, kita rencanakan sesuatu."

***

Pelabuhan.

Tempat yang belum pernah aku kunjungi selama aku tinggal di sini. Perahu-perahu besar itu mengangkut hasil produksi dari kerajaan ini menuju negara-negara terdekat. Sebagai pengimpor rempah-rempat terbanyak, terbaik, dan dengan harga murah, siapa yang tidak tertarik? Semuanya pasti ingin. Sangat menguntungkan bukan?

"Oh, Permaisuri!"

Melihat kedatanganku, para pekerja itu menyambutku dengan senang. Aku membalas sapaan mereka tak kalah senangnya. Setidaknya, aku berusaha membuat imej baik di hadapan rakyat.

"Bagaimana pekerjaan kalian hari ini?" tanyaku pada para pekerja.

"Kami masih mengangkut beberapa kotak kayu besar lagi untuk dikirim ke Cina."

Change The History [Revision] ✅Where stories live. Discover now