13

289 39 4
                                    

Malam hari. Eren baru saja keluar dari kamar mandi. Lampu kamar sudah dipadamkan dan tersisa lampu tidur. Di sisi ranjang, Levi sedang mengecek ponselnya.

Perlahan, Eren mendekati Levi. Naik ke ranjang dan berhenti di belakang omega mungil itu, Eren memeluknya. Hidung Eren menghirup aroma tubuh Levi yang bercampur wangi lemon dari sabun yang ia gunakan. Levi memiringkan kepalanya, memberikan Eren akses lebih.

"Eren, rambutmu masih agak basah rupanya." Levi tersenyum. Lehernya sedikit basah karena rambut Eren.

"Aku masih takut di kamar mandi itu sendirian, Levi." Eren dan segala kemewahannya. Dari dulu memang Eren selalu memiliki kamar mandi dalam kamar yang luas. Tidak heran Eren sedikit ketakutan jika ada di kamar mandi yang masih terasa asing baginya, apalagi jika sudah malam dan kamar mandi tersebut kecil.

"Maaf, Eren." Levi menoleh. Pipi Eren dikecup lembut.

Eren mengangguk kecil. Ia melirik ponsel Levi yang sedang memperlihatkan resep tiramisu dengan teh hitam sebagai ganti kopinya. Levi suka tiramisu dan teh hitam.

"Ponselku, ambilkan!" Eren menunjuk nakas yang ada di samping kasur. Levi mengambil ponsel tersebut dan menyerahkannya pada Eren. "Terima kasih."

Untuk sesaat mereka kembali larut dalam ponsel masing-masing. Eren masih tetap bersandar di bahu Levi. Tiba-tiba ponsel Eren bergetar. Sebuah pesan masuk dari ayahnya.

"Apa itu?" Levi menoleh.

"Ayah, mereka menangkap pelakunya."

"Cepat sekali." Levi merampas ponsel Eren dan membaca pesannya. "Bahkan ayah bilang kau terlalu berlebihan mengkhawatirkanku." Levi terkekeh.

"Aku tidak ingin ada siapapun yang macam-macam dengan kekasih cantikku ini."

"Aku tidak merasa cantik."

"Kau itu cantik." Eren menduselkan wajahnya pada wajah Levi.

"Iya, iyaa." Levi hanya mengalah. Kalau Eren yang bilang, Levi percaya. "Lalu? Kita pulang? Aku masih rindu ibu." Levi memberikan tatapan minta dikasihani.

"Apapun untukmu, Sayang. Apapun." Eren mengecup bibir Levi. "Tentu saja kau bisa tetap di sini. Aku juga akan menemanimu. Kita bahas ini besok dengan ibu dan mama, ya?" Levi mengangguk cepat.

Eren beranjak sedikit lalu mematikan lampu tidur yang terpasang di dekat nakas. Ponselnya dan ponsel Levi diambil lalu diletakkan di atas nakas. Eren kembali memeluk Levi dan perlahan merebahkan tubuh mereka. Satu lengan Eren untuk bantal keduanya sementara tangan yang lain mengelus perut Levi.

"Ada apa, Eren?" Levi menyadari gerakan tangan Eren pada perutnya sedikit berbeda.

"Tidak ada." Senyum Eren mengembang. "Suatu saat nanti, akan ada makhluk dari dalam sini." Eren kembali mengelus perutnya.

"Oh..." Levi ikut tersenyum. "Iya, suatu saat nanti."

"Aku ingin sekali punya anak darimu, Levi. Anak kita."

"Aku juga. Rasanya pasti menyenangkan ada diri kita versi kecil di rumah."

Eren semakin bersemangat. Diri mereka dalam bentuk yang lebih kecil, berlarian di penthouse, tertawa, menangis saat malam hari, semua itu membuat Eren bahagia bahkan hanya dengan membayangkannya.

"Segera." Eren nengecup leher Levi. "Ayo sekarang kita tidur."

"Uhum."

Levi memejamkan matanya. Eren masih mengelus perut Levi. Demi apapun, Eren sangat mencintai Levi dan sisi alphanya telah membuktikan. Sebelum ada sesuatu yang menimpa Levi, Eren akan selalu bersedia menjadi tamengnya.

Together By AccidentWhere stories live. Discover now