SHAUN 15

3.2K 358 15
                                    

Shaun comeback, seneng gak?


Setelah Shaun meminta makan setelah sadar dari pingsannya. Siv tersenyum melihat anaknya yang lahap memakan buburnya. Walaupun sedang sakit, Shaun masih mau makan. Walau setelah makan Shaun akan memuntahkan nya lagi, yang penting perut kecil itu tak boleh kosong.

Siv yang gemas melihat bagaimana anaknya makan. Tak segan-segan untuk mencuil pipi chubby Shaun. Ayolah, siapapun yang melihat Shaun saat ini, pasti akan melakukan hal yang sama seperti apa yang Siv lakukan.

"Papa udah," tolak Shaun saat Siv akan menyuapinya lagi.

"Udah kenyang?"

"Huum, tapi mau susu."

"Yaudah, grandma bikinin dulu ya. Shaun anteng disini sama papa." ucap Ani yang sedari tadi berada dikamar itu.

"Okey glenma, jangan lama-lama ya."

Sekarang hanya tinggal anak dan ayah yang berada di ruangan ini. Siv dengan setia mengelus rambut Shaun dengan sayang. Membuat anak itu memejamkan mata menikmati kasih sayang sang ayah.

"Tadi pas sakit, kenapa gak bilang sama papa?" tanya Shaun pelan.

Shaun membuka matanya dan menoleh kearah Siv.

"Tadi pas papa sama Shaun enggak sakit, tapi waktu papa pelgi kedapul. Sakitnya dateng lagi, Shaun gak bisa napas. Mau panggil papa aja gak bisa, habis itu Shaun gak tau lagi."

"Nanti kalau sakit lagi, bilang sama papa ya."

"Iya papa bawel."

"Kamu ngatain papa?"

"Enggak ngatain, cuma ngejek papa aja."

"Sama aja jupri."

"Papa celewet banget ih, Shaun sebel!"

Tak lama pintu terbuka menampilkan sang nenek yang membawa segelas susu untuk Shaun. Dengan telaten Siv membantu anaknya meminum susu menggunakan sedotan. Siv membaringkan kembali tubuh sang anak dengan benar.

Siv heran, sakit atau tidak Shaun tetap ngegas. Tapi bukannya terlihat seram, Shaun malah terlihat menggemaskan. Ah, Siv gregetan sekali ingin mencubit bibi gembul anaknya ini.

"Shaun umur berapa sekarang?"

"Sepuluh?"

Siv terkekeh mendengarnya, kemudian menggeleng sembari tersenyum.

"Eh, bukannya sebentar lagi ulang tahun?" tanya Siv memastikan.

"Shaun gak inget papa."

"Shaun gak inget? sama ulang tahun sendiri kok gak inget?"

"Hehe."

Tawa menggemaskan itu keluar begitu saja. Entah mengapa, Siv merasa anaknya semakin terlihat lucu. Sebenarnya Shaun memang selalu lucu, namun itu tertutup oleh sifat setannya eh maksudnya nakalnya.

Berhubung saat ini Shaun sedang berada dalam mode sick. Jadi anak itu sedang tak mampu untuk merusuh. Jangankan merusuh, berjalan saja pasti oleng. Papa Siv bisa menjamin itu.

"Papa, pusing." ucapnya mengadu.

Mata anak itu berkaca-kaca, dengan wajah yang memerah karena demam. Tapi raut kesakitan begitu jelas. Tangan kecilnya memegang kepala yang terasa pening.

"Pusing?"

"Iya, pusing tapi mau main kelual."

"Keluar kemana, katanya pusing."

"Iya, tapi mau kelual. Mau main ditaman," gumamnya pelan.

Siv menghela napas. Ayah dari Shaun itu merebahkan tubuhnya disamping Shaun. Berniat untuk membuat Shaun tertidur kembali.

"Kalau Shaun mau bobok, nanti papa ajak keluar." Shaun mengangguk semangat.

"Huum, Shaun mau bobok. Bial nanti papa ajak Shaun kelual, Shaun bosan. Tapi kalau papa bohong, Allah marah loh."

"Astaghfirullah, enggak Shaun. Papa gak bohong."

Akhirnya setelah berceloteh panjang lebar. Akhirnya Shaun sudah terlelap kembali. Menyisakan hembusan nafas yang sedikit berat walaupun di hidungnya terpasang selang oksigen yang membantunya bernafas dengan benar.

"Kasian anak papa, pasti sakit banget ya nak. Tetap berjuang ya, jangan tinggalin papa sendirian."

Begitu besar rasa sayang Siv pada Shaun. Tak ada yang bisa menjabarkan rasa sayang itu. Shaun adalah permata nya, Shaun adalah berliannya. Shaun adalah harta yang paling berharga. Dan Shaun adalah satu-satunya yang paling Siv miliki didunia ini.

Karna sejatinya, sang istri sudah berpulang kedalam pangkuannya. Menyusul kekasih yang dulu meninggalkan dia disaat masa SMA-nya. Meninggalkan luka yang terobati oleh kedatangan Siv.

Mungkin, mereka sudah dipertemukan bersama.

Siv hanya berharap. Anaknya bisa bersama dengannya sampai menua. Ia berharap, bisa melihat anaknya bahagia dan membangun keluarga yang samawa. Tapi yang paling Siv harapkan sekarang, adalah kesembuhan Shaun-nya.

Lamunannya terhenti disaat Shaun terisak memanggil ibunya. Sebesar itukah rasa rindu anaknya. Walau tak pernah bertemu dengan sosok ibu, Siv percaya bahwa Shaun sangat rindu dengan mamanya. Bagaimanapun Shaun hanyalah anak kecil yang menginginkan kedua orang tuanya selalu ada untuknya.

Walaupun anak itu tak pernah menanyakan sosok mama. Namun Siv sering melihat anaknya menangis saat melihat anak lain yang bermain bersama ibunya. Disaat seperti itu, Siv bisa melihat kesedihan dimata putranya.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Seorang pria paruh baya masuk dari arah pintu. Siv yang sedang berbaring disamping anaknya lantas menoleh. Ternyata itu adalah tetangganya.

"Eh om Gaven, tumben kesini om?"

"Om lagi kangen sama si cadel, tapi pas kesini anaknya katanya sakit. Duh kasian banget, Siv kenapa Shaun dipakein oksigen?" ucapnya sambil menghampiri ranjang Shaun.

"Tadi ngeluh sesak napas om, makanya dokter pasangin oksigen. Eh tapi udah aku ganti itu, tadinya dipasang masker oksigen."

Pria tua itu terdiam, memandangi anak kecil didepannya ini. Mirip sesorang yang sangat berarti bagi-Nya. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja, menyisakan tanda tanya besar dibenak Siv. Mengapa pria di samping Shaun itu menangis.

"Om, kenapa nangis?"

"Om cuma keinget aja sama anak om yang udah meninggal."

"Nama anak om siapa emang?"

"Nanti kamu pasti tahu, makanya sering-sering mampir kerumah om."

"Aku sering kerumah om, nganter Shaun yang mau main sama Sean. Tapi om aja yang selalu gak ada dirumah."

Keduanya larut dalam pembicaraan, menemani sikecil yang masih terlelap. Mengabaikan suara tawa dan bising karena obrolan keduannya. Namun pembicaraan mereka terhenti karena pergerakan yang memegang baju Siv.

"Papah, tadi ada kakak yang datang ke mimpi aku."

"Eh, udah bangun. Kakak siapa yang dateng emang?"

"Gak tau, tapi kakak itu berdiri disamping mama."

"Pa, tau gak. Kakak itu, mukanya mirip aku loh. Kelen gak, mereka juga bilang mau ajak Shaun."

Ekspresi kedua orang yang lebih tua seketika berubah. Entah apa yang keduanya pikirkan karena ucapan Shaun. Ada perasaan takut yang menghantui Siv. Tanpa aba-aba dia langsung memeluk anaknya sangat erat, memastikan Shaun tak akan hilang dari pandangan nya.

"Jangan bercanda Shaun, papa gak suka."
















Gak sabar minggu depan deh😢
Selalu tunggu Shaun ya😇

SHAUN Donde viven las historias. Descúbrelo ahora