Bab 42

722 169 29
                                    

JiAh bagai tertampar oleh anak dan suaminya. Bagaimana bisa kedua pria ini seolah kompak mempermalukannya di depan Jaejoong. Ia hanya bisa mengumbar senyum tipis, malu rasanya karena ia seolah dimusuhi oleh keluarganya sendiri hanya membela Soojin. Apakah ia harus mendukung hubungan anaknya dengan wanita ini. Namun, jika tidak maka ia bagaikan berdiri dikubu berseberangan dan sendirian. Entah, JiAh tidak tahu. Ia akan menilai Jaejoong nanti dan memutuskan apakah Jaejoong benar-benar baik masuk ke dalam keluarganya.

"Mama akan ke dapur, apakah semua makanan sudah disiapkan dengan baik," JiAh tidak mau meneruskan perbincangan ini, ia segera berdiri dan bergegas masuk ke dalam mansion.

"Jangan bersedih, Mama mertuamu memang seperti itu, dia hanya terlalu terpaku pada mantan kekasih Yunho," ujar Woosung dan tersenyum, berharap Jaejoong tidak tersinggung dengan ucapan JiAh, meski itu mustahil sekali.

Mengumbar senyum, Jaejoong mengangguk singkat. Ia bisa berkata tidak apa-apa, namun tentu ia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya tadi. Ia begitu sangat malu dan tidak berani menatap JiAh. Ibu mertuanya memang sangat menginginkan Soojin menjadi menantu, untungnya Yunho selalu membelanya, walau sejujurnya ia pun tidak merasa nyaman di bela oleh suaminya. Bisa jadi pandangan JiAh padanya bukan semakin baik malah sebaiknya.

Ya, kadang kala ada mertua yang cemburu kepada istri anaknya. Dan ia tidak mau jika mertuanya menjadi begitu, karena pembelaan Yunho.

"Tidak, Ayah. Aku bisa mengerti, Mama mertua mungkin masih kecewa dengan hubungan Oppa dan Soojin eunni yang kandas. Tapi bagiku itu sudah berlalu, lambat laun Mama pasti akan menyadari hal itu " sahut Jaejoong dan tersenyum lebar.

"Kau memang sangat pengertian Jaejoongie," Woosung memuji menantunya, Jaejoong pandai sekali membuat suasana yang serba tidak nyaman menjadi mencair.

———

Selesai makan bersama keluarga Yunho, Jaejoong diajak Yunho berkeliling mansion. Jujur, mansion terlalu besar. Banyam ruangan yang menurut Jaejoong pemborosan. Entah, apa karena ia yang tidak biasa dengan rumah orang kaya, tapi sungguh bagian bawah saja terlalu besar dan bagian atas sama besar. Hanya saja di atas adalah kamar dan ruangan-ruangan pribadi yang dimiliki tiap anggota keluarga. Yunho ternyata memiliki seorang adik yang saat ini belajar di luar negeri. Ia juga di ajak ke kamar Yunho di mansion dan luar biasa besar dibanding apartemen.

"Ayah mengatakan bahwa mansion akan diwariskan kepadaku," ujar Yunho seraya melangkah mendekat kepada Jaejoong, saat ini mereka sedang di area taman mansion. Beberapa puluh meter dari bangunan mansion.

"Tapi ini terlalu besar, aku tidak terlalu suka tinggal di rumah besar seperti ini," sahut Jaejoong dan menoleh sekilas kepada Yunho.

Terkekeh, Yunho setuju dengan pendapat Jaejoong. Mansion terlalu besar untuk ditempati berdua, meski banyak asisten rumah tangga. "Ya, tapi kita tidak bisa membiarkan mansion terbengkalai, lagi pula kita akan memiliki anak dan pasti akan lebih ramai."

"Uungh kau benar, tapi akan lebih baik jika kita tetap di apartemen saja," Jaejoong tertawa dan sejurus kemudian ia melihat sebuah bangunan sekitar seratus meter dari taman dan kebun yang ada. "Apa itu? Gudang?"

Yunho memperhatikan, kemudian menggeleng, "Bukan, itu paviliun, Ayah membangunnya untuk kerabat kami."

Ah, Jaejoong kira itu adalah gudang, ia berbalik dan dengan manja langsung memeluk Yunho, "Sepertinya itu tidak terlalu besar, aku ingin tinggal di rumah seperti itu saja."

"Apa kau ingin mengatakan bahwa kau ingin paviliun itu?" tanya Yunho seraya memeluk pinggang ramping Jaejoong.

"Tidak, Hon. Itu kan sudah ada yang menghuninya, maksudku—"

"Tidak ada yang menghuninya selain asisten rumah tangga yang ditugaskan di sana. Paviliun itu kosong, kerabat yang dibangunkan paviliun menolak untuk tinggal di sana jadi itu tidak ada yang menempatinya," Yunho menyela, ia kemudian menatap lekat Jaejoong dan mencium bibirnya dengan gemas.

Jaejoong mendorong tubuh Yunho dan terkekeh, "Jangan dulu, nanti Mama mertua lihat, dia masih belum bisa menerimaku."

"Dia tidak bisa mengubah bahwa aku sudah menikah denganmu," Yunho mengecup rahang Jaejoong dan wanita itu tersenyum dengan penuh goda dalam pandangan Yunho. "Kau menggodaku? Apa kita harus kembali ke apartemen sekarang?"

"Aku suka apartemenmu, Hon. Cantik dengan permandangan sungai Han," ucap Jaejoong dan ia bergelayut manja di lengan kokoh Yunho.

"Ayo kembali, kita akan melihat permandangan sungai Han sembari kau mendesahkan namaku, bagaimana?"

Tertawa, Jaejoong memukul pelan bahu Yunho. Pria itu sudah mulai berani berkata kotor sekarang, berbeda ketika mereka berkencan. "Kau mulai lagi."

"Ah iya Darl. Kau tahu tidak bahwa kau memiliki mole di dekat pantat sekalmu itu, aku melihatnya dan itu—"

"Jung Yunho, kau bisa diam tidak!" Jaejoong malu sekali, mengapa mulut suaminya begitu sangat tidak sopan, ia melepas gandengan tangan pada Yunho, dan melangkah lebih dahulu dari pria itu.

"Hey, aku serius. Aku ingin mengatakan bahwa itu imut sekali," Yunho tertawa, ia senang melihat Jaejoong merajuk manja seperti ini.

———

Jaejoong dan Yunho berpandangan ketika Woosung mengatakan bahwa mereka tidak usah kembali ke apartemen dahulu dan tinggal di sini beberapa saat. Sungguh ini tidak seperti yang direncanakan Yunho. Ia hanya mengunjungi kedua orang tuanya dengan Jaejoong, bukan untuk disuruh tinggal sementara. Dan lagi, ia merasa tidak leluasa tinggal di sini karena sang ibu.

Tapi, justru karena alasan ibunya lah Woosung meminta agar tinggal di sini. Yunho berkeras agar tidak karena Jaejoong masih harus fokus kuliah dan masalah sang ibu hanya akan mengganggu fokus Jaejoong nantinya. Woosung pun menimang dengan alasan itu, dan mengatakan bahwa mereka harus sering kemari agar JiAh bisa dekat dengan Jaejoong.

Lalu setelah perbincangan yang dilakukan Yunho dan Woosung. Mereka bisa kembali ke apartemen. Jaejoong bersyukur mereka tidak harus tinggal di sana, bukan karena ia tidak ingin dekat atau menghindari ibu Yunho, melainkan karena ia harus memfokuskan diri belajar menjadi seorang istri dahulu. Setelah ia merasa sudah bisa mengurus Yunho, barulah ia tidak keberatan, ia tidak ingin dicibir sang mertua tidak becus mengurus suami.

Tersenyum tipis ketika melihat pintu lift terbuka, Jaejoong terkejut sekali ketika tubuhnya di tubruk oleh Yunho dan membuat ia terhimpit ke dinding. Bibirnya langsung dilahap sang suami dan ia terbelalak karena perbuatan Yunho sangat tidak sabar. Menepuk-nepuk dada Yunho, Jaejoong juga berusaha mendorongnya. Ia berhasil dan menatap sang suami dengan pandangan lekat.

"Kita hanya harus masuk dan mem—"

Belum sempat Jaejoong melanjutkan bibirnya kembali dilumat Yunho, pria itu menuntunnya melangkah menuju ke depan pintu apartemen mereka. Yunho menyentuh sensor sidik jari dan pintu terbuka, Yunho tidak melepaskan ciuman kepada Jaejoong dan terus melangkah masuk dengan tautan bibir mereka yang tak terpisah.

Jaejoong berhasil melepas ciuman, ia memukul dada Yunho dan pria itu malah maju dan mengangkat tubuhnya.

"Kubilang jangan terlalu sering dan kau—"

"Kau sudah minum pil KB sebelum kita ke mansion, aku akan berhati-hati sungguh!" ujar Yunho dengan tidak sabar.

Walau bagaimana juga Jaejoong tidak bisa menolak. Yunho jelas berhak atas dirinya sebagai suami. Andai mereka masih berkencan, ia tidak segan-segan memutusi Yunho. Tapi, Yunho juga sangat sopan saat mereka berkencan.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

Read, Comment, Love.

.
.
.

Choosey LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang