46 - Graduation

17.2K 2.7K 343
                                    

Wow, 300k pembaca. This is beyond my expectation. Aku nggak punya target apapun waktu awal menulis cerita ini, semuanya murni untuk menyalurkan hobi. Nggak nyangka banget jumlah pembacanya sudah sebanyak ini.

Aku mengucapkan terima kasih untuk kalian yang baca dan share cerita ini di berbagai platform, entah itu twitter, tik tok, atau aplikasi apapun itu. It means a lot for me.

Aku juga udah punya rancangan cerita baru, tapi aku bakal tamatin cerita ini dulu sebelum lanjut ke proyek berikutnya. Aku hanya penulis amatiran, nggak bisa bikin proyek paralel, takut keteteran. Sekarang aja updatenya sering molor dari jadwal.

Dan terakhir, makasih udah bertahan. Hehehehe...

❤❤❤
***

Hari bahagia itu akhirnya tiba. Setelah perjuangan delapan semester, akhirnya aku berhasil melewati garis finish. Tepat waktu, IPK cukup dan keberlanjutan masa depan sudah di tangan. Di universitasku, IPK minimal 3.51 dan lulus maksimal 4 tahun akan mendapat predikat cumlaude. Beruntungnya, aku termasuk salah satu diantaranya meskipun nilainya nggak jauh dari 3.51, pas-pasan.

Mahasiswa peserta wisuda telah mengisi kursi yang disediakan di auditorium berkapasitas hampir seribu orang. Auditorium ini berlantai dua, yang mana barisan pertama sengaja dikosongkan untuk menyambut kedatangan dosen perwakilan dari masing-masing fakultas. Barisan kedua dan ketiga diisi oleh mahasiswa berprestasi, termasuk penyandang cumlaude dan summa cumlaude. Khusus area barisan ini diberikan keistimewaan membawa serta kedua orangtua duduk berdampingan dengan putra-putrinya. Sedangkan untuk mahasiswa lainnya, orangtua ditempatkan terpisah di tribun atas, namun tetap dapat melihat panggung dengan jelas.

"Amara dan Rama mana, nggak keliatan?" Mama celingukan mencari kedua sahabatku. Sejak selesai PKL, hubungan kami bertiga semakin dekat. Mengerjakan laporan PKL beberapa minggu, bahkan memulai skripsi di saat yang hampir bersamaan. Keduanya nggak sungkan lagi datang ke rumahku. Kadang untuk belajar bersama, atau sekedar main menemuiku. Jelas saja Mama dan Papaku jadi mengenal mereka.

"Ada tadi. Tapi mereka duduknya di belakang." Sebelum masuk auditorium aku sempat melihat Amara yang didampingi oleh suaminya. Dan seingatku Rama tadi juga datang bersama kedua orangtua dan adiknya.

"Di belakang juga nggak apa-apa, yang penting wisuda tepat waktu. Apalagi bisa duduk di depan begini, Mama bangga." Senyuman kebahagiaan Mama menular padaku.

"Bilang aja Mama senang bisa bikin iri orangtua yang duduk di lantai atas, kan?" Ujar Papa nggak mau kalah.

"Memangnya salah?" Cibir Mama. Mereka berdua bisa jadi pasangan mesra di suatu waktu, namun bisa jadi rekan debat setelah itu. Aku yang duduk di antara mereka berdua hanya bisa tertawa tanpa ikut membela siapa-siapa.

Mama mengenakan kebaya, sedangkan Papa mengenakan kemeja batik yang sama dengan kain jarik Mama. Aku juga mengenakan kebaya berbeda warna, hanya saja dilapisi oleh baju toga yang merupakan seragam wajib wisudawan.

Mama dan Papa masih lanjut berdebat, sedangkan aku melihat kanan kiri barangkali menemukan teman-temanku baik satu prodi ataupun satu fakultas. Sebab aku nggak begitu mengenal mahasiswa fakultas lain.

Seluruh hadirin diminta berdiri menyambut kedatangan rektor serta jajarannya, termasuk dekan serta wakil-wakilnya dari tiap Fakultas dan Program Studi. Khusus rektor, guru besar serta wakil-wakil rektor dan dekan dari masing-masing fakultas berjejer di atas panggung. Sedangkan wakil-wakil dekan dan perwakilan dosen berjalan menuju barisan kursi paling depan.

Para petinggi kampus sudah di panggung hingga akhirnya giliran perwakilan fakultas memasuki area. Mereka berjalan gagah, melewati para mahasiswa dan akhirnya menempati kursi barisan terdepan kemudian kami kembali dipersilakan duduk.

BEDA SEGMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang