Tale 08 - Menguak Misteri

2.1K 581 149
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Pram,

Oke. Makasih banyak Pram. Aku pakai puisi-puisi lamamu dulu buat bikin cerita. Nanti kalau aku butuh puisi baru, bikinin, ya? Hehe.... Btw, ini bab 1 udah jadi. Bisa dibaca... Kalo mau komen, tolong jangan pedes-pedes. Bisa mules aku. Hihi.

Salam,
Cacha---author gadungan on the role

Jantungku berdebar-debar, menerka-nerka bagaimana reaksi Pram setelah membaca cerbungku. Ini bukan pertama kali aku menulis cerita, tapi tentu saja jadi yang pertama kali aku akan dapat komentar soal ceritaku. Di cerita ini, aku membayangkan Cacha dan Pram berada di satu sekolah yang sama. Anggap saja ini salah satu caraku, mengobati kerinduanku ingin segera bersuara dengan Pram secara langsung.

Sejak pengakuan cintaku padanya beberapa bulan lalu, hubunganku dengan Pram jadi lebih dalam. Aku merasa, sekarang bisa memahami Pram lebih mudah. Rasa percayaku pada Pram pun, semakin kuat. Aku jadi merasa bebas dan leluasa, untuk menceritakan permasalahan serta keluh kesahku padanya. Dan sepertinya, Pram pun merasakan hal sama. Sedikit demi sedikit dia mulai terbuka. Seperti, berbagi rasa sakit dan hal-hal yang membuat hatinya berbunga padaku.

Bersama Pram, aku merasa hidupku lebih indah. Dia seakan menjadi jawaban atas kegamangan dan kekosongan yang selama ini aku rasakan. Oke, oke, aku tahu ini terdengar berlebihan. Tapi, well, katanya memang begitu kan, perasaan orang jatuh cinta?

***

"Eh, gue pilihin bangku, dong!" pintaku pada Nashwa dan Desi, yang dijawab anggukan kepala.

Well, kelas kedua hari ini adalah mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, yang diadakan di aula. Beberapa kelas mata kuliah umum, seperti Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan menggabungkan dua kelas---Kelas A dan B---sehingga kuliah diadakan di aula. Jika tidak mau menempati kursi barisan depan, harus lebih awal datang. Aku serius, perebutan kursi di kelas besar, seperti tawuran perebutan tahta.

Aku melebarkan langkah menuju ruang kantor dosen, yang berada di lantai tiga, untuk mengantarkan tugas dari Mister Bowo sebagai dosen Pengantar Kesusastraan Inggris. Yap, kebetulan sekali aku adalah kormatnya---koordinator mata kuliah. Mister Bowo hari ini tidak masuk, karena ada kepentingan di luar kota. Setelah mengetuk pintu, aku memutar handle pintu dan melayangkan senyum pada beberapa dosen yang tengah bersantai di ruang tamu.

"Permisi, Mister ... saya mau mengumpulkan tugas Mister Bowo," ujarku.

"Oh, langsung aja ke ruangannya. Udah tahu, kan?" balas seorang dosen dengan batik mega mendung biru melekat di tubuhnya.

"Sudah, Mister." Aku langsung berbelok kiri menuju lorong yang dipenuhi pintu-pintu ruang pribadi para dosen. Aku lalu membuka pintu nomor dua---berhadapan dengan rak buku---kemudian berjalan menuju meja dan meletakkan setumpuk kertas folio di sana.

Our Magical Tale (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang