24. Kebucinan Ogy

1.1K 177 10
                                    

Perasaan Geya campur aduk kala terbangun tadi pagi. Sedikit sedih, ada hampanya, gamang juga, tetapi kelegaan mendominasi. Merasa kehilangan sudah pasti, hanya saja kekosongan itu sepadan dengan tenang yang didapatkan. Segala hal tentang Maga akan mulai Geya arsipkan ke dalam kotak kenangan, sebagai memori menyenangkan. Perihal yang sakit-sakitnya mending dilupakan.

Dengan begitu satu masalah pun selesai, maka lembaran baru bisa dimulai. Geya telah membebaskan pikiran dari segala problematika yang melibatkan Maga di dalamnya. Lepas tangan secara penuh, tidak mau tahu apa-apa lagi mengenai lelaki itu.

Langkah Geya terayun ringan menyusuri koridor kelas dua belas, hendak ke toilet. Di samping XII IPA 1 padahal ada WC staff TU yang bisa dipakai siswa, tetapi ia memilih pergi ke toilet yang berada di ujung gedung. Toilet yang bersisian dengan XII IPS 1.

Alasannya sederhana; ingin melihat Ogy. Geya agak jijik kepada diri sendiri yang bisa-bisanya punya kemauan seperti ini. Dia jelas-jelas rindu, tetapi benaknya begitu keras menyangkal kenyataan itu. Lebay! pikir Geya.

Selang satu kelas dari posisi Geya memijak lantai, adalah kelas Ogy. Di depan kelas itu banyak anak lelaki tengah nongkrong, suara berisik mereka jadi bising yang memenuhi koridor. Geya memicing, tetapi secermat bagaimanapun penglihatannya mencari, sosok Ogy tidak kunjung dia temukan di sana.

Sebelum mencapai kerumunan, Geya sempat mencuri pandang ke dalam kelas Ogy. Dia tersenyum samar begitu mendapati pemuda itu duduk di pojokan sambil membaca buku. Kala pasang ekspresi serius, Geya bersumpah kegantengan Ogy berada di level yang sukar untuk dijelaskan.

Terlalu asdfghjkl!

"Eey~ Pacarnya Ogy mau ke mana?"

Geya berhenti persis di tengah kerumunan para siswa tersebut, lalu mendengkus pada seseorang yang baru saja bertanya. Raja, nama si penanya itu. Geya lumayan akrab dengannya karena pernah tergabung di ekstrakurikuler kesenian dulu.

"Mau berak. Ikut?" balas Geya frontal.

Tiga teman Raja yang tidak Geya ketahui namanya lantas tertawa, sementara yang ditertawakan mengdengkus keras-keras. Seraya mengacungkan dua jempolnya, pemuda dengan bahu sempit itu berkata, "Ogy gak salah pilih."

"Hati gue potek, anj!" Seseorang yang senderan di pintu kelas tiba-tiba berujar sedih sambil memegangi dada, bikin drama ala-ala. Pemuda itu menatap Geya sendu seolah-olah baru saja dipatahkan hatinya. "Gue kira lo gak suka cowok petakilan, makanya gak gue perjuangin, Ge. Eh, taunya ...."

"Si babi!" cibir Raja. Tatapan meremehkannya terarah lurus pada Gilang, si cowok yang senderan di pintu. "Cukup cewek gue aja yang lo tikung pake modus kayak barusan, ya, kambeeng! Gue mampusin beneran kalau lo macem-macem sama Geya!"

Dari samping kanan Geya, satu pemuda mengumbar kekehan pelan. Suaranya agak serak dan berat, terdengar sangat jantan. Dia adalah si most wanted yang diakui sebagai cowok paling tampan seangkatan. Emilio Joana, namanya. Merupakan kawan karib Ogy bersama dengan Raja. Tiga cogan yang sanggup bikin histeris para kaum hawa jika sudah bekerja sama di lapangan demi memasukkan bola basket ke ring.

"Dia bakal mampus duluan di tangan Ogy, Ja." Emil, dengan tampang kelewat lempengnya, menyahut kalem.

Cara Emil memandang adalah yang paling normal, tetapi Geya merasa terintimidasi bahkan ketika tatapan pemuda itu tidak terarah padanya.

Jika diingat-ingat, ini adalah pertama kalinya Geya melihat Emilio dari jarak dekat dan mendengar suaranya. Ternyata informasi yang beredar tentang pemuda itu akurat sekali; auranya dingin serta bikin sungkan. Benar-benar kharisma yang unik. Emilio tampak tidak tersentuh, tetapi di waktu bersamaan juga mampu menarik atensi orang-orang untuk terus fokus pada pesona yang ia miliki.

[✓] The Right HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang