EMPAT

1.1K 175 5
                                    

Aneh.

Hanya kata itu yang bisa mendiskripsikan mengenai laki-laki yang baru saja meninggalkannya, setelah menanyakan sesuatu yang tidak di pahaminya.

Mengapa dulu dia meninggalkannya?

Apakah laki-laki itu adalah salah satu orang masa lalunya? Sssuatu yang tidak mungkin akan ia ingat kembali?

Jika iya, apa yang harus dirinya lakukan?

Ruby menggeleng pelan. Memikirkan itu membuat kepalanya nyeri. Tampaknya, hubungan mereka bukanlah hal penting yang harus ia ingat, apalagi ketika laki-laki itu langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban darinya terlebih dahulu.

Gadis itu menghela nafas, terlihat kelelahan.

Ia menatap ke arah sampah makanannya tadi, dan kemudian teringat dengan masalahnya sendiri. Terlalu menyedihkan.

Namun, perasaanya yang buruk itu langsung lenyap ketika ia mendengar suara rintihan minta tolong.

Ruby berjalan dengan cepat namun penuh kehati-hatian. Ada sebuah tangga kecil yang disandarkan di ujung gerbang tembok sekolah mereka. Ia tidak memikirkan, untuk apa tangga itu berada disana, ketika di seluruh keliling sekolah mereka hanyalah sebuah hutan.

Walau begitu, ia tetap menaiki tangga untuk bisa melihat apa yang terjadi di balik dinding tembok sekolah mereka.

Ruby terkesiap terkejut, saat pandangan matanya tertuju kepada seorang perempuan yang seluruh tubuhnya sudah di penuhi banyak darah. Perempuan itu terbaring di tanah dengan seseorang laki-laki yang sedari tadi tidak henti-hentinya menikam perut perempuan itu dengan sesuatu benda tajam.

Pandangan mata perempuan itu yang melihat ke arahnya serta tangannya yang terulur mengarahnya seakan sedang meminta bantuan darinya. Tapi Ruby hanya bisa diam di posisi itu. Terlihat terkejut dan ketakutan di sisi yang sama.

Ketakutan itu bahkan tidak berhenti disaat itu juga, karna kini seluruh tubuhnya bergetar hebat.

Ruby tahu, dia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang.

Laki-laki penikam itu terlalu besar, terlalu tinggi, sehingga tampaknya mudah untuk orang itu melompati gerbang tembok sekolah mereka.

Maka dari itu, Ruby berniat pergi dari sana sambil berusaha meredam ketakutannya sendiri.

Hanya saja, disaat ia sudah berhasil menginjak tanah, tangga itu terjatuh begitu saja hingga menimbulkan sebuah suara debuman keras. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya, Ruby langsung berlari sekencangnya, agar orang itu tidak sempat melihatnya. Sayangnya, hal itu terasa sia-sia, karna penikam itu berhasil melihat punggung serta bentuk rambutnya.

Hari itu berlalu dengan penuh ketakutan untuk Ruby. Ia berusaha melewati harinya dengan normal, walau dalam hati ketakutan itu tidak akan pernah hilang.

Ada kematian di depan mata yang bisa kapan saja datang. Ruby lebih memilih tertabrak mobil atau sekedar karna penyakit. Ia tidak ingin mati secara mengenaskan seperti orang itu.

Disaat jam waktu pulang sekolah, barulah berita seseorang meninggal secara mengenaskan di belakang sekolah mereka terdengar. Berita itu bahkan mengguncang seluruh murid di sekolah mereka. Belum lagi sebuah jejak kaki yang penuh darah mengarah ke dalam sekolah mereka terlihat, sehingga kekawatiran itu semakin menjadi-jadi.

Tubuh gadis itu bahkan kini berguncang hebat lantaran merasa dirinya saat ini sedang menjadi target seorang pembunuh. Ia ketakutan namun tidak memiliki tempat untuk sembunyi atau bahkan pulang.

Saat ini, seluruh murid sedang di kumpulkan di lapangan sekolah mereka. Sedangkan puluhan polisi dikerahkan untuk memeriksa seluruh lingkungan sekolah, mengingat jejak terakhir dari si pembunuh mengarah ke sekolah mereka.

Bisik-bisikkan pelan penuh kekawatiran kini semakin terdengar di telinga Ruby. Ia tidak bisa bergerak untuk mengatakan kepada polisi bahwa ia melihat pembunuhan itu terjadi. Ia takut untuk mengatakan itu perihal ia tidak bisa mendiskripsikan sang pelaku. Sedangkan saat data itu bocor bahwa dirinyalah yang menjadi saksi mata, maka orang itu akan menargetkan dirinya. Apa yang harus Ruby lakukan sekarang?

"Selamat sore, trimakasih sudah mau berkumpul disini anak-anakku. Hal ini kita lakukan untuk membantu polisi menemukan si pelaku dan saya berharap kalian semua bisa bekerja sama dengan pihak keamanan. Jika kalian melihat ada pergerakan yang tidak beres, silahkan laporkan langsung kepada Sean, sebagai wali kalian. Kali ini sekolah akan bekerja sama dengan pihak kepolisian sampai permasalahan ini selesai. Lalu, sebagai bentuk kerja sama juga, mulai saat ini, tidak boleh ada aktivitas di luar sekolah. Tidak ada minggu untuk pulang ke rumah dengar artian mulai sekarang, kita semua akan tertahan disini. Seluruh jalan masuk serta jalan keluar sudah di tutup sejak tadi, jadi tolong di tahan ya" ucap kepala sekolah mereka, yang semakin membuat Ruby cemas.

Kekawatiran Ruby sudah tidak bisa terbendung lagi. Tidak ada aktivitas luar artinya, Ruby akan mati pada secara perlahan. Kepanikannya itu membuat Ruby menghirup nafas dengan panik hingga orang lain yang melihatnya tampak sedang terserang sesak nafas.

Hal itu membuat Ruby kini di kelilingi oleh banyak orang dengan mata-mata kawatir yang melihatnya tapi tampak tidak berniat menolongnya. Tangannya bahkan sampai terulur saat ia kini sudah terjembab ke tanah, meminta teman-temannya atau siapapun untuk membantunya. Dadanya terasa semakin sempit, wajahnya pun bahkan kini membiru seakan memang ia tidak bisa bernafas sekalipun.

Hingga, tangannya yang terulur itu di genggam oleh seseorang, menariknya hingga kini berada di pelukan seseorang yang memiliki bahu lebar.

Ruby sudah tidak bisa melihat dengan jelas, namun ia bisa merasakan bahwa lengan kokoh itu memeluknya erat, dan tubuhnya merasa melayang, hingga kedua mata gadis itu kini benar-benar tertutup rapat.

Kepanikan Sean semakin menjadi, saat Ruby menutup mata sepenuhnya. Setelah lari dari atas podium untuk membantu gadis itu, Sean tampak tidak terengah-engah, walau saat ini sedang berlari ke arah UKS sambil menggendong gadis itu.

Sejak awal, perhatiannya memang hanya tertuju pada gadis itu, gadis yang berhasil kembali membuatnya uring-uringan dan tak tenang. Saat mereka semua di bariskan di halaman sekolah, wajah Ruby sudah memucat, padahal saat ia meninggalkan gadis itu terakhir kali, Ruby masih baik-baik saja. Sean pikir, berita ini berhasil mengguncang Ruby. Hal ini tentu saja tidak bisa di biarkan begitu saja. Ia akan meminta Momo mengirimkan seseorang untuk mencari tahu siapa pelaku penikam itu, agar gadis yang di hadapannya ini tidak mengalami hal seperti ini lagi.

Sean yakin, perasaanya sudah hampir hilang sempurna, tapi mengapa ia tidak bisa berhenti memikirkan gadis ini lagi, padahal dulu ia telah di rendahkan gadis itu.

Ia tidak bisa berhenti memikirkan Ruby sejak hari pertama ia melihat gadis itu di sekolahnya. Ia bahkan memilih melarikan diri dari pada mendengar penjelasan gadis itu, mengenai alasan mengapa Ruby meninggalkannya dulu. Walau penasaran, ia lebih tidak ingin mendengar alasannya. Sean tidak ingin membenci gadis itu, sebaliknya, ia malah ingin melindungi Ruby, ingin Ruby tetap di sisinya.

Sean menatap wajah pucat gadis itu dengan sedih. Saat ini, Ruby sudah terbaring di ranjang UKS, setelah mendapatkan pemeriksaan oleh tim medis. Hanya ada mereka berdua disana, dan Sean tidak pernah meninggalkan tatapannya dari gadis itu.

"Apa yang harus gue lakukan sekarang Ruby?" Bisiknya pelan dengan lirih, masih merasa bingung dengan perasaanya sendiri.

Tbc

Stranger With Memory (Noveltoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang