Bab 7

2.2K 273 19
                                    

Hera malas diajak Katherin membeli pakaian. Ia suka belanja tapi Hera bukan tipe pemburu barang diskon apalagi harus membolak-balikkan barang yang ada di kotak box untuk mencari pakaian terbaik. Hera akan membeli beberapa gaun dan sepasang sepatu sambil menunggu Katherine selesai bertempur dengan pakaian dengan potongan harga.

"Her, gue capek." Bagaimana tidak lelah kalau yang Katherine beli dapat memenuhi lemari. "Istirahat dulu. Beli es boba enak deh kayaknya."

Hera cuma menurut walau sebenarnya ia malas. Namun baru beberapa langkah Tiba-tiba ia berhenti ketika mereka ada di depan restoran Thailand.

"Her Bobanya di sana. Ngapain sih lo?"

Hera melihat orang yang ingin ia temui dari kemarin. Memang jodoh tak akan lari ke mana. Hera kemarin kelimpungan mencari sekarang usahanya Tuhan bantu.

"Lo liat siapa?"

"Barang belanjaan lo mana? Sini gue bawain!" Ia akan berperan sebagai seorang asisten teraniaya dari anak manja. "Pinjem semprotan muka." Tak mungkin juga gadis miskin bisa membeli alat make up beserta produknya. Hera akan terlihat seperti gadis dengan make up mudah luntur karena harganya murah.

Katerin bingung sendiri kawannya yang cantik tiba-tiba menghapus make up. Hera terlihat seolah habis lari maraton dan jangan lupakan sahabat Katherine ini malah mengucir rambutnya dengan karet gelang bungkus nasi Padang yang ditemukan di tas punggung Katherine. Untung saja Hera memakai kaos dan celana jeans biasa walau merknya menunjukkan kalau harganya mahal.

"Kita makan di restoran Thailand, gue yang traktir. Tapi ada syaratnya." Syarat apa saja Katherine lakukan asal bisa menikmati hidangan enak dan gratis.
"Lo pura-pura jadi bos gue, istilahnya lo ngajak gue ke mall terus ngajak gue makan. Lo harus bersikap sombong yah kayak nona manja gitu deh."

"Mana gue bisa. Yang nona manja kan lo. Lo nyuruh gue jadi majikan kenapa? Yang ada nih, orang nyuruh pura-pura jadi asisten biar dikira kaya."

"Lo nurut apa yang gue perintahin. Lo nurut, perut lo kenyang."

Jika Hera bertemu Juan, ia akan mengubah diri menjadi gadis miskin penuh liku kehidupan. Itu kan yang dapat menarik Simpati Juan lalu kenapa Hera melakukan hal sejauh ini untuk pria seperti Juan padahal dengan penampilannya yang sebenarnya dia bisa menjerat pemuda sebayanyav. Hera menganggap Juan adalah pria langka yang baik hati. Mana ada pria jaman sekarang memberi uang dua puluh juta secara cuma-cuma.

"Kenapa lo jalan nunduk kayak mau mungut koin saweran."

"Ssst... diem lo!" Hera tak akan menyapa Juan duluan. Pertemuan mereka akan terlihat sealami mungkin padahal di kala Hera menunduk ia berdoa dalam hati agar Juan segera menyadari kehadirannya.

🥕🥕🥕🥕🥕🥕🥕🥕🥕🥕

Juan sangat sibuk akhir-akhir ini sampai tidak sempat pergi berolahraga. Kerja samanya dengan perusahaan Saka mulai membuahkan hasil tinggal menunggu waktu dia kembali ke Makassar lagi tapi tidak dalam waktu dekat ini. Rapat direksi menunggunya setelah sang ayah wafat, belum lagi akhir-akhir ini ia sangat khawatir dengan saudaranya Emran. Setelah kehilangan sang istri saudara tirinya itu kadang menjadi gila dan di luar kendali.

"Kerja sama Kita di Makassar cukup menyenangkan. Apa Kita akan bekerja sama lagi? Aku sedang bahagia menunggu kelahiran anakku."

Juan mendengus jengkel. Kenapa juga Saka membahas Naima yang sedang berbadan dua. Kalau saja tidak karena belas kasihannya, Saka tak akan menikah. "Apa kau siap meninggalkan Naima untuk ke luar kota?"

"Siapa bilang begitu? Kau yang akan pergi sebagai perwakilan. Kau bujang, tak ada yang menunggumu di rumah."

Juan melihat mendadak malas melihat tampang Saka yang congkak seolah pria itu telah mengalahkan Juan dalam satu ronde. "Ke Makassar juga aku?"

"Kenapa kau takut berangkat sendiri, makanya ajaklah perempuan, carilah pasangan. Kali ini jangan percaya sistem perjodohan. Carilah perempuan yang kau cintai bukan yang mendanai bukan pula karena koalisi."

Nasehat Saka benar namun menikah karena koalisi akan Juan ambil karena yang ia butuhkan sekarang cuma dukungan agar perusahaannya tetap tegak berdiri. "Aku hanya berpikir cerdas dan praktis. Cinta heh?"

"Jangan karena cintamu ku rebut, kau jadi berputus asa serta berpikir picik. Cinta itu ada."

Bercakap-cakap dengan Saka hanya mendatangkan kejengkelan belaka, namun matanya melihat sosok gadis yang ia cukup kenal. Gadis cantik yang makan di restoran ini karena belas kasihan majikan. Juan jadi berpikir, bagaimana persepsi cinta jika dipandang oleh Hera yang punya hidup yang serba sulit.

Juan melambaikan tangan yang langsung disambut senyuman manis milik Hera. Gadis itu menunduk, tak berani bersikap berlebihan sebab masih bekerja. Terlihat gadis itu membawa barang belanjaan yang cukup banyak.

"Siapa yang kau sapa?" Ujar Saka sambil menengok ke belakang. Nampak gadis cantik dan muda membalas sapaan Juan. Tunggu,,, mata Saka menyipit satu. "Kau kenal dengan anak-anak itu?"

"Hmmm..."

"Dia terlalu muda untuk jadi temanmu."

"Kenapa?" Tak apa membalas gurauan Saka yang kelewatan. "Kenapa kalau aku menjalin hubungan pertemanan dengan wanita muda? Dia cukup cantik, kami kenalan beberapa minggu lalu. Dia memberikan aku nomer ponselnya, kami sempat bertemu, mengobrol, janjian makan."

"Gadis semuda dan secantik itu? Ah dia mau karena uangmu kan?" Walau perkataan Saka benar, tapi Juan tidak mengiyakan.

"Karena aku tampan. Soal uang, wanita dewasa pun doyan uang. Malah gadis ingusan butuh uangnya lebih sedikit. Siapa yang tidak tertarik padaku, aku tampan, kaya, baik hati dan aku bukan duda. Naima dulu hampir menikah denganku. Yah karena aku kasihan saja denganmu makanya aku mengalah. Lagi pula aku berpikir belum saatnya aku mengakhiri masa lajangku aku harusnya berpetualang dulu."

Giliran Saka yang mendengus kesal karena Juan yang kelewat kepedean. "Hati-hati bermain dengan gadis muda. Selain uangmu habis, hatimu bisa dipatahkan."

"Umurku lebih tua, pengalaman gadis itu lebih sedikit. Aku ragu hatiku akan patah." Juan mengangkat tangan memanggil pelayan. Makan siang sengit dengan Saka harus segera di akhiri. Untungnya Hera datang, setidaknya ia tidak terlihat mengenaskan.

"Makan siang kali ini aku traktir." Juan menyerahkan kartu kreditnya. "Makanan yang dipesan meja no Delapan. Masukkan juga ke tagihan saya." Maksudnya meja yang Hera dan kawannya tempati.
"Karena ada yang lebih menarik dari pada berbicara denganmu. Aku pamit."

Saka tak menjawab sepatah kata pun, dengan ekor matanya ia bisa merasakan jika Juan sedang menyunggingkan senyum kemenangan. Apalagi langkah pria itu yang kini menuju ke meja gadis muda yang mereka bicarakan. Saka tak yakin Juan tertarik dengan remaja ingusan. Kalau cuma untuk main-main mungkin tapi Juan bukan tipe pria yang gemar mempermainkan perasaan wanita.

🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎

Jangan lupa vote dan komentarnya.

Light in my heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang