9. Bagian Sembilan

2.1K 269 150
                                    

Nosung🦋

__________________________________________________

Dua puluh menit Jeno berkendara dari butik Jisung, akhirnya dia kembali ke kantornya. Sambil membanting pintu mobilnya, Jeno pun bergegas memasuki gedung perusahaan kakaknya itu.

Langkahnya sedikit tergesa, dan begitu menghentak hingga menimbulkan bunyi keras di sepanjang jalan yang dia lalui.

Lima menit yang lalu sekertaris-nya menelpon, jika sekarang dia sedang berada di perusahaan. Beruntung sekertaris-nya itu sempat bertemu dengan Jaehyun, alhasil sekertaris-nya itu bisa sekalian menyerahkan flashdisk yang dia butuhkan pada kakaknya itu.

"Pak Jeno?"

Dari jauh, Jeno melihat sekertaris-nya itu sudah menunggu. Sambil tersenyum kecil Jeno pun berjalan menghampirinya.

"Terimakasih sudah mengantarkan flashdisk nya, Noona."

"W-wo? Noona?" Tanya sekertaris Jeno kebingungan, wanita itu terlihat menunjuk dirinya sendiri dengan kebingungan.

"Noona sedang cuti, jadi selama itu Noona tidak perlu menganggap ku sebagai atasan."

Bagaimana pun itu sudah ketentuan perusahaan, bahwa karyawan yang sedang menjalani cuti, memiliki hak untuk melepas semua tanggung jawab dan kewajibannya dalam urusan pekerjaan, termasuk statusnya sebagai karyawan.

"Tidak pak, jangan seperti itu. Bersikap saja seperti biasanya, saya masih tetap sekertaris bapak," ucap sekertaris Jeno seperti tidak nyaman dengan sikap atasannya itu. Ia sudah Terbiasa melihat Jeno yang datar dan tukang memerintah, jadi saat melihat Jeno yang tersenyum seperti tadi, entah kenapa dia merasa begitu aneh.

"Baiklah, jadi apa yang membawa mu datang kesini, Noona?"

"H-huh, Saya merasa aneh saat anda memanggil saya seperti itu pak. Mungkin saya memang lebih tua dari bapak, tapi rasanya itu sedikit aneh."

Mendengar itu, seketika Jeno memasang wajah datarnya lagi.

"Kalau begitu masuklah dan jelaskan apa maksud dari kedatangan mu ke perusahaan."

Setelah mengatakan itu, Jeno pun segera masuk ke ruangannya. Di susul sekertaris-nya yang kini mengikutinya dari belakang.

Setidaknya, Jeno yang datar lebih baik dari pada Jeno yang tersenyum. Baginya itu benar-benar sangat aneh.

"Maaf saya sudah mengganggu waktu anda pak."

Jeno berdehem sebentar, lalu mempersilahkan wanita di depannya untuk duduk.

"Duduklah."

"Terimakasih pak, oh iya sebelumnya saya juga ingin memberikan ini kepada bapak."

"Apa ini?" Tanya jeno, terlihat asing dengan benda di depannya.

"Ini undangan pernikahan saya pak, tapi design nya memang sengaja saya buat sedikit aneh agar terlihat lebih Unik dan estetik."

Jeno yang tidak terlalu paham dengan istilah 'unik' dan 'estetik' hanya mengangguk sambil membuka paper bag 'aneh' di tangannya itu.

Di dalamnya, terdapat dua buah sloki kecil sewarna porselen dengan polesan hitam di setiap sisinya. Jeno mengerutkan alisnya saat membaca tulisan di bawah sloki itu.

"Saya membuat undangan serupa hanya untuk para petinggi perusahaan saja pak, bagaimana menurut bapak, unik bukan?" Tanya wanita itu, terlihat menanti komentar dari Jeno.

"Ini bagus dan unik, tapi dari mana kau tau nama ini?" Tanya Jeno, menunjuk salah satu tulisan di bawah sloki di tangannya. Akhirnya wanita itu tersenyum begitu lebar, sampai dia hampir menggigit bibirnya sendiri.

A wound in marriage | NosungWhere stories live. Discover now