28. Sebuah Kekhawatiran

387 65 1
                                    

Kalau kata orang tua kepada anaknya "mending ibu saja yang sakit, jangan kamu". Mungkin itu juga berlaku pada kami sekarang.
-Dhanan

***

Seperti kebanyakan orang, hari minggu itu adalah hari dimana semua orang bersantai dan meliburkan diri dari semua penat dalam kerjaan atau kegiatan sekolah. Seperti halnya Haris dan Revan, saat ini keduanya sedang duduk lesehan diatas karpet bulu. Mereka berdua duduk bersila sambil memegang console game masing-masing. Ada mas Raka juga disana menemani sambil memegang laptopnya. Biasa, mas Raka akan tetap bekerja walaupun itu hari minggu.

Sedangkan di teras ada ayah dan mbah Kakung yang sedang bermain catur, ditemani oleh Dhanan yang katanya juga ingin belajar main catur. Maklum saja, cucu Singgih yang pandai main catur hanya Bang Jonny dan juga Yuta. Kalau kalian bertanya Hafa dan Tama, mereka berdua ada dikebun belakang. Kebun bunga dan sayuran milik bunda. Membantu bunda mengurus tanaman mahalnya, apalagi yang katanya janda bolong itu teramat mahal, sehingga bunda semakin rajin merawatnya.

"Aduuuh... Gatal ih!" Keluh Hafa. Jelas saja, anak gadis itu paling jarang mengurus hal ini dan itu. apalagi anak gadis semata wayang ini memiliki kulit yang sensitif. Kesentuh debu sedikit gatal, kena kucing yang jarang mandi juga gatal, bahkan kepala pun kalau tidak keramas sehari juga ikutan gatal dan banyak ketombe.

"Udah aja kamu. Sisanya biar mas sama bubda yang selesaikan. Kamu langsung mandi aja. Eh, masuk jangan lupa cuci tangan sama kaki dulu. Itu juga alat kebunnya cuci juga ya." Tama dan segala kebawelannya melebihi Bunda.

"Iyaa.." Jawabnya malas sambil membawa beberapa peralatan kebun yang sudah tidak lagi dipakai saat ini.

Gadis itu menyelesaikan perintah mas Tama dengan telaten lalu berjalan menaiki anak tangga. Sekilas ia melihat ada Revan dan Haris yang sangat berisik diruang tengah akibat perkelahian dilayar playstationnya. Sedangkan mas Raka sama sekali tidak terganggu sama sekali dengan keributan dua kakak beradik yang kebobolan itu. Bunda pernah bilang seperti itu.

Langkah Hafa terhenti waktu ia mulai menginjakkan kakinya untuk memasuki kamarnya, gadis itu mendengarkan suara aneh dari kamar mbah Putri tempati saat ini.

Seperti suara orang sedang mendumel tapi dengan siapa? Pikir gadis itu.

Karena ia tahu, kalau mbah Putri sendirian di kamar. Bergegaslah Hafa melangkahkan kakinya ke tempat mbah Putri yang sedang istirahat. Dibukanya pintu kamar secara perlahan setelah ia mengetuk pintu dan memanggil mbah Putri sekali.

Betapa kagetnya Hafa saat melihat mbah Putri yang duduk diatas kasur dengan bentuk wajah yang tidak sempurna seperti beberepa jam yang lalu. Rasa kagetnya Hafa tidak sampai disitu saja saat ia masih mendengar rucauan tidak jelas dari mbah Putri. Buru-buru Hafa keluar, berlari kecil menuruni anak tangga dengan wajah pucatnya.

Mata Tama melotot saat melihat Hafa berlari saat menuruni tangga. "Adek! Jangan lari!"

Pekikkan Tama membuat Revan, Haris dan Raka menoleh kesumber suara yang berada tidak jauh dari mereka.

"Mas! Tolong mas. Mbah Putri mas."

"Mbah Putri kenapa!?" Setelah saat bertanya pada Hafa, sang Bunda langsung berlari ke arah kamar mbah Putri yang selalu jadi tempat istirahatnya.

Raka berdiri, menyusul Bunda, begitu pula Tama. Revan dan Haris masih duduk tidak paham sambil menemani Hafa yang terduduk bersandar disofa.

Katanya, kata dokter yang menangani mbah Putri, beliau mengalami stroke. Entah itu ringan atau berat Dhanan tidak mengetahuinya. Saat itu Dhanan yang menemani mbah Kakung duduk sambil menunggu mbah putri yang terbaring dengan infus yang melekat dipunggung kirinya. Ayah dan Bunda yang menghadap dokter saat itu, sedangkan Raka kembali pulang, mengingat Tama disana menemani Hafa dan juga Revan serta Haris yang berada dirumah.

Keluarga Besar Singgih | NCT OT23 ✅ [END]Where stories live. Discover now