Tian - Karen

38 5 0
                                    

Karen turun dari taxi online yang ditumpangi, tepat didepan rumah Tiara, sahabatnya. Pemandangan Tian, kakak Tiara yang sedang mencuci mobil menyambut kedatangannya. Tian terlihat menikmati kegiatan itu, sebagian kaus dan celana santainya lembab oleh air dan busa sabun. Kacamata minusnya terlihat sedikit melorot dari hidung mancungnya.

"Sore kak", sapa Karen didepan pintu pagar.

"Hai Karen, masuk", sambut Tian.

Karen dengan bebas masuk kearea teras karena pintu pagar dibiarkan terbuka lebar.

"Duduk, Ren, ngapain berdiri disitu?"

"Hehe iya kak. Karen duduk ya."

"Boleh. Tapi duduk aja ya. Bangkunya jangan dibawa pulang. Nanti kakak dimarahin sama mama", gurau Tian.

Karen tertawa renyah, "Ya ga lah kak, masa aku bawa pulang. Berat tau."

"Ya kali aja kamu naksir sama bangkunya."

"Dih kak Tian ada-ada aja deh." Aku kan naksirnya sama kamu, kak. Bukan sama bangkunya, lanjut Karen dalam hati.

"Janjian sama Tiara ya?"

"Iya, janjian mau belajar bareng. Eh salah, janjian mau ngajarin aku belajar deh", jelas Karen malu.

"Ohh. Tiara tadi antar mama ke Supermarket. Tunggu dulu aja ya. Kakak juga sebentar lagi selesai kok. Tinggal dikeringkan pakai kanebo mobilnya", Tian menjelaskan.

"Iya kak. Santai aja. Aku ga buru-buru juga."

"Sip deh. Kakak lanjut raba-raba sijago kalau begitu", gurau Tian kembali membersihkan setiap sudut Pajero Sport hitamnya.

"Ya ampun. Namanya alay banget kak. Lagian, kenapa ga dibawa ke steam aja sih kak? Tinggal bayar, beres deh. Kakak tinggal duduk manis."

"Susah deh kalau ngomong sama perempuan. Ga ngerti apa-apa tentang pentingnya membangun chemistry antara kendaraan sama pengendaranya", Tian mencibir.

"Kirain cewek sama cowok aja yang punya chemistry, ternyata kendaraan juga ya", jawab Karen sambil tersenyum manis.

Saat itulah secara tak sengaja, matanya bertatapan langsung dengan mata elang milik Tian. Mata elang maskulin yang konon membuat Karen jatuh cinta pada pandangan pertama. Cinta pertamanya, selain cintanya kepada sang ayah. Mata elang itu masih memandang geli kepadanya. Otomatis Karen menundukkan kepala demi menyembunyikan rona merah yang pasti sudah menjalar keseluruh wajahnya.  

Karen mengeluarkan ponsel untuk memecah kecanggungan. Semoga Tian tidak menyadari perubahan sikapnya. Karena sampai sekarang, tidak ada yang tau tentang perasaan cintanya kepada Tian. Dan Karen memang berencana tidak memberitahukannya kepada siapapun. Termasuk Tiara, sahabat sekaligus adik kandung Tian.

Karen belum siap, atau mungkin saja tidak akan siap, bila suatu hari harus kehilangan sahabat dan pujaan hati sekaligus. Karena, Karen yakin betul, dia bukan type perempuan idaman untuk seorang Tian yang memiliki kemampuan akademis luar biasa.

Tian dan Tiara, bisa dengan mudah mendapat nilai sempurna untuk setiap mata pelajaran. Sedangkan dirinya, untuk mencapai angka 8 saja, harus ektra belajar beberapa hari sebelumnya. Mengenaskan. Sungguh memalukan kalau sampai Karen berharap cinta dari seorang yang ber-IQ tegak, sedangkan dirinya ber-IQ hampir jongkok.

"Karen!", panggil Tian dengan suara keras.

"Eh iya kak!", refleks Karen berdiri dengan suara yang tak kalah keras.

Sontak Tian langsung tertawa terbahak-bahak.

"Ya ampun, kamu tuh lagi liat apa sih diponsel. Sampai dipanggil berkali-kali ga dengar. Sekalinya dengar, udah kaya tentara, langsung bangkit berdiri. Lucu banget sih kamu, Ren", Tian menggelengkan kepala geli dengan tingkah laku sahabat adiknya.

Oneshoot Where stories live. Discover now