Taraz - Khalila

7 1 0
                                    

Khalila memandang sendu kepada sepasang pengantin yang sedang duduk di pelaminan. Nina, sahabatnya sejak kecil memutuskan mengakhiri masa lajang setelah satu bulan berta'aruf dengan pemuda baik pilihan ayahnya.

Bagas, nama pemuda beruntung itu. Bukan ketampanan atau kekayaan yang mendasari ayah Nina untuk menjodohkan Bagas dengan putrinya. Tapi karena kesalihan dan kemampuan Bagas menghafal tak kurang dari 20 juz Al-Qur-an.

Nina terlihat begitu anggun mengenakan gamis putih tulang berenda mewah dipadu dengan khimar berwarna pastel. Senyum tidak pernah lepas dari wajah sepasang pengantin itu. Sungguh pasangan yang serasi. Bagas yang tampan, bersanding dengan Nina yang menawan. Belasan tahun bersahabat dengan Nina, belum pernah Khalila merasa seiri ini. Karena, menikah dengan penghafal Al-Qur'an juga merupakan impiannya selama ini.

"Kamu istri pertamanya Bagas?", seorang pemuda tahu-tahu sudah duduk disamping Khalila.

"Eh, oh? Enak saja. Bukan! Aku sahabatnya Nina", sergah Khalila. Kurang aja sekali pemuda ini. Tiba-tiba datang dan sok kenal.

"Habisnya.. Kamu melihat mereka sendu sekali. Seperti istri pertama yang ditinggal menikah lagi", pemuda itu terkekeh. Khalila melihat profilnya dari samping. Tampan, memakai kacamata minus berlensa tipis, serta ada dekik dalam dipipinya. Masya Allah, batin Khalila dalam hati.

"Aku hanya terharu. Aku bahagia sahabatku mendapatkan pemuda baik. Semoga kelak Allah mengirimkan pemuda baik juga kepadaku", jelas Khalila. Pemuda itu tersenyum, melirik sekilas dari ujung matanya.

"Taraz."

"Hah?"

"Namaku Taraz."

"Aku Khalila", jawabnya singkat.

Tentu Taraz mengenal Khalila. Walaupun belum pernah bertemu secara langsung, tapi istri adiknya selalu menyebut nama gadis ini disetiap kesempatan. Khalila yang cantik. Khalila yang salihah. Dan dari pertama datang kesini, gadis berkerudung pastel inilah yang mencuri perhatiannya. Senyumnya... Membuat Taraz harus berulang kali menghela napas untuk meredakan debar jantungnya.

"Jadi Khalila. Kamu sudah menemukan pemuda baik itu?"

Khalila tertawa renyah. "Belum. Aku sudah memasrahkan jodohku kepada Allah, dan kepada ayahku. Aku memutuskan untuk duduk manis saja."

"Apakah ayahmu ada disini?"

"Ya", Khalila mengedarkan pandangannya. "Ayah dan ibuku ada disana. Beliau mengenakan batik warna merah."

"Izinkan aku bertemu dengan beliau."

"Untuk apa?"

"Pertama, aku ingin memperkenalkan diri sebagai kakak kandung Bagas. Kedua, aku ingin meminta izin kepada beliau, untuk berta'aruf denganmu", terang Taraz sambil tersenyum. Kembali menampilkan dua dekiknya yang memesona.



Oneshoot Where stories live. Discover now