6》Pendamping Pengganti?

128 25 11
                                    


Benar apa yang dikatakan Salwa, bahkan ia tidak pernah mengira jika kondisi Alara akan seburuk itu. Terbaring lemah dengan beberapa perban juga alat bantu yang menempel disetiap tubuhnya.

Ada Ummi yang sedang mengelap wajah yang terlihat begitu pucat, terbaring tak berdaya dengan kondisinya saat ini. Benar-benar terlihat buruk, bahkan darah yang terlihat menyerap pada perban lengan kanannya terlihat jelas disana.

Kembali terjadi, nafasnya terengah-engah dengan tubuh yang bergetar kecil. Hal itu jelas membuat panik, terlebih Ummi yang masih berada didalam sana. Tubuh yang hendak masuk itu terhalang oleh Doker juga beberapa perawat disana, menangani Alara yang terlihat sangat memprihatinkan.

"Akang? Ummi, Alara kenapa?"

Atensi yang sebelumnya tertuju pada Imran, kini beralih menatap bertanya sang Ummi kala tatapannya menangkap Alara yang sedang ditangani oleh Dokter juga bebetapa perawat disana.

"Nafasnya.."

"Lagi?"

Ummi mengangguk, lantas kakinya melemas, beralih duduk pada kursi tunggu dengan air mata yang kembali membendung dipelupuk matanya. Merasa jika sang Ilahi tak adil pada Alara.

Mengapa wanita itu diberi kesakitan yang bahkan belum pernah Salwa bayangkan sebelumnya. Apa alasannya?

"Akang puas kan? Akang mau nyalahin Alara buat semuanya kan? Akang puas liat Alara sekarat didalam sana kan? Akang puas?!"

"Nak.."

Dianna juga Ummi menjadi penengah antara mereka, berusaha meredamkan amarah Salwa yang terlihat disana. Menatap sang Kakak remeh dengan kekehan yang sedikit terdengar,

"Akang kesini bukan buat jenguk Alara, Ummi. Tapi mau jemput Ummi, Akang juga minta Salwa buat gak jagain Alara. Tapi Salwa gak sejahat itu Ummi.. kalo Salwa pulang, siapa yang mau jaga Alara nanti? Salwa gak bakalan ninggalin Alara sendiri disini"

Tidak ada balasan, karena Imran sendiri bingung harus menjawab apa. Semua sangat diluar dugaannya, bahkan tentang kondisi Alara sekalipun.

"Akang dimana ruang─ Ummi?"

Tatapan mereka beralih, menatap sosok wanita yang baru saja datang dengan satu bucket bunga sedang ditangannya.

Senyum kecil Salwa terlihat, menatap sang Kakak dengan wanita itu bergantian. Ia kenal betul siapa wanita itu, wanita yang sering kali mencurahkan isi hatinya pada dirinya. Keluarganya memang jarang bertemu, tetapi dengan Salwa.. mereka sering bertemu saat ia sedang berkunjung menemui Bunda.

"Nak Farah?"

"Ummi.."

Kakinya mendekat, menyalimi dan memeluk tubuh sang Ummi yang sudah sangat lama ia rindukan. Sudah sangat lama, tetapi senyum dari wajah itu sangat Ummi kenali dengan lesung pipi yang terlihat manis.

"Salwa.. ini, tadi aku bingung mau beli apa, tapi Kang Imran nyaranin buat bawa bunga aja"

Tatapan malasnya terlihat,
"Alara belum meninggal, kenapa bawa bunga?"

".. oh, karena Akang kan? Akang mau Alara cepet-cepet gak ada, gitu?"

"Astaghfirullahal'azim.. Salwa, nak. Itu Akang kamu, gak boleh bilang gitu, Ummi gak ngajarin kamu buat gak sopan sama Akang kamu"

"Kenyataannya gitu Ummi.. tapi sayang kang, satu nyawa gak bisa dituker dengan nyawa lain"

"Salwa!"

Tidak masalah jika sang Adik menyudutkan dirinya, namun jika pembicaraan itu mengarah pada sang Istri, ia tidak akan membiarkan perkataan buruk itu menjadi bahan perbincangan.

Because 51:49Where stories live. Discover now