Part 1

3.2K 247 26
                                    

Mita celingukan saat memasuki ruang kelas kosong milik mahasiswa kedokteran. Jantungnya berdebar, ia nekat masuk ke dalam kelas ini hanya untuk meletakkan tas karton yang berisi sepatu kets berukuran 45 berwarna navy milik seorang mahasiswa yang ada di kelas ini secara diam-diam.

Sebenarnya Mita ingin menyerahkannya secara langsung. Hanya saja, ia terlalu takut akan bersikap bodoh di depan lelaki yang membantunya tempo hari.

Baru kemarin Mita mengetahui nama lelaki itu, teman-teman angkatannya memanggilnya Randra dan ketika Mita menyebutkan nama lelaki itu tanpa suara, anehnya ia suka bagaimana sensasi lidahnya ketika menempel pada gigi, membentuk huruf 'n' untuk mengeja nama lelaki itu.

Mita tak mau mengaku kalau ia sedang jatuh cinta, jatuh cinta pada pandangan pertama itu memalukan, ia bukan lagi anak remaja kemarin sore yang mudah berbunga-bunga karena hal-hal sepele seperti terlibat dalam kejadian yang membuatnya bertemu Randra secara kebetulan.

Tapi bagaimana dengan hatinya yang berdebar tak tahu malu saat melihat tas ransel milik lelaki itu tergeletak di meja kedua paling depan?

Bagaimana menjelaskan ekspresi wajahnya yang tersenyum linglung seakan sedang memandangi sebuah karya seni yang sangat fantastis?

Ini berlebihan, Mita menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir perasaan ambigu yang ia rasakan.

Ia akan terlihat seperti maniak jika hanya memandangi ransel milik lelaki itu saja, jantungnya sudah berdebar tak karuan.

Mita meletakkan tas karton berwarna cokelat yang ia bawa di atas meja Randra, membuka sedikit celah atasnya untuk melihat sepatu yang sudah ia cuci beserta notes pink yang ia tempel tepat di bagian tali sepatu.

Ia sengaja tidak menuliskan namanya karena Randra tidak akan mungkin mengenal Mita. Mereka tidak pernah mengobrol sebelum atau sesudah pertemuan memalukan tempo hari itu.

Bahkan saat Mita secara tak sengaja menyadari bahwa Randra merupakan mahasiswa kedokteran di fakultasnya setelah ia mengikuti BEM khusus fakultas yang juga diikuti oleh lelaki itu, Mita tetap saja merupakan orang asing bagi Randra, karena lelaki jangkung itu sama sekali tidak mengingat dirinya dan sepatu kets navy yang menjadi saksi pertemuan mereka.

Mita mendesah lega setelah berhasil berlari keluar kelas, menuju lorong paling ujung untuk masuk ke dalam toilet wanita.

Ia memegangi dadanya, menetralkan detak jantungnya yang menggila. Jangan sampai seseorang melihatnya masuk diam-diam ke dalam kelas jurusan lain.

Dan jangan sampai ada yang tahu bahwa Mita secara rahasia mencatat semua jadwal harian Randra, sampai ia tahu kapan lelaki itu harus masuk ke ruang praktik dan meninggalkan tasnya di dalam kelas.

Mita tahu ini menakutkan, ia seperti penguntit. Tapi apa yang ia lakukan murni karena ingin mengembalikan sepatu milik lelaki itu, tidak lebih dan tidak akan Mita manfaatkan untuk hal-hal lain yang memalukan.

Mita juga punya harga diri, ia bukan tipe orang yang mudah menempel pada lelaki, ia bahkan belum pernah berkencan lebih lama dari sebulan.

Baginya, hubungan itu rumit. Hidupnya sudah cukup rumit, ia harus mengurus neneknya yang sekarang hanya bisa berbaring di rumah sakit, menunggu Mita setiap hari untuk datang berkunjung.

Belum lagi ia harus bekerja setelah pulang kuliah, pergi ke rumah-rumah milik siswa kelas 3 SMA yang harus ia bimbing sebelum masuk ke universitas.

Jadwalnya sangat padat, ia tidak punya waktu untuk memikirkan Randra. Ditambah ia sudah cuti selama setahun karena harus bekerja mengumpulkan uang untuk membayar semester tahun ini.

How to Chase Mr. ArrogantWhere stories live. Discover now