Chapter 17

2.5K 231 85
                                    

"Hendak bertemu dengan siapa, Tuan?"

Langkah New terhenti karena interupsi dari seorang resepsionis yang ia lewati. Wanita ramah bersanggul tinggi dengan name tag Jane Ramida di dada kiri masih menanti jawabannya.

Dengan kertas alamat dari First yang sudah lusuh karena ia remas sedari tadi New mendekat langkah. Menengok kanan kiri kecil memperhatikan keadaan kantor yang masih sangat ramai meski senja sudah mengukuhkan diri.

"Tay Tawan ada?" Kedua tangan si lelaki mengatup lipat di meja resepsionis yang setinggi dada.

"Apakah anda sudah membuat janji sebelumnya dengan Beliau?"

New menggeleng. "Belum. Tapi saya harus bertemu Tay Tawan sekarang!!"

"Maaf, Tuan. Tuan Tay tidak bisa menerima tamu sembarangan tanpa janji. Apalagi dengan orang yang tak dikenal."

"Dia kenal saya!!! Tolong pertemukan saya dengan Tay, saya harus ketemu dia sekarang juga!!!!"

"Maaf sekali lagi, Tuan. Tapi ini sudah peraturan. Tolong jangan buat keributan di sini atau saya panggilkan keamanan." Jane sebisa mungkin masih bersikap sopan.

Sabar New mulai terkikis. Niatnya ingin lari saja menerobos, mencari ruangan Tay Tawan. Tapi sayang, seorang satpam duluan datang menghalaunya.

"Maaf Tuan, lebih baik anda keluar kalau mau bikin ribut saja." Gertak sang satpam.

"Nggak. Saya harus ketemu Tay Tawan. Tay Tawaaan!!!!! Keluar kamu!!! Kita perlu ketemu!!!"

"Tay Tawaaan!!!"

Berteriak bagai manusia tanpa pendidikan. Mengabai harga diri asal keadilan bagi putranya bisa ia perjuangkan. Masa bodoh soal norma kesopanan yang selama ini ia sanjungkan.

Beberapa pegawai mulai mendekat mengerubungi. Memandang tingkah New penuh rasa ingin tahu. Menimbulkan kerumunan di bagian lobby.

"Tay Tawaaaaan!!!"

"Apa ini ribut-ribut??"

Deg.

Suara yang tak asing bagi New meski dua puluh tahun telah berlalu.

Detak sol sepatu mahal beradu keramik terdengar semakin dekat. Kerumunan pegawai membelah diri otomatis, memberi jalan. Seraut arogan muncul dengan kerutan di dahi memandang apa yang terjadi.

"Maaf, Tuan. Dia mencari Tuan dari tadi.
Saya sudah bilang kalau belum ada janji tidak bisa bertemu Tuan. Tapi dia memaksa."

"Hm. Terimakasih, Jane. Kembali bekerja. Yang lain juga!!!" Dan perintah sang atasan tak ada yang mampu membantahnya.

New yang masih dalam cekalan satpam memandang lurus pada Tay Tawan. Memperhatikan bagaimana lelaki itu mendekat padanya tanpa sedikitpun kekagetan mendera. Dekat, sangat dekat. Bahkan aroma white musk milik Tay tercium sempurna di hidung New.

"Lepas, dia urusan saya." Mata setajam elang itu cukup membuat nyali satpamnya menciut.

"Baik, Tuan. Permisi."

Berdiri berhadapan di tengah lobby, Tay menelisik sekitar. Tak mau masalah pribadinya jadi tontonan.

"Ikut saya!" Tak ada alasan untuk New tak mengikuti ke mana langkah Tay memimpinnya.

Menaiki lift yang hanya diisi mereka berdua, diam tetap jadi topik utama. Tak ada obrolan, saling berkutat dengan isi kepala masing-masing tentang cinta masa lalu yang ada di depan mata.

Ting!!!

Entah lantai di ke berapa lift berhenti. New tak peduli, asalkan ia bisa cepat pergi dari situasi tak nyaman antara ia dan Tay Tawan.

CATASTROPHEWhere stories live. Discover now