36. Menyingsingnya Matahari

22.3K 4.2K 5.7K
                                    

"Bernaunglah di bawah gumpalan awan hitam, karena Sang Matahari telah naik ke peraduannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



"Bernaunglah di bawah gumpalan awan hitam, karena Sang Matahari telah naik ke peraduannya."


Selamat Membaca


"I-ibu... ibu..."

Kedua tangan pria berhanbok hitam itu gemetaran, gemetar dengan hebat hingga ia tak mampu untuk mengendalikannya. Mata Sang Pangeran mulai memerah, dia lihat sepasang manusia di depannya yang tergeletak di atas tanah hutan dengan ketidakberdayaannya.

Wang Jae menangis, menggenggam tangan ibunya yang mulai mendingin. Kedua orang itu masih hidup, mereka masih hidup dengan napas yang tersengal.

"Ibu..." ia elukan terus menerus wanita di depannya.

Pedang Yin benar-benar berhasil melubangi perut ibu dan ayahnya secara bersamaan, Sang ayah masih memiliki kesadaran, memeluk Sang ibu dengan erat dan menciumi pelipis wanita itu dengan tubuh gemetaran.

Perlahan, Na Yoon tersenyum, meski rasa sakit itu telah membuat seluruh tubuhnya lumpuh.

"B-bukankah... ibu su...dah berka...ta," lirih Na Yoon putus-putus, "jangan m-me...musuhi a-ayah...mu."

"Ibu... ibu bertahanlah..!" Wang Jae menangis, kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan. Dia merasa sesak napas melihat Pedang Yin menembus tubuh orang tuanya, namun dirinya takut untuk mencabut pedang itu.

"Pergi...lah, J-Jae-ya..." bisik ibunya.

"Ibuuu... ibu maafkan Jae! Maafkan Jae!! Mengapa ibu datang! Mengapa ibu melakukan ini?!" Wang Jae menderu panik.

"Jae, i...bu, s-sangat... mencintai... a-ayah...mu..."

Mendengar kalimat itu terlontar, Wang So berlinang air mata, dia memeluk tubuh dalam rangkuhannya itu semakin erat. Menghirup aroma lembut Sang terkasih yang telah berpisah darinya selama bertahun-tahun, bau tubuh Na Yoon yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

Suhu tubuh, sentuhan kulit, aromanya, sama sekali tak ada yang berubah dari perempuan itu meski dua puluh tahun lebih telah berlalu.

"Yoon..." Sang Raja berbisik, mendekapnya dengan sangat erat. "Maaf...kan a-ku..."

"A-ayah... ayah aku—"

"Nak, pergi...lah..."

Kedua orang tuanya tersenyum, dengan linangan air mata menyedihkan yang menusuk ke ulu hati Pangeran ke tujuh. Pria itu semakin menjerit, sesekali mengguncang tubuh ayahnya agar kesadarannya tetap terjaga. Namun dia tidak tahu, dia tidak tahu bagaimana rasa Pedang Yin yang sedingin es itu merobek perut kedua orang tuanya.

Dengan suara yang nyaris menghilang, Na Yoon berkata, "setidak...nya, k-kau tahu... jika kau m-me...miliki ibu yang... s-sangat men...cintai...mu."

[✔] 5. 真実 [TRUTH] : The PrologWhere stories live. Discover now