1

8.8K 836 34
                                    


"Per-jam, service tergantung paket." Ola melihat lelaki yang berdiri di depannya, bukan dari pejabat sepertinya apalagi pengusaha.

"Paket?" tanya pria itu kebingungan. "Seperti tawaran?"

Terlihat sekali tidak bermodal. "Anda bawa uang berapa?"

"Lima juta."

Olla ingin tertawa. "Itu untuk segelas kopi di sini." lantas, wanita itu menyuruhnya pergi. "Anda salah tempat."

"Kamu biasa saja, lima ratus ribu pasti rugi aku." laki-laki itu belum pergi, masih berdiri di ruangan yang dijadikan lobi di gedung itu.

"Hei!" ia memanggil wanita tadi. "Kamu yakin akan melewatkan uangku?"

Olla melambai tanpa menoleh. "Pulanglah, beli saja obat kuat untuk istrimu."

Lima juta? Yang benar saja. Rata-rata yang datang tidak bisa pernah menanyakan harga, barang bagus dan service memuaskan harga net  30 juta. 

Laki-laki itu terpaksa pergi dengan kesal. Lima juta di gang mak Erot dia bisa membawa pulang 50 orang free makan lagi. Kalau taubat lima juta sudah bisa menikahi seorang gadis.

"Batal?"

"Modal otot."

"Berapaan emang?"

"Lima ratus ribu," jawab Ola, dan wanita yang bertanya pun tertawa. 

"Kapan-kapan kita jual gorengan di bawah." tawa wanita tadi menular ke Ola. 

Ya kali ikhlasnya lima ratus ribu, dia pikir ini panti jompo?

Kebetulan Ola shift malam ini, jadi ia yang menerima pendaftaran pelanggan. Lumayan, pekerjaan ini bisa memakmurkan hidupnya. Dari yang dulu dipandang hina oleh saudara sekarang kalau pulang kampung semuanya memuji, apalagi tetangga. 

Dua orang pria masuk, Olla menyambut seperti biasa.

"Kami mencari mami." lelaki itu tidak menatap saat bicara. "Bisa panggilkan?"

"Dengan siapa?" Ola bertanya terlebih dulu. Setiap orang yang datang ingin bertemu pemilik gedung itu harus ditanya lebih detail. Banyak yang sudah dikenali Ola, tapi dua orang ini baru pertama kali dilihat.

"Yohanes." 

Di bawah meja, tepatnya sebuah laci Ola mengirimkan pesan suara kepada yang bersangkutan.

"Saya akan menghubunginya, ditunggu." kemudian wanita itu menelepon mami untuk mendengarkan jawaban.

"Mari saya antar." Ola mendahului sebagai penunjuk jalan menuju ke ruangan mami mengantarkan kedua tamu tersebut. 

Ada tiga puluh anak tangga yang harus dilewati untuk sampai ke ruangan mami. Cukup menyita energi. 

Setelah mengetuk pintu ruangan mami, Ola mempersilahkan dua orang tamu itu masuk. Kemudian ia bergegas kembali ke meja kerjanya.

"La, sini bentar."

Ola mendekat, saat Reni memanggilnya.

"Kenapa?" 

Reni menyeret Ola ke kamar, dan wanita itu harus mencium bau amis yang cukup menyengat.

"Itu mati?" tanya Ola melihat lelaki tanpa pakaian tergeletak di kaki ranjang. Bertubuh subur dan rambut gondrong, biasanya yang begini kesukaan mami.

Reni menggeleng. 

"Terus darah itu?"

"Dia mau bunuh diri, sepertinya baru putus dari pacarnya." 

Cairan dosa tidak terlihat tapi baunya sungguh menyengat. Melihat keadaan ranjang dan sofa  wajar jika baunya seperti ini. Mereka sudah biasa, tidak akan mual.

"Telepon pak Rusli saja." karena Ola sedang shift tidak bisa lama-lama meninggalkan meja kerjanya makin larut malam biasanya semakin ramai pelanggan.

"Mami?"

"Sedang ada tamu, nanti aku yang kasih tahu beliau."

Reni mengangguk, ia akan melakukan saran temannya. Sementara Ola bergegas turun. Wajahnya cerah ketika melihat delapan orang lelaki di depan meja shift.

"Selamat malam," sapa Ola. Wanita itu mengenal lima orang diantara lelaki itu yang merupakan pelanggan setia.

Rata-rata dari mereka sudah memiliki keluarga,  miris memang. Istri-istri mereka bukan orang biasa tapi ada saja nilai minus di mata pria hidung belang itu.

Up juga di Instagram @ryanimuhammad_

Wanita Bertarif Tinggi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang