Case 07

35 16 10
                                    

"Kalau begitu, tolong jelaskan kronologi kejadian ketika kamu mencari Nadya. Secara lengkap."

"Maksudnya?" Frida cengo ketika mendengar ucapan Dadang. Sedangkan pemuda itu tersenyum saja.

"Ya, ceritakan kronologinya secara lengkap."

"Dengar, aku sudah menjelaskannya secara—"

"Tidak, tidak. Aku yakin ada bagian yang kamu lewatkan." Frida terdiam mendengar balasan tak terduga. Sedangkan Dadang makin tersenyum lebar. "Nah, aku benar, 'kan. Jadi, bisa ceritakan asal mulanya? Secara lengkap."

Mengalirlah penjelasan Frida. Semua dia katakan tanpa ada yang ditutupi. Gadis itu sebenarnya tak percaya pada pria di hadapannya, tetapi hanya pria ini yang mempercayai dan dapat menolongnya.

"Nadya nggak menjawab WA-WA-ku sampai masuk jam malam. Bahkan, teman-teman yang piket sudah keluar semua. Karena khawatir, aku mencarinya."

Gadis itu berhenti. Sekali lagi, dia memandang polisi muda di hadapannya. Anggukan kepala serta raut penuh keyakinan dari Dadang memberinya energi untuk meneruskan.

"Terus, di kelas, ada tulisan merah. Intinya, tulisan itu nyuruhku ke gudang. Kemudian—,"

"Lalu kau menemukan korban dalam kondisi yang buruk. Benar?"

Frida mengangguk. "Saya panik, sampai tidak berpikir untuk menelepon seseorang. Lalu, di tengah kepanikan saya itu, Anda dan tim datang."

****

"Bagaimana interogasinya? Anak itu sudah mau mengaku?"

Dadang menggeleng, membuat seniornya marah besar. Digebraknya meja kayu pemisah keduanya di hadapan, menimbulkan suara yang mengerikan akibat ditelan malam.

Jam jaga malam kali ini terasa mencekam, meski begitu Dadang sama sekali tidak gentar. Tatapan tajam seniornya sama sekali tidak menggoyahkan niat Dadang untuk mengungkap kebenaran.

"Anak itu bukan pelakunya, Senior. Dia dijeb—,"

"Setelah bukti jelas yang ada, kau masih bisa mengelak?!"

"Bapak bisa memeriksa ponsel tersangka dan korban. Tidak ada yang mencurigakan dari itu."

"Bukti digital bisa dihapus dengan mudah. Aku tidak akan memakainya," tegas sang senior.

Dadang memandang senior lekat. "Berikan saya waktu satu minggu dan akan saya beri buktinya langsung di depan mata Senior."

Bukannya memberi kesempatan, pria tua itu justru tersenyum meremehkan. "Anak bawang yang bahkan gagal menangani kasusnya sendiri mau memberikan bukti padaku? Jangan-jangan kau mau merekayasa buktinya?" Mendengar balasan sang Senior, Dadang hanya bisa diam.

****

Suara keras di samping membuatnya menoleh dari kegiatan melihat tayangan di situs streaming film. Dadang yang baru saja duduk mendelik padanya sekejap sebelum tenggelam dalam setumpuk berkas.

"Kenapa?" tanyanya sekilas sebelum kembali pada tayangan di komputer.

Dadang hanya diam, tak membalas pertanyaan darinya. Pada akhirnya Robi pasrah, dia lebih memilih menghabiskan waktu istirahat dengan menonton serial korea kesayangan dibanding kembali mengajak Dadang berbicara ketika suasana hatinya buruk.

Meskipun Dadang sudah berulang kali membaca laporan kasus, pemuda itu tetap merasakan hal yang janggal. Kesaksian gadis itu menyinggung tentang tulisan di papan tulis, tetapi ketika mereka mencari barang bukti tak ada hal semacam itu di setiap kelas. Ada yang aneh, Dadang jelas yakin. Namun, tampaknya sang senior sudah sangat puas walau bukti hanya menunjukkan tulisan tangan dan sidik jari pelaku.

Giselle [✓] #WRITONwithCWBPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang