Case 25

11 3 11
                                    

Dadang memacu mobilnya dalam kecepatan yang sedikit di atas rata-rata dari ketentuan lalu lintas. Hal itu tentu saja membuat Robi panik.

"Kak! Pelankan sedikit dong mobilnya, jantungan nih." Sayang, meski Robi protes, polisi satu itu tak menggubris ucapannya.

Mereka berpacu pada waktu, siapa yang dapat memprediksi gadis gila itu dalam bertindak, 'kan?

****

Jauh dari lokasi Dadang, Tristan sebagai pelajar biasa hanya bisa mengandalkan motor matic yang dirinya pinjam dari sang Ibu. Maaf-maaf saja, dia tak punya sim mengemudi mobil—dan daripada dia kena tilang, lebih baik dia menaiki motor butut tersebut.

Pemuda itu menjalankan motornya ke sebuah rumah. Frida sempat menunjukkan rumah tersebut sebagai rumah teman atlet prianya. Gadis itu mengatakan, bahwa jika terjadi sesuatu padanya, Tristan harus ke rumah tersebut dan menjelaskan situasi yang terjadi. Saat itu Tristan tertawa, mengatakan Frida terlalu paranoid—yang dia sesalkan sekarang ketika firasat Frida selalu berakhir benar.

"Siapa?" Seorang pemuda berbadan kekar bertanya ketika pintu rumah dibuka. Tristan sempat kaget sebentar, pemuda ini lebih besar dari tubuhnya yang kurus tinggi.

"Aku ... Tristan," ujarnya sembari menjeda kalimat, mencari kata-kata yang pas untuk dikatakan. "Frida mengatakan, kalau terjadi sesuatu dengannya, kamu harus diberi tahu," lanjutnya kemudian.

Mendengar nama Frida disebut, pemuda itu segera mendesak Tristan untuk bercerita. Selama tiga menit Tristan menceritakan kejadian dengan sangat singkat, ketika paham pemuda itu masuk ke rumah, dan keluar dengan sebuah kunci motor.

"Naik motorku aja," perintahnya tegas membuat Tristan mau tak mau mengikutinya tanpa banyak protes. Mereka segera bertolak ke lokasi yang sempat Frida kirimkan sebelumnya.

****

Di sisi lain, Frida masih harus mendengarkan ocehan tak masuk akal Giselle. Gadis itu tak habis pikir pada pola pemikiran sang gadis. Dia gila, dan meski Frida tahu dirinya harus bertahan sedikit lagi karena Zoe—orang yang tak dia duga ada di belakangnya dengan sebuah pecahan kaca di tangannya.

Rasanya tak ingin percaya, Zoe orang yang dirinya anggap sahabat, ternyata musuh dalam selimut.

"Awas loh, aku nggak mau Frida terluka, Zoe." Giselle mendelik pada gadis itu sebentar, sebelum tiba-tiba tertawa lagi di hadapan Frida.

Zoe sendiri, gadis itu hanya diam, membalas peringatan Giselle dengan sebuah senyum manis. "Tentu saja, aku masih ingin bermain-main dengan orang yang membuat kakakku dikeluarkan dari daftar pewakilan lari sekolah."

****

Tristan ada beberapa meter dari tanjakan di lokasi yang Frida kirim. Pemuda itu memandang sebuah gedung terbengkalai di atas tanjakan, sedang pemuda di sampingnya hanya memperhatikan.

"Kenapa kita nggak langsung masuk aja?" tanyanya setelah beberapa menit terlewatkan tanpa aksi.

Tristan melirik pemuda itu sebentar. "Berbahaya, bisa saja terjadi hal yang tak diinginkan ...." Ucapan Tristan terhenti karena dia lupa nama pemuda tersebut.

"Vian."

"Kita tunggu kabar dari Pak Dadang, dia sedang mengecek lokasi satunya." Baru saja Vian ingin bertanya, dering ponsel di saku Tristan membuat pemuda itu mengabaikan kehadirannya.

"Tak ada apa-apa di sini," ucap Dadang dari seberang. Dadang dan Robi berada di sebuah rumah pohon dekat hutan sebuah komplek. Mereka baru saja turun dari sana setelah itu menelpon Tristan. "Tapi ada satu hal yang cukup mengejutkan."

Giselle [✓] #WRITONwithCWBPOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz