Unexpected

479 32 5
                                    

Blurb:

Krist yang kabur dari rumah tidak sengaja bertemu dengan polisi yang membantunya dari penjahat. Apakah polisi itu juga akan membantu untuk mengatasi masalahnya?

_________

Suara gaduh memenuhi ruangan, barang-barang terlempar dan berserakan diatas lantai. Lagi-lagi Krist harus melihat pertengkaran kedua orang tuanya. Ia muak, hampir setiap hari ia melihatnya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk pulang, tak pernah ia dapatkan. Sudah beberapa kali Krist mencoba untuk bersabar, berharap semuanya akan kembali seperti dulu, hangat dan tentram. Tapi setiap hari pula, harapan itu di patahkan begitu saja saat ia sampai di rumah.

Percuma memiliki rumah mewah dengan fasilitas lengkap jika sebuah kenyamanan tak didapatkan di dalamnya. Rumah hanya sebuah bangunan mati yang tak dapat memberi afeksi, jika orang-orang didalamnya tidak memberikan rasa padanya, maka rumah itu tak layak untuk disebut 'tempat pulang'.

Krist tau bahwa keluarganya memang bukan keluarga yang sempurna, kedua orang tuanya selalu sibuk dengan urusan pekerjaan. Berangkat pagi, pulang pagi lagi. Tapi setidaknya mereka masih memberikan arti keluarga hingga beberapa bulan lalu. Ya, beberapa bulan lalu, sebelum papanya terlibat perselingkuhan dengan sekretaris pribadinya.

Sejak saat itu, keluarganya benar-benar hancur. Papanya tidak mau meninggalkan rumah dan membawa selingkuhannya pulang, hal itu sama saja seperti menabur garam pada luka yang mengangga di hati mamanya. Pertengkaran mereka semakin panas saat satu sama lain memperebutkan harta. Tidak ada yang mau mengalah, karena pada dasarnya mereka mencari harta itu bersama-sama sehingga mereka memang berhak untuk mempertahankan miliknya.

Alasan mereka tidak mau bercerai cukup simpel, karena tidak mau mendapatkan sorotan publik yang akan berakibat pada nilai saham perusahaannya. Terlalu banyak sensasi akan membuat orang muak dan tidak lagi mempercayai bisnis mereka. Sehingga tidak ada orang yang tau tentang kehancuran rumah tangga orang terkaya di Thailand itu. Depan publik mereka seolah menjadi pasangan yang harmonis, namun ketika sampai di rumah mereka kembali menjadi dingin tanpa sapa.

Cukup. Sudah hilang kesabaran Krist, sudah hancur harapannya, tidak ada lagi yang bisa diselamatkan dari keluarga yang penuh drama ini. Krist ingin pergi, lari sejauh-jauhnya menghindari kenyataan. Mungkin saat ini meninggalkan rumah adalah keputusan terbaik. Krist mengemasi barangnya, memasukkannya dalam tas ransel besar berwarna hijau tua kemudian keluar dari rumah tanpa permisi. Entah kemana kakinya akan membawanya pergi, yang pasti ia ingin pergi sejauh-jauhnya.

Krist memasang earphone pada telinganya, memutar lagu berirama merdu. Sesekali mulutnya melantunkan beberapa bait dari lirik lagu yang sedang diputar hanya untuk mengusir rasa sendu. Dinginnya malam semakin terasa seiring jauhnya ia melangkah. Tangan kanan mendekap tangan kiri dan meletakkan pada dadanya, mengusapkan pelan jemarinya pada jaket yang digunakan untuk menghangatkannya.

“Hai Nong, sendirian saja. Mau Phi temanani, tidak?”

“Kau manis sekali, Nong.”

Meskipun suara earphone di telinganya cukup keras, namun Krist masih bisa mendengar suara pria-pria yang sedang mabuk di pinggir jalan itu. Rasa takut mulai menghantuinya saat beberapa pria mulai mendekat padanya, ia mencoba untuk lari namun mereka memblokir jalannya.

“Mau apa kalian?” Ujar Krist dengan nada bergetar.

“Malam ini dingin, aku akan menghangatkanmu.”

Oneshoot [SingtoKrist]Where stories live. Discover now