Episode 1: Polisi sama saja seperti bandit?

475 68 29
                                    

WARNING! CERITA INI PERNAH AKU UNPUSBLIS. SEKARANG BANYAK NAMA TOKOH DAN ALURNYA YNG DIGANTI

Happy Reading

***

"Jen. Tolong kerjakan dulu yang ini ya, mamah mau bukain pintu." Wanita paruh baya berdiri dari kursi dimeja makan.

Aku baru turun dari anak tangga terakhir, menatap kepergian mamah. Aku melangkah ke meja makan, seorang gadis seusiaku duduk sambil membungkus puluhan kue-kue kering diatas meja makan.

Dia menoleh padaku. Aku menarik kursi didepan dia. Suara berisik ibu-ibu mengobrol terdengar mendekat memenusi ruangan. Tanpa menebak pun aku tahu mereka adalah gerombolan kerabat kami yang datang berkunjung.

Kebetulan mereka datang hari ini, pesanan kue mamaku sedang numpuk. Sejak kemarin malam kami pegang terus membuat kue-kue pesanan. Mamaku sudah bekerja sekitar 15 tahun mewarisi tradisi keluarga kami. Makanya kerabat lain selalu datang, kadang ada yang membantu atau hanya sekadar main kerumah.

"Aduh.. lihatlah, sekarang kamu sudah tinggi ya, ganteng lagi. Cocok nih dijadikan mantu!" Itu suara mama, kerabat lain yang kebanyakan ibu-ibu tertawa.

Mamaku bergurau. Tidak mungkin salah satu dari putrinya akan dinikahkan dengan sepupu sendiri. Mama masuk melintas meja makan menuju dapur, ia sedang memanggang kue.

Beberapa ibu-ibu diruang tamu ternyata sudah banyak yang membantu ketika mama mengeluarkan kue dari oven.

Seorang laki-laki melangkah pelan memasuki ruang makan. Kedua tangan pria dimasukkan kedalam saku. Ia menatap kami berdua, karena aku duduk membelakanginya, aku tidak terlalu peduli.

"Hallo adik sepupuku yang manis.." nah, itu dia suara familier yang selalu menganggu pekerjaan kami berdua.

Tapi gadis didepanku tersenyum ramah. Dia sangat antusias ketika kerabat kami datang, karena pekerjaan kami akan lebih ringan.

"Eh, kak Raff!" katanya.

Cowok itu tersenyum menampilkan deretan gigi. Gadis itu berdiri membuatku yang asik membungkus kue menatapnya.

"Kak Raff kesini mau membantu?" Tanyanya.

Cowok itu terkekeh geli. "Tentu saja,"

"Baguslah. Kalau begitu, aku serahkan tugas ini kepada kalian berdua. Pekerjaan rumah sedang menungguku." Seru gadis itu pamit pergi. Cowok itu melambaikan tangan padanya.

Ia duduk dihadapanku, tempat kembaranku tadi duduk. "Hello!" Lagi-lagi dia menyapaku dengan cengiran khas.

Aku tak mendongkak, melirik saja tidak. Aku menunduk sibuk membungkus kue-kue dengan plastik.

"Katanya mau membantu. Kamu bisa memasukan kue itu kedalam plastik, nanti aku yang menempelkan perekatnya." kataku cuek.

Kedua bahu dia terangkat, tidak peduli. "Silahkan saja kamu yang bekerja, aku kesini hanya ingin melihat." Aku menatap dia. "Semua mamah-mamah sibuk bekerja, kau pikir pria tampan seperti ku harus melakukannya?"

Aku mengumpat dalam hati. Dia adalah sepupu tiriku yang terpaut 10 tahun denganku. Katanya dia sudah menjadi polisi setelah mengikuti akademi selama 4 tahun. Tapi dia adalah sosok kakak sepupu yang menyebalkan, sama seperti lima tahun lalu kami bertemu.

"Lalu kenapa tidak bergabung dengan orang tua dibalkon saja? Daripada memandoriku tanpa membantu."

Ia memasang senyum menyebalkan, menyandarkan punggung kekursi. "Orang tua membosankan, aku tidak mau disamakan dengan perkumpulan bapak-bapak. Lebih asik menganggu adik sepupuku yang hobinya marah-marah ini. Lihatlah, wajahmu masih sama seperti dulu adik."

The Between Us (1)Where stories live. Discover now