👀 Cukup Tau - Duapuluh Enam

1.2K 167 10
                                    

Aku terdiam dengan dagu yang bertumpu pada tangan yang sengaja aku senderkan di atas meja kerjaku.

Mengernyit bingung sambil berpikir saat menatap layar monitor di hadapanku. Bukan, bukan karna aku tidak mengerti atau apapun. Hanya saja pikiranku sedang tidak berada di sini bersamaku.

Aku masih memikirkan kejadian malam itu. Di mana aku melihat Sandra yang juga ada di rumah Iren saat lamaran kembarannya itu.

Yang membuatku penasaran adalah ketika aku tanpa sengaja melihat Kak Avin dan Sandra yang berdiri berhadapan di depan pantry.

Tidak begitu mendengar dengan jelas karna suara bising dari ruang tamu. Awalnya aku hanya ingin ke kamar mandi untuk buang air, tapi saat di seperempat jalan aku hampir sampai di toilet yang memang bersebelahan dengan pantry, aku langsung menghentikan langkahku dan bersembunyi di belakang lemari besar.

Yang aku lihat terakhir sebelum Iren memanggilku adalah, ketika aku melihat Sandra yang berjinjit dan mencium Kak Avin. Hampir mengenai bibirnya.

"Apa mungkin waktu mereka pacaran. Gaya pacaran mereka juga begitu? Kecup-kecup manja," gumamku pelan yang menurutku hanya aku saja yang mendengarnya.

Tapi meskipun begitu. Ada yang aneh dalam diriku. Aku merasa tidak suka dan sedih saat melihatnya. Bahkan dari semalam saja aku tidak bisa tidur karna memikirkan hal ini.

Terdengar lebay memang, karna untuk apa aku memikirkannya. Padahal aku tidak memiliki kaitan dengan mereka.

"Apa mungkin juga mereka balikan secara diam-diam ya?" gumamku lagi bertanya kepada diriku sendiri.

Kepalaku bergerak untuk mengganti senderan yang tadinya dengan tangan kiri menjadi bersandar dengan tangan kanan.

"Apakah kamu dibayar hanya untuk melamun?"

Aku tersentak kaget saat sebuah suara terdengar dengan disusul sebuah map melayang dan mengenai kepalaku.

Tanganku secara reflek memegang kepalaku dan mengaduh sakit. Mendongak dengan sebal dan langsung terdiam saat melihat Kak Avin yang melipat kedua tangannya di atas papan pembatas dengan tatapan yang seperti bisa saja langsung membunuhku saat ini juga.

Dan yang aku lakukan hanya menunduk meminta maaf. "Iya Pak maaf."

Tanganku langsung bergerak mengambil map biru yang tadi dia lemparkan padaku, membaca judulnya dan membuka isinya.

"Dera sakit. Dia tadi tidak masuk."

Aku mengernyit dan mendongak, kembali menatap Kak Avin. Seakan bertanya, 'Lantas kenapa jika Pak Dera sakit?'

"Saya cuma ngasih tau. Siapa tau kamu khawatir padanya saat mendengar kabar Dera tidak masuk," ujarnya dan berbalik menuju mejanya. Mungkin.

Aku bahkan tidak tau jika Pak Dera hari ini tidak masuk kerja jika Kak Avin tidak mengatakannya.

"Nanti kami akan menengok dia. Karna dia dirawat."

Aku tersentak saat tiba-tiba Kak Avin datang lagi hanya untuk memberitahu rencana mereka yang akan menjenguk Pak Dera. Bahkan tanganku saja langsung memegang dadaku saking kagetnya.

"Saya hanya memberitahu. Kali saja kamu mau ikut," ujarnya dan berbalik kemudian menghilang.

"Dia kenapa sih," gumamku bingung dengan tingkah laku Kak Avin. Yang memang suka tidak jelas sih.

🦻🦻🦻

Aku menaikkan alis saat melihat Iren yang akan pergi bareng dengan Geno. Lantas aku sama siapa.

Cukup Tau [Tamat]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora