31| Bahagia

562 92 9
                                    

"Hari ini aku sadar, bahwa pada akhirnya aku hanya bisa menggantungkan kebahagiaan pada diriku sendiri. Bukan pada orang lain. Sekalipun itu keluargaku sendiri." -Agisa

***

Sejak kemarin, orang-orang di rumahku tampak sibuk. Bahkan tak jarang aku harus mau disuruh keluar rumah untuk beli apa-apa saja yang dibutuhkan. Dan diantara keluarga besarku yang dua hari ini menginap, yang paling sibuk adalah Mama, walaupun Tante-tanteku alias adik Mama sudah berapa kali bilang untuk nggak ikut repot ngurusin acara hari ini. Iya, sekarang acara pernikahan Mama dan Pak Deni. Acaranya digelar di rumahku dan bukan acara yang besar-besaran. Akad nikah akan dilakukan di masjid komplek, setelah itu syukuran dan makan bersama keluarga dan tetangga. Acara yang sederhana tapi cukup buat Mama kerepotan.

Sekarang jam 8 pagi, dan akad nikah akan dilakukan satu jam lagi. Sambil menemani Mama didandani, aku melihat jelas kalau Mama sangat gugup. Bagaimana pun juga ini nikahannya. Setiap orang yang menikah pasti bakal gugup kan?

"Mama, nervous?" Tanyaku.

"Iyalah, Dek." Jawab Mama sambil tersenyum tipis. "Tapi Mama bahagia." Lanjut Mama dengan pelan.

Tanpa sadar aku ikut tersenyum dan langsung memeluknya dari samping membuat Tante Asya yang sedang mendandani Mama memekik. "Gis, itu nanti gamis Mama kamu kusut."

"Gapapa, Sya." Balas Mama dan malah ikut memelukku.

"Pak Deni sama keluarganya udah ada di depan, Ma." Ujarku memberitahu. Tadi aku memang sempat liat Pak Deni dan keluarga sudah datang dan sedang berbincang dengan keluargaku yang lain. "Pak Deni ganteng, gagah, cocok sama Mama."

"Apaan sih, dek." Balas Mama terkekeh pelan.

"Mama pacaran sama Pak Deni udah berapa lama?" Aku melepaskan pelukanku dan menatap Mama dari samping. Mama cantik. Sangat cantik.

"Mama nggak pacaran dek. Malu sama umur." Mama terkekeh. "Tapi Pak Deni emang udah deketin Mama dari tahun kemarin, dan baru Mama respon tiga bulan yang lalu."

"Adek ikut seneng ya, Ma." Ujarku tulus.

"Senenglah ya, Gis, uang jajan bakal jadi nambah karena ada Ayah Deni sekarang." Celetuk Tante Asya membuatku langsung cemberut.

"Pak Deni itu kayaknya manjain Gisa banget ya, Teh?" Tanya Tante Asya ke Mama yang langsung Mama setujui.

Sejak kedatangan Pak Deni dan Kak Putri dua bulan yang lalu, sejak saat itu Pak Deni memang beberapa kali datang ke rumah, dan dibanding bersikap manis ke Mama, Pak Deni lebih banyak bersikap manis ke aku. Maksudnya, setiap Pak Deni ke sini, beliau suka nanyain aku, beli banyak makanan manis, ngasih aku uang jajan, dan bahkan selalu bantu aku kalau ada apa-apa. Pak Deni bahkan pernah jemput aku di kampus waktu aku nggak bawa motor. Dan ternyata, Pak Deni itu kangen manjain anaknya karena sejak Kak Putri dewasa, Kak Putri cenderung mandiri dan nggak pernah mau dimanjain Pak Deni lagi. Aku sih enak-enak aja, toh nggak ada ruginya untuk aku.

"Gisa jadi anak favorit-nya Mas Deni tuh." Ujar Mama ke Tante Asya. "Untuk saat ini Mama masih mewajarkan ya. Tapi awas aja kamu kalau sampai memanfaatkan kebaikannya Pak Deni." Ancam Mama.

"Apaan sih, Ma? Masa Adek kayak gitu?" Jawabku tak terima.

"Hei, Mama tahu ya, kamu sempet mau minta dibeliin album DAY6 kan? Pak Deni kemarin nanya ke Mama, DAY6 itu apa. Untung Mama langsung larang Pak Deni buat beliin kamu album."

"Ih, Ma. Kenapa dilarang?" Protes. Tapi sungguh, aku nggak minta dibeliin album kok. Waktu itu Pak Deni cuman nanya aku suka musik apa, ya udah aku jawab kalau aku suka DAY6. Aku juga cerita kalau bulan ini DAY6 baru aja comeback. Salahkan aja Pak Deni yang terlalu baik dan inisiatif untuk membelikanku albumnya.

Persona | Seri Adolescence ✅Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt