3

2K 203 18
                                    























Katakan jika itu adalah sesuatu yang wajar. Jungkook pernah mencium kakak perempuannya hanya sampai umurnya beranjak sepuluh dia tidak mau melakukannya lagi, bahkan mendapatkan ciuman dari kakaknya. Dia hanya berani menerka-nerka, membuat kesimpulan yang tidak ada niatan dia bagi dengan siapapun. Pikirnya dalam hal ini, para Kim memang memiliki hubungan yang sedikit unik.

Jungkook berusaha mengabaikannya. Bukan ranahnya untuk mencampuri hal itu. Lebih lagi, perlahan mungkin dia merasa terbiasa ketika banyak hari berlalu dia lewati di situ. Jungkook menghitungnya, ketika setiap pekan tuannya datang entah dengan apapun. Mengunjungi Kim muda, sekedar mengobrol atau makan selayaknya keluarga normal dan sedikit interaksi. Mungkin itu afeksi yang bisa dia berikan, hanya pikir Jungkook. Serta menanyakan beberapa hal padanya.

"Bagaimana dengan Taehyung?"

Jungkook tidak bisa menilainya.

"Apa di sini membuatmu merasa kesulitan?"

Dia menjawabnya dengan gelengan dan tuannya tersenyum mengetahui itu.

"Aku memberikan apa yang dia inginkan-" tuannya berbicara, mengawang menatap langit hitam tanpa bulan atau pun bintang.

Keduanya berada di pondok kecil, gazebo yang terlihat indah ketika terang cahaya matahari menyinari.

"-satu manusia, seorang teman," kemudian memandang ke arahnya, "tapi tidak dengan dunia luar."

Jungkook bisa merasakan kesedihan dari perkataan tuannya. Dia mampu memberikan apapun, tapi dia juga peduli dengan reputasinya. Jungkook bukanlah hakim, tapi apa yang dinamakan sebuah aib mungkin inilah maksudnya.

Kini dia mengerti. Tempat di mana dia berada sekarang lebih seperti sebuah benteng. Tujuannya satu, mempertahankan apa yang ada di dalam. Kim muda yang kini menjadi tugasnya.

"Apa ada yang ingin kau katakan?"

Jungkook kembali dari renungannya, dia menjawab pertanyaan itu dengan gelengan pelan.

"Apa anda tidak ingin datang kemari dengan orang lain? Mungkin dengan keluarga anda," Jungkook tidak mengharapkan apapun dari pertanyaannya. Hanya saja pikirnya itu bukanlah sesuatu yang buruk, jika seharusnya keluarga ini sudah tahu segalanya.

"Dengar. Taehyung tidak memiliki ibu, dan semua orang di rumah ku menganggapnya seperti orang asing."

Dia paham akan hal itu, dan satu pertanyaan akhirnya tertelan lagi di tenggorokannya.

Jika yang dikatakan oleh tuannya demikian. Dia bisa menyimpulkan hal lain. Ketidakhadiran orang lain ketika tuannya datang. Serta kedatangan anak sulungnya yang terlalu terpisah. Jungkook sebenarnya tidak ingin memiliki banyak pikiran liar. Tapi satu hal yang kini mengganggunya, apakah tuannya juga mengetahui jika selama ini anaknya yang paling tua selalu datang ke tempat ini.













Resilience













Hari yang berlangsung sama seperti kemarin ketika Jungkook memulainya. Cukup pagi ketika dia memakan sarapannya, sendirian dengan suara televisi menyala di seberang. Jungkook memakan makanannya dengan cepat, itu hanya sereal dengan susu. Dia tidak ingin memakan sesuatu yang berat. Pikirnya dia harus cepat-cepat, dia disiplin dengan pekerjaannya meskipun apa yang dia lakukan terlihat bukan sesuatu yang serius.

Dari cermin melihat dirinya sendiri yang sudah terlihat baik. Jalannya sedikit terburu dan harus kembali ketika dia mengingat jika melupakan sesuatu. Bendel kertas dan satu kotak alat tulis, bukan barang yang mahal yang bisa dia dapatkan dengan cepat. Membuang waktu dengan hanya melihat orang lain memang membosankan. Jungkook juga ingin melakukan sesuatu kali ini.

RESILIENCE [KV]Onde histórias criam vida. Descubra agora