🍭 3/5 🍭

1.1K 227 19
                                    

Pertama kali Wakasa bertemu dengan [Name] adalah ketika ia masih berada di Koudou Rengou. Mungkin gadis itu sudah lupa, tapi Wakasa akan selalu mengingatnya. Mengingat seorang anak perempuan yang duduk sendirian di atas ayunan pada suatu sore. Saat itu Wakasa terpaksa berjalan kaki karena motornya masuk bengkel. Ketika melewati sebuah taman bermain, ia bertemu dengan anak itu. Anak yang dengan kurang ajarnya mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pemabuk dan pecandu narkoba hanya karena tatapan matanya yang sayu.

Hell, Wakasa itu anak baik! Meski badung, ia tidak pernah menyentuh alkohol apalagi narkoba.

Tapi bohong deh.

Wakasa juga pernah mabuk kok. Mabuk amer lho ya, bukan mabuk judi apalagi mabuk janda. Nah, kalau narkoba, Wakasa tidak pernah menyentuhnya sekali pun.

Sudah dibilang, 'kan? Meski tiap hari tawuran, Wakasa itu anak baik. Anak ganteng juga.

Gadis kecil itu pula yang membuatnya mengganti rokok dengan sesuatu yang lain. Seperti permen lollipop yang kini sudah menjadi bagian dari dirinya.

Wakasa masih ingat dengan jelas kata-kata anak itu.

''Ayahku mati karena terlalu banyak merokok. Kau bisa jadi yang berikutnya jika kau tidak menghentikan kebiasaan itu, Paman.''

Dan sekarang kata-kata itulah yang selalu Wakasa katakan pada Takeomi.

''Kau akan cepat mati, Takeomi.''

Yah, tidak heran jika Kakak tertua Senju itu beranggapan kalau Wakasa sedang menyumpahinya karena nasihat itu tidak disampaikan dengan baik dan benar.

Pertama kali Wakasa bertemu dengan [Name] juga penampilan gadis itu jauh berbeda dengan penampilannya sekarang. Anak yang dulu ia temui berpenampilan seperti seorang laki-laki. Rambut pendek, celana olahraga, Hoodie kebesaran, serta ada beberapa plester menempel di wajahnya yang dihiasi oleh memar.

Saat Wakasa dengan iseng bertanya apakah dia mengalami KDRT, dengan entengnya anak itu menjawab.

''Aku berkelahi dengan anak laki-laki di kelasku hanya karena mereka kesal aku tidak memberi mereka contekan. Selain bodoh, mereka juga cepu. Anak-anak payah itu mengadu dan mengatakan bahwa akulah yang memulai hingga pihak sekolah memanggil Ibuku untuk memberi peringatan. Cih! Dasar orang-orang tidak berguna. Menyebalkan. Beraninya keroyokan, by one kalau berani!''

Saat itu, Wakasa memutuskan bahwa ia menyukai anak perempuan bermata [eye color] tersebut. Tentu saja tidak dengan cara yang romantis. Hellooo, maaf saja dia bukan pedofil. Tapi kalau sudah cukup umur sabi lah. Eh?

Bercanda.

Wakasa menyukai semangat anak itu.

Semangat untuk bergelud dan baku hantam, tentu saja.

''Berapa umurmu?'' tanya Wakasa kala itu.

Setelah memberitahu bahwa ia berumur 7 tahun, [Name] kecil mengembalikan pertanyaan tersebut pada Wakasa.

''Aku 17. Jadi jangan panggil aku paman, anak kecil.''

''Kau juga jangan panggil aku anak kecil, Paman. Namaku [Full Name], dan aku sudah besar.''

''Kau masih bocah.''

''Dan kau sudah tua.''

Sepanjang sore itu mereka habiskan untuk saling ejek dan adu mulut. Wakasa juga baru sadar [Name] terlalu banyak mengumpat di usianya yang masih kecil.

Kasihan mana masih muda.

Ketika Wakasa menyuruhnya pulang karena hari sudah semakin gelap, [Name] hanya menggeleng dan berkata bahwa Ibunya belum pulang bekerja, jadi pasti dia akan sendirian di rumah.

Ingat? Ayah [Name] sudah mati karena terlalu banyak merokok, jadi sekarang sang ibu lah yang menjadi tulang punggung keluarga.

''Mau ikut ke rumahku?''

Entah apa yang merasuki Wakasa hingga ia menawarkan hal tersebut.

[Name] kecil sontak menatap Wakasa dengan horror. ''K-kenapa kau mengundang seorang gadis ke rumahmu?!''

''Kau bukan gadis, kau bocah freak yang kurang ajar.''

''Cih! Kau tampan tapi menyebalkan.''

Pada akhirnya, Wakasa tinggal disana untuk menemani [Name] hingga seorang wanita berusia 30-an datang untuk membawa gadis kecil itu pulang. Tampaknya ibu [Name] sudah hafal dimana putrinya berada jika ia mendapati rumah kosong ketika pulang bekerja.

Dan ternyata, rumah [Name] juga tidak jauh dari taman bermain.

"Sampai jumpa lagi, Paman. Jika kita bertemu lagi, beritahu aku namamu!" [Name] kecil melambai dari kejauhan sebelum berbalik dan berjalan seraya memegang tangan sang ibu; meninggalkan Wakasa yang masih duduk di sebelah ayunan kosong karena ditinggal penghuni lamanya.

"Namaku, ya?"

Yah, Wakasa akan memberitahu gadis kecil itu namanya jika mereka bertemu lagi. Tapi sayangnya, hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan setelah bertahun-tahun berlalu, Wakasa tidak pernah bertemu dengan [Name] lagi.

Entah kemana perginya, Wakasa tidak tahu.

Hingga pada suatu hari Senju datang ke markas Brahman seraya menggandeng seorang gadis dengan seragam sekolah yang sama seperti pemimpin Brahman tersebut. Dia teman baru Senju, seorang murid pindahan dari sekolah yang berada di Kyoto.

Gadis itu memperkenalkan dirinya sebagai [Full Name]. Nama yang sama dengan anak yang Wakasa temui 10 tahun yang lalu.

.
.
.

Words : 722Kamis, 23 Desember 2021

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Words : 722
Kamis, 23 Desember 2021

OLDER || Imaushi Wakasa [✓]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu