🍭 5/5 🍭

1.6K 241 4
                                    

"JADI KALIAN SUDAH RESMI?!"

Teriakan Senju membuat Wakasa memutar mata sementara [Name] mengangguk dan tersenyum senang seraya mengeratkan pelukannya di lengan pria yang kini telah resmi menjadi kekasihnya.

"Usiamu tidak pantas untuk berpacaran, Wakasa," ucap Takeomi sebelum kembali menghisap rokoknya.

"Diam, Takeomi."

Pria dengan bekas luka di mata kanannya itu tertawa sebelum kembali berkata. "Serius. Ternyata tipemu itu gadis muda ya?"

"Memang kenapa?" [Name] menatap Takeomi dengan kesal. "Umur itu hanya angka. Lagipula, wajah Wakasa itu awet muda. Tidak sepertimu yang terlihat seperti perjaka tua."

Takeomi menatap [Name] tidak percaya, sementara Wakasa menyeringai seraya menepuk puncak kepala [Name] dengan sayang. "Yosh! Anak pintar."

Senju tertawa sebelum menatap Wakasa dengan tatapan menggoda. "Jadi... Waka, apa yang membuatmu berubah pikiran?"

"Eh? Berubah pikiran?" tanya [Name] tidak mengerti. Matanya bolak-balik antara Wakasa dan Senju. "Apa maksudnya?"

"Apakah kau tahu kenapa selama ini Waka mengabaikan perasaanmu, [Name]?"

"Senju...."

Mengabaikan peringatan Wakasa, Senju kembali berkata. "Itu karena dia merasa terlalu tua untukmu! Hahahaha..."

Senju dan Takeomi tertawa keras. Untunglah markas Brahman sedang sepi sekarang, ditambah Benkei juga tidak ada disini ; hal yang Wakasa syukuri, karena jika mantan musuh bebuyutannya itu ada disini, hancur sudah harga dirinya.

"Wakasa bahkan pernah bertanya padaku, Takeomi, apakah aku sudah tua?" Takeomi kembali tertawa. "Serius? Seorang Imaushi Wakasa, sang macan tutul putih bertanya apakah dia sudah tua? Hahahaha."

Wakasa harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa Senju dan Takeomi adalah orang penting di Brahman, jadi ia tidak bisa begitu saja menghajar mereka untuk membuat keduanya diam. Ah, mungkin hanya Takeomi, karena Senju adalah perempuan. Ditambah, gadis berambut pendek itu sudah Wakasa anggap seperti adiknya sendiri.

"Hah? Serius?" [Name] menatap Wakasa dengan takjub, sementara yang ditatap kini mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ada rona tipis di pipi pucat pria berhelai dwi warna tersebut.

"Tapi aku ikut senang akhirnya kau bisa bersama 'gadis kecilmu', Wakasa."

Wakasa tersenyum tipis mendengar kalimat tulus Takeomi.

"Ya, aku juga senang."

.
.
.
.

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, langit sudah berubah oranye dengan dihiasi puluhan burung yang berlalu lalang menembus awan.

Saat ini [Name] dan Wakasa sedang duduk di atas ayunan yang terdapat di taman bermain. Sebuah tempat yang menjadi saksi atas pertemuan pertama mereka.

"Aku tidak tahu bahwa kau adalah 'paman' yang kutemui disini ketika melihatmu di markas Brahman saat itu. Kau banyak berubah." [Name] berkata saat kedua mata gadis itu terpaku pada matahari di sebelah barat yang secara perlahan turun, menghilang dari permukaan bumi.

"Benarkah? Bukan karena aku tidak terlalu penting untukmu sehingga kau melupakannya?"

[Name] dengan cepat menoleh pada Wakasa yang duduk di sebelahnya. "Apa?! Tentu saja tidak! Kau tahu, aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama!"

"Ketika aku disini?" Wakasa ikut menoleh ke arah [Name].

"Di Brahman." [Name] menekankan. Pipi gadis itu menggembung kesal saat kembali berkata. "Saat kita bertemu disini, aku bahkan masih 7 tahun. Mana ada aku kepikiran cinta-cintaan pada saat itu."

Seolah tersadar akan sesuatu, [Name] menatap Wakasa dengan mata terbelalak. "Jangan-jangan kau sudah jatuh cinta padaku sejak saat itu?!"

"Kenapa aku jatuh cinta pada anak kecil?"

Pertanyaan Wakasa membuat [Name] kembali menatap pria itu dengan kesal.

"Aku bukan anak kecil!"

"Kau anak kecil saat itu."

"Kau menyebalkan."

"Ya. Aku juga mencintaimu."

Wakasa terkekeh melihat wajah [Name] yang kini memerah bak buah tomat yang siap dipetik. Tanpa kata, Wakasa menjauh dari ayunan untuk berdiri di depan gadis yang dicintainya. Diletakkannya tangan di kedua sisi rantai yang menjadi pegangan, Wakasa menundukkan kepala untuk menanamkan ciuman di atas [Name] yang kini menutup matanya.

"Aku mencintaimu, [Name]. Kuharap kau mau menikah denganku suatu saat nanti."

"Jangankan suatu saat ini, jika kau mengajakku menikah sekarang pun aku tidak akan keberatan."

Sore itu, di tempat yang sama, dikala matahari mulai turun dan tergantikan oleh bulan yang terang di tengah gelapnya langit- dua orang yang sedang dimabuk asmara saling melemparkan tawa serta candaan. Menciptakan suasana hangat dan kebahagiaan bagi keduanya.

.
.
.

END

Words : 636Kamis, 23 Desember 2021

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Words : 636
Kamis, 23 Desember 2021

OLDER || Imaushi Wakasa [✓]Where stories live. Discover now