BAGIAN 38

1.9K 453 131
                                    

Hari ini Ummi Halimah sudah diperbolehkan pulang. Mengingat keadaan beliau yang semakin membaik. Zayn tidak menjemput Ummi di rumah sakit, hanya Pakde Alif, Zafran dan Tante Zahra. Ia hanya menunggu kedatangan Ummi Halimah di ndalem sepuh. Zayn sedang duduk di sofa ruang tamu sendirian. Tidak berselang lama keluarga Om Adnan memasuki ndalem. Zayn segera beranjak dari sofa dan bersalaman denga kedua Om dan Tantenya.

Setelah itu Zayn duduk lesehan di lantai bersandar di tembok. Slogan Zayn jika atau sesepuh di atas atau duduk di sofa, Zayn memilih duduk di bawah. Ia tidak akan duduk di sofa dan tinggi yang sama. Iya dari dulu Zayn diajari tentang adab, bagaimana memuliakan sesepuh, orang berilmu, para alim ulama serta guru-guru.

"Mba Isya?" tanya Zayn, kepada Isyafiya yang juga duduk di sampingnya.

"Napa?" Sahut Isyafia.

"Kenal Syawal enggak? santri ndalem juga. Kenal Nisa juga enggak santri sini bukan?"

"Nanya satu-satu, Bro." Zayn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia sudah terlampau penasaran. "Syawal aku kenal, dia deket banget sama Ummi. Kalau Nisa, adanya Anisa Fahima temannya Syawal dulu...orang Semarang sini kan. Mana tuh lupa."

"Terus sudah boyong lama?" Tanya Zayn. Isyafia terlihat berpikir keras, atau susah untuk merangkai kata-kata yang tepat?

"Lumayan, dua tahunan lah, dipaksa Bapak tirinya keluar pesantren...yang aku denger tapi."

"Mbak tahu kalau dia udah nikah?" Isyafia menggeleng, terlihat terkejut sepertinya.

"Masa? Mbak enggak tahu kalau itu...tapi sekitar mau boyong itu Mbak dapat cerita dari Nisa. Kalau Ayah tirinya itu buat risih gitu Zayn, suka kasar juga, kadang suka sembarangan masuk Kamar Nisa dan iya gitulah, Mbak takut kalau ngebayangin jauh-jauh jadi fitnah entar."

"Hayo ghibah ya?" tegur Om Adnan. Keduannya hanya nyengir. Keciduk juga kan ngeghibah.

"Astagfirullah... nyicip doang tadi Om."

"Kamu sih Yan, mancing-mancing." Kesal Isyafiya.

"Dosa bagi rata!" Sahut Zayn, Isyafia terlampau gemas, ia mencubit keras lengan Zayn. Isyafia ini saudara sepupu sepersusuan Zayn, maka dari situ Zayn begitu akrab dengan Isyafia "Sakit, Mbak."

Tidak berselang lama, Ummi dan keluarga yang lain sudah sampai di ndalem sepuh. Keadaan Ummi sudah terlihat membaik. Zayn ikut membantu Ummi beristirahat di kamarnya.

---

Kini Zayn berada di taman samping ndalem. Ia menyingkir dari ndalem karena banyak alumni dan beberapa Kyai sepuh menjenguk Ummi Halimah. Sesekali Zayn menyenandungkan solawat. Capek hati, capek pikiran, mungkin sendiri dulu lebih tepat. Zayn merasakan kehadiran seseorang, ia menoleh dan benar saja itu Syawal membawa secangkir teh.

"Ini Gus, Ning Zalfa minta tolong Saya buat bawakan teh hijau." Zayn mengangguk, Syawal meletakkan teh itu di samping Zayn.

"Bisa bicara sebentar!"

"Duduk di situ aja, Sya. Jangan di bawah." Ucap Zayn menunjuk batu besar yang satu meter di kursi taman.

"Anggap saja sedang sama guru dengan murid tidak lebih."

"Saya murid dan kamu gurunya, Sya. Kamu mengajarkan saya banyak, tentang Ikhlas, tentang berusaha bersabar, tentang pengalaman berharga mencintai seseorang tapi tak pernah bisa memilikinya, yang bisa saya dapatkan adalah cinta. Hakikat dan makna Cinta sebenarnya. Bukan orangnya."

"Saya tidak paham maksud Gus." Syawal tidak tahu kemana arah pembicaraan Gus Zayn. kenapa membahas cinta, hakikat cinta kepada dirinya. Apa maksudnya? Sementara Zayn mengarahkan pandangannya ke langit yang mendung kali ini. Ia tersenyum tipis.

Janji Syawal #1 (End)Where stories live. Discover now