Z11 ↬ Berlatih

167 109 170
                                    

── ✧ ──

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

── ✧ ──

Sore itu, mereka makan bersama di ruang makan. Lalu mengisi sisa waltu untuk berlatih, bersiap-siap, dan beristirahat untuk misi yang akan dilaksanakan besok.

Caroline dan Xania berada di ruang anti sihir, tempat di mana para anggota sihir berlatih tanpa menghawatirkan kerusakan akibat sihir yang dikeluarkan.

"Jangan panik, Caroline! Kamu ngga boleh panik waktu ngeluarin sihir kamu. Hasilnya tak akan bisa sempurna," tegur Xania di kejauhan tiga meter dari tempat Caroline berdiri.

Sudah sekitar lima kali percobaan tetapi sihir yang berada di atas telapak tangan Caroline belum terkendali sempurna. Padahal sebelum-sebelumnya, ia dapat mengendalikan sihir air miliknya tersebut. Mungkin karena dia berambisi untuk sempurna, maka dari itu, ia menjadi tidak santai.

"Pusatkan sihirmu di telapak tangan kamu, Caroline! Konsentrasi penuh. Jangan memikirkan apa pun itu. Aku tahu, kamu gugup untuk misi besok. Aku dulu juga begitu. Semangaaatttt !!" saran Xania mengeraskan suaranya, memberi semangat pada Caroline.

Caroline memejamkan mata, ia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Ia mengambil napas, lalu membuangnya perlahan. Hampir setengah menit ia mengulangi. Mulutnya komat-kamit melafalkan mantra, gumpalan air terbentuk sempurna di atas telapak tangannya. Bentuknya makin lama makin membesar. Caroline tersenyum senang, ia lega bisa kembali mengendalikan sihir air tersebut. Ia benar-benar takut jika besok ia akan menjadi beban bagi tim.

Selang beberapa detik, air itu pecah. Membuat lantai sekitarnya basah. Tetapi untung saja lantai anti sihir tersebut dapat menyerap sihir Caroline dengan cepat.

"Yah, kenapa sihirnya udah kamu hentikan? Padahal, aku ingin melihatnya lebih lama lagi. Sihirmu indah, Caroline. Berjuanglah untuk menjadi ksatria sihir yang lebih kuat, ya!" ujar Zen yang tiba-tiba datang lalu muncul di belakang Caroline. Caroline terkejut, ternyata Zen sudah berada di ruang anti sihir sekitar satu jam lalu sebelum Xania dan Caroline masuk.

Xania menyusul Caroline. "Wah! Hebat sekali, Caroline. Tingkatkan terus, ya," ujarnya ikut senang. Caroline menyeka peluh, ia berkeringat mengeluarkan konsentrasi sepenuh itu. Zen mengajak mereka berdua duduk di kursi yang berada di sekeliling ruangan anti sihir.

"Aku melihat seluruh kerja kerasmu, Caroline. Tak perlu terlalu berkonsentrasi. Hanya perlu damai saja dengan sihir air kamu. Jika kamu sudah akur dengan air, kamu dapat mengendalikan nya," saran Zen. Caroline sedikit bingung, Ia mengerutkan dahinya. Berusaha mencerna apa yang Zen katakan. "Maksud nya akur dengan air itu bagaimana, Komandan?"

Zen menghela napas, mengeluarkan sihir air di telapak tangannya dengan mudah. "Gini...."

"Terlihat sangat mudah bukan? Kamu ngga boleh nolak keberadaan sihir air di dirimu. Itu kuncinya. Buat seakan-akan air tersebut adalah temanmu. Pada intinya, jangan terlalu kaku alias jangan terlalu berkonsentrasi penuh. Itu malah membuat tenagamu terkuras banyak. Berkonsentrasilah, namun juga dibawa santai, " Zen mengatakan saran langsung tersebut kepada mereka berdua.

Zen membuat bola air sebesar kepala manusia tersebut pecah menjadi bola-bola kecil yang berjumlah banyak, lalu berputar-putar di hadapannya. Kumpulan bola-bola air tersebut kembali menjadi satu dan melayang di udara membentuk ikan paus.

Ikan paus itu terlihat gembira, benar-benar seperti hidup! Paus tersebut menuju Caroline, ia bermanja pada Caroline. Caroline mengelus kepalanya, walau yang dielus adalah air sihir. Namun, paus itu bisa menunjukkan ekspresi tersenyum.

Tak terasa, satu jam berlalu. Kini Caroline berhasil mengendalikan sihirnya berkat saran dari Zen.

Pukul 21.10 Caroline dan Xania berjalan-jalan di taman. Merilekskan pikiran dan berbincang-bincang tentang misi besok, tentang masa lalu, tentang pertemanan, persahabatan, dan lain sebagainya. 

Sedangkan Zen, dia di kamar miliknya bersama Ray. Meneliti anak panah yang kemarin malam hampir saja mengenai Zen.

"Ini rincian nya, Komandan Zen. Mesin ini sudah mendeteksi hingga sela-sela nya," kata Ray terlihat menekan tombol di tablet yang mengeluarkan cahaya hologram. Zen mengangguk, ia meminta izin pada Ray untuk ikut menekan tombol tablet tersebut. Tablet berwarna putih itu mengikuti perintah Zen. Bentuknya seperti buku, terdapat banyak icon di Tablet tersebut. Tentunya teknologi ini dibuat oleh Ray sendiri, satu set dengan tabung XR210. Namanya adalah FR50.

Jari Zen menge-zoom tablet, membuat tampilan hologram ikut ter-zoom. Mereka berdua  menyipitkan mata. Hanya terlihat dataran anak panah saja. Zen bergumam, berpikir.

Selama dua menit ruangan itu lengang, tenggelam oleh masing-masing pikiran. Zen menoleh menatap Ray di sampingnya, lalu bertanya, "Alat ini bisa nge-zoom lebih dalam lagi ngga? Maksudku, agar mengetahui bahan apa saja yang terbuat oleh anak panah ini."

"Ada, Komandan. Permisi, sebentar saya ambil alih." Ray mengambil alih tablet. Menekan tombol berwarna hijau yang keluar banyak menu. Salah satunya di barisan daftar ketiga ada tulisan 'detail'. Selang sepuluh detik, hologram mengeluarkan detail-detail anak panah. Di dalamnya terdapat kantung berbentuk lonjong yang terisi oleh cairan berwarna biru tua.

Jika diteliti lebih detail lagi, cairan tersebut mengandung partikel racun. Yang dapat membunuh seseorang dalam sekali serangan bagi mereka yang tidak kebal terhadap racun. Kantung Cairan biru tua itu dapat pecah jika anak panah merasakan ada yang tertusuk. Pada intinya, jika anak panah mengenai seseorang, maka racun tersebut akan otomatis pecah lalu menyebar secara cepat. Tetapi, jika anak panah itu tidak menusuk apa pun, kantung racun itu tidak dapat pecah.

"Oh, begitu, jadi orang itu ingin menyelakakanku, ya," gumam Zen membuat Ray terkejut. Ray mengerutkan kening. "Jadi, ada seseorang yang ingin memanahku kemarin malam. Waktu aku berpapasan denganmu sebelumnya," tambah Zen seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Ray.

Orang dengan kemeja putih itu mengangguk. Sebab, kemarin Zen tidak menjelaskan dapat anak panah ini dari mana dan di mana. Tak sampai di situ, Ray masih penasaran dengan orang yang berusaha mencelakai pangeran Zen. Ia bertanya kembali, "Siapa yang berani-beraninya mencelakai Komandan Sihir Air terbaik di Kerajaan Everest ini?"

Pangeran dengan seragam biru perak tersebut menghela napas lalu mendongak menatap langit langit kamar. "Entahlah, mungkin orang itu adalah orang berkuda yang tadi pagi mengejar kita. Sebab, aku merasakan Magic Area miliknya hampir sama dengan orang misterius yang menjebakku kemarin."

"Bisa jadi, ada seseorang yang memasang jebakan sihir di istana William, Komandan. Untuk memburu hewan mungkin?" timpal Ray berusaha positif thinking.

Lima menit lengang, tentunya sibuk dengan pikiran masing-masing. Penelitian itu berakhir, hanya 45 menit saja sudah mendapat hampir seluruh informasi dari anak panah itu.

Ray mengucapkan mantra, membuat tampilan hologram memudar, menghilang dari ruangan. Tablet buku itu terlipat menjadi bagian kecil lalu dengan mudahnya masuk ke dalam tabung XR210 hanya dengan satu kali mantra. Tabung XR210 itu juga ikut menghilang, di simpan dalam naungan sihir milik Ray. Zen berterima kasih atas usaha yang dilakukan Ray, ia memuji anggota sihir Blue Sea jenius itu.

"Hebat sekali sihirmu, Ray! Tingkatkan terus dan asah terus kemampuan mu."

Ray tersenyum bangga, tentunya tertutup oleh kesopanannya di hadapan sang pangeran. "Baik, sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu seluruh anggota sihir. Jika proyek saya sudah selesai dan sempurna, saya akan memberitahukan pada anda dan tentunya akan saya ajak menaiki mobil terbang karya Arrayan Dirgantara!!"

"Ha ha, saya tunggu karya indahmu selanjutnya, Arrayan Dirgantara!" jawab Zen sembari menepuk bahu Ray. Ray sekali lagi mengangguk lalu permisi meninggalkan ruangan.

Zen [Revisi]Where stories live. Discover now