Z17 ↬ Misi

106 66 169
                                    

── ✧ ──

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

── ✧ ──

"Pertama-tama, kita mengarah ke mana, Komandan Zen?" tanya Fanny.

Mereka sampai di halaman depan penginapan. Bahkan, mereka belum makan. Tetapi memang mereka di latih agar bisa bertahan. Daya tahan tubuh mereka harus kuat.

Zen jongkok, melihat semut-semut hilir mudik membawa makanan. Lalu, dia mendongak menatap belakang. Lebih tepatnya menatap Ray.

Seakan tahu apa yang dipikirkan Zen, Ray mengucapkan mantra. Selang sepuluh detik, benda yang ia panggil yaitu XR210 muncul tepat di depannya. Tabung kecil seperti brankas yang menyimpan banyak barang.

Ray menekan beberapa tombol, membuat benda terebut terbuka lalu menekan tombol sekali lagi. Benda berbentuk tablet yang Ray beri nama dengan FR50 keluar. Lalu di berikan kepada Zen.

Semua berkumpul melihat benda yang kemarin saat pulang dari pohon beringin di keluarkan untuk mengambil data desa Roselle. Zen menekan beberapa tombol dengan bantuan Ray, hampir seluruh data desa itu telah di copy oleh tablet itu.

Satu tombol ia tekan, mengeluarkan hologram peta tiga dimensi seluruh wilayah desa Roselle. Sangat detail. Bahkan di perlihatkan juga rumah-rumah yang dihuni oleh siapa dengan nama siapa. Umur berapa, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, dan lain sebagainya.

"Tadi pagi, aku bertemu dengan Vierra Minerva. Sepertinya, ia tahu tentang Putri Sofia William. Sempat aku tanya, tapi dia sudah duluan meninggalkanku," ungkap Alex. Kemampuannya dalam membaca pikiran orang lain sangat berguna mereka. Itulah alasannya, Flowerx Squad mengajak Alex mengikuti misi.

"Baiklah, Kita akan menuju rumah ini terlebih dahulu," jawab Zen menunjuk ke salah satu rumah. Zen melebarkan jarinya pada tablet. Membuat bentuk peta hologram tiga dimensi itu lebih besar, alias ngezoom. Caroline, Xania, Cellia, Fanny, Ray, dan Alex mengangguk. Zen menyiutkan jarinya dan hologram itu menuruti perintah Zen.

Lima menit berlalu, masih di tempat. Zen berdiri, mengangguk pada masing-masing rekannya. Membuat mereka juga ikut mengangguk. Lalu mengembalikan tablet itu pada Ray. Ray menerimanya.

"Ayo berangkat. Lebih cepat lebih baik. Aku sudah hafal map desa ini!" perintah Komandan Zen. Teman-temannya bersiap, mengikuti Zen di belakangnya.

Perjalanan diiringi dengan hempasan angin yang cukup menusuk tulang, juga menghempas pohon pohon di sekelilingnya. Matahari masih belum muncul sempurna, langit terlihat abu-abu seperti akan meneteskan air hujan.

Sampailah mereka di rumah Vierra Minerva. Terlihat dua wanita sedang menjemurkan baju yang telah dicuci. Mereka terkejut melihat kehadiran pangeran Zen beserta anggota rekannya. Vierra dan Ibunya segera menunduk, memberi salam. Zen membalasnya dengan senyuman. "Maaf mengganggu, apakah saya bisa berbicara sebentar dengan anda, Bu?

Ibu Vierra mengangguk tersenyum. "Baik, silakan masuk terlebih dahulu. Maaf jika rumah saya terlihat tidak pantas untuk di pandang," ujarnya masuk ke dalam rumah diikuti Zen Squad di belakangnya.

Vierra masuk paling terakhir dengan Ray. Wajah mereka berdua terlihat saling saing-menyaing, hanya saja tidak di ungkapkan langsung. Wajah mereka saja yang terlihat sinis.

Semua duduk di karpet yang dibuat dari kulit binatang. Ibu Vierra duduk, ia berbisik-bisik kepada Vierra. Vierra mengangguk, menuju dapur. Lalu, tak lama Vierra kembali dari dapur membawa nampan berisi teh hangat dan beberapa roti di atas piring. Dia jongkok, meletakkannya di tengah-tengah perkumpulan. Setelah itu ia ikut duduk di samping ibunya.

"Silakan di minum ...," kata Ibu Vierra tersenyum ramah. Mereka saling lirik-melirik lalu mengambil gelas teh hangat itu dan meminumnya. Dua menit lengang, sibuk meminum tehnya masing-masing. Lalu, Zen William pun memulai pembicaraannya. Ia Beralih menatap Vierra. "Kamu kenal Sofia William, kan?" tanya Zen langsung pada intinya.

Vierra mengangguk.

"Kamu sahabat masa kecilnya, kan?"

Vierra lagi-lagi mengangguk. "Duh, Ellina kok belum datang, sih. Bantuin aku dong, El! Jangan bilang kamu masih tidur? Ah, menyebalkan. Awas aja kamu, ya!!"

"Sekarang, kamu tahu dia berada di mana? Aku memang tau dia mengirim surat kepada salah satu sahabat kecilnya di Desa Roselle, tapi Sofia ngga bilang siapa namanya ...," 

Vierra tidak lagi mengangguk, dia terdiam sesaat lalu menggeleng. Zen menjawabnya dengan menghela napas. Sesaat setelah Zen menghela nafas, Vierra mengambil sesuatu dibalik jaket cokelatnya. "Mungkin ini bisa membantu."

Zen mengambil kalung dari tangan Vierra, lalu menelitinya. Teman-teman Zen juga begitu, satu persatu melihat kalung berbentuk bulan itu. "Bagaimana kamu bisa mendapatkan kalung ini?"

Sebelum Vierra menjawabnya, lagi-lagi Ray menjawab dengan santai. "Mungkin dia mencurinya, benar, kan?" Perkataan Ray membuat Ibu Vierra mengerutkan kening menatap anak perempuannya itu. Seakan akan Ibu Vierra berkata 'apakah itu benar?'

Vierra yang mendengarkan itu menggeleng samar. "Maaf kan teman saya. He he.'' Lagi lagi Zen meminta maaf. Lalu mengubah arah pembicaraan. "Di mana kamu mendapatkan kalung ini?"

"Di dekat hutan. Tepatnya ketika aku sedang memburu hewan," jawabnya.

"Bisakah kamu menjelaskan kejadiannya? Dan jelaskan juga hubunganmu dengan Adikku, Sofia William," tanya Zen menatap lekat bola mata milik Vierra.

Wanita berambut cokelat terurai itu menghela napas panjang. Ibu yang berada di sampingnya diam mendengarkan dengan seksama. Yang lain juga begitu, antusias.

"Baik, saya akan menceritakan hubungan saya dengannya. Tujuh tahun Lalu, tepatnya saya umur delapan tahun dan Sofia berumur enam tahun, kami teman dekat. Mungkin bisa di katakan sahabat. Rumah kami juga berdekatan, dulu dia tinggal di desa ini tak begitu lama. Hanya setahun. Dan setahun setelahnya, Sofia meninggalkan desa ini. Pergi ke rumah ayah barunya. Yang lebih tepatnya rumah keluarga william."

"Sebenarnya saya tidak terlalu mengenalnya, karena memang baru setahun kami saling kenal. Sebelum ia berpisah denganku, ia berkata bahwa ia akan mengirim surat padaku. Kukira itu hanya lelucon karena umurnya masih kecil, tapi tidak. Dua tahun menunggu dan dia pun mengirimkan surat padaku. Bertanya kabar, curhat, dan lain sebagainya. Dari situlah kami saling surat-menyurat. Bahkan di saat dia diangkat menjadi Wakil Komandan Flowerx Squad, dia tetap mengirim surat. Tetapi dia mengatakan bahwa dia sangat sibuk. Jadi, saya maklum saja."

"Sebulan belakang ini, dia tidak mengirim surat padaku. Saya beranggapan bahwa Sofia sibuk. Dan, tepat beberapa hari lalu saya menemukan kalung. Berada di hutan tempat saya memburu hewan. Kalung itu tertutup dedaunan, tidak sengaja saya injak."

"Saya pun mengambilnya. Di saat yang sama, saya mengira ada salah satu keluarga kerajaan datang kemari. Dan saya kira juga itu bukan kalung Sofia, sudah lama saya tidak bertemu dengannya. Hanya saling tanya kabar lewat surat."

Begitu penjelasan dari sahabat kecil Sofia, Vierra meminum Teh di depannya. "Kurang lebihnya segitu, maaf saya kurang bisa membantu dengan baik." Ia meletakkan teh itu kembali ke tempatnya, ia tersenyum tipis.

"Tidak, itu justru informasi yang sangat penting bagi kami. Terima kasih banyak ... Bisa tolong antarkan kami ke hutan itu? Tempat kamu menemukan kalung ini," kata Zen menunjukkan kalung bulan sabit itu.

Suara perut Ray terdengar, dia lapar. Walau dia hanya diam saja, ternyata menguras cukup banyak tenaga. Ibu Vierra berkata, "Tunggu sebentar." Dan dia menuju dapur. Balik dari dapur, Ibu Vierra membawa Jagung rebus yang telah Vierra panen kemarin. Menyodorkannya agar segera mereka makan. "Silakan di makan dulu, Kalian belum sarapan pagi, kan? Semoga ini bisa mengurangi rasa lapar kalian."

Zen Squad mengangguk, mereka menatap Ray seakan bilang 'Ga sopan banget sih, jadinya ngerepotin Ibu Vierra!'

Ibu Vierra yang mengetahui itu dari sikap mereka segera menjawab, "Tidak papa, Kalian tidak merepotkan. Ini berdasarkan niat saya. Tamu adalah Raja," ujarnya tersenyum. Baiklah, mereka juga tidak dapat menolak. Bahkan, Ray sudah dulu mengambil jagung rebus itu dan memakannya lahap.

Zen [Revisi]Where stories live. Discover now