3. Tempat Asing

31 22 1
                                    

Pria itu mendekatkan wajahnya pada Aya, dan secara cepat tangan Aya hampir saja menamparnya. Sayangnya hal itu berhasil digagalkan dengan tangan pria itu yang secara cepat menahan. Pria itu menggelengkan kepalanya dua kali dengan perlahan. Dia tersenyum, dan menegakkan posisinya lagi.

"Kau sungguh bermain api denganku, Nona."

Mendengar pria itu berkata, membuat telinga Aya seperti tertiup angin yang membuat bising. Pandangan mata Aya mengedar di dalam kamar yang tidak dikenalnya. Semua terasa baru, bahkan pakaian yang sedang dikenakan Aya juga.

"Kimono? Kenapa aku mengenakan pakaian ini?" gumam Aya.

Tidak ada yang menjawab perkataan Aya, hingga sang pria datang lagi dengan melemparkan pakaian khusus pelayan padanya.

"Apa ini?" tanya Aya.

"Jaga sopan santunmu, Nona. Mulai sekarang, kau akan menjadi pelayan pribadi-ku!" ujar pria itu dengan menyimpan senyum tipisnya.

Aya melihat masih ada dua wanita dengan pakaian kimono yang sama, lalu ... di bagian pintu masuk ada dua pria bertubuh besar, dengan pakaian seperti seorang pengawal kerajaan.

"Sebenarnya ... aku ada di mana?" gumam Aya lagi.

"Nona Hana, kau sudah menjelaskan pada Tuan kami mengenai siapa dirimu sebelum pingsan, Tuan kami membantumu untuk bisa tetap hidup, seharusnya kau berterima kasih padanya," ujar seorang wanita yang memiliki riasan tebal pada wajahnya.

Ingin sekali Aya tertawa, tetapi ditahan untuk menghormati wanita itu.

"Maafkan aku, sepertinya ingatanku menghilang secara tiba-tiba ... siapa nama Tuan kalian itu?" tanya Aya.

"Tuan Minamoto adalah pemimpin di sini, dia adalah satu-satunya anak dari pemimpin sebelumnya," jelas wanita itu.

"Minamoto? Bukankah itu salah satu klan besar yang ada pada abad ke-13?" Nada suara Aya merendah, dan dia mengamati kembali ruangan itu.

'Tidak mungkin! Kenapa aku bisa berada di sini?' batin Aya.

"Nona, silakan berganti pakaian," ujar wanita yang ada di samping Aya.

"Ba-baiklah ... ."

Aya berjalan masuk ke dalam sebuah penutup dengan hiasan motif bunga anggrek  untuk mengganti pakaiannya. Aya terlihat mengalami kesulitan saat mengenakan kimono, karena dia sendiri sangat jarang mengenakan pakaian khas yang dikenakan penduduk Jepang itu.

"Maaf ... uhm, Bibi ... siapa namanya? Bodoh! Kenapa aku menjadi bingung?" gerutu Aya.

"Ada apa, Nona?" sahut wanita itu yang tiba-tiba muncul di samping Aya.

"Bisakah membantu aku? Aku kesulitan saat mengenakan pakaian ini," jelas Aya.

Wanita itu membantu Aya, dan setelah selesai ... Aya diantarkan ke dalam ruangan pribadi pemimpin Klan Minamoto.

"Tuan, Nona Hana sudah siap bekerja."

"Apa? Bekerja? Tapi ... apa pekerjaanku?" Aya terlihat kebingungan.

"Nona Hana, silakan duduk," ujar seorang pria paruh baya yang ada di dalam ruangan itu.

Aya hanya menurut dan duduk dengan tenang. Pria yang disebut sebagai pemimpin kini menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Lalu dia menatap wajah Aya yang terlihat bingung.

"Kau sendiri yang meminta aku untuk membawamu. Lalu kau tidak sadarkan diri, dan kini kau kehilangan ingatanmu. Nona ... apa kau baik-baik saja? Apa kau membutuhkan tabib?" tanya pria dengan marga Minamoto itu.

"Tuan, maafkan atas sikapku. Tetapi, aku sungguh tidak mengingat apapun mengenai perkataanku sebelumnya. Bahkan jika kau menelantarkan aku di kota ini, aku –" Ucapan Aya terhenti karena satu tangan sang pria terangkat.

"Nona, aku hanya membantu. Jika kau masih ingin berada di sini, kau bisa bekerja sebagai pelayan pribadi-ku, menyiapkan semua kebutuhanku selama berada di dalam istana ini," jelas pria itu.

Aya mengerti dengan ucapan sang pria, tetapi ... dia ingin sekali bertanya mengenai ponsel dan lain-lain. Hanya saja ... itu adalah hal mustahil jika Aya berada di abad ke -13.

"Nona, ini adalah daftar makanan dan minuman untuk Tuan Minamoto. Jika kau tidak mengerti, kau bisa bertanya pada wanita yang sudah mengantarkan dirimu kemari," ujar pria paruh baya itu.

"Baik, Paman. Terima kasih."

Pria paruh baya itu tersenyum saat dipanggil paman. Lalu Aya membaca semua daftar makanan dan minuman yang ada di lembaran kertas.

Aya cukup terkejut saat membaca sebuah kalimat,'daftar ini adalah makanan dan minuman yang membuat Tuan marah.'

"Ada apa?" tanya pria itu yang sepertinya tahu mengenai isi hati Aya.

"Ada apa, Tuan?"Aya bertanya balik.

"Apa ada yang ingin kau tanyakan?"

"Tidak."

"Paman, bawa dia ke dalam kamar."

"Baik."

Aya mengikuti langkah kaki sang pria paruh baya itu. Mereka berjalan menyusuri jalanan istana menuju ke kamar yang terlihat sangat besar dan juga luas. Setelah berada di dalam sana, pria paruh baya itu menjelaskan pada Aya untuk membersihkan dan merapikan kamar.

Semua terlihat sudah rapi, dan kini Aya bertanya pada pria itu.

"Paman, kamar ini terlalu bersih untuk dibersihkan lagi, apa ada hal lainnya?"

"Nona, kau bisa mengelap ukiran, dan juga lukisan yang terpajang di dinding. Bahkan kau bisa kembali melihat detail agar tidak ada yang terlewatkan," jelas pria yang dipanggil paman itu.

"Baiklah."

Pria itu berjalan keluar dari kamar, dan meninggalkan Aya di sana seorang diri. Aya memulai semua dari pajangan yang ada di samping pintu masuk. Satu persatu dia lihat detail kotoran di sana. Bahkan Aya menggunakan kain putih untuk memastikan bahwa barang itu bersih.

"Ternyata memang sudah bersih, lalu apa yang harus aku kerjakan?" gumam Aya.

Aya melihat pajangan di atas nakas yang ada di dekat kursi santai di dalam kamar itu. Aya duduk sembari menatap pajangan yang ada di sana, dan kembali terlelap.

Cukup lama sampai Aya kembali terkejut saat melihat wajah pria itu ada tepat di hadapannya.

"Bukankah aku tertidur di sana? Kenapa aku bisa berada di sini?" gumam Aya.

"Kau berjalan dengan memejamkan mata," jawab pria itu dengan mata terpejam.

"Apa? Tidak mungkin!" bantah Aya sembari bergerak turun dari atas ranjang.

Aya melihat keluar pintu, dan di sana pemandangan sangat gelap hingga tidak bisa nampak jalanan pada lorong.

"Uhm ... Tuan, apakah tidak ada penerangan di dalam istana ini?" tanya Aya takut.

"Jika ada ... semua orang yang bekerja pada malam hari, akan dengan mudah menemukan aku."

Mendengar penjelasan pria itu, Aya terlihat bingung.

Ada beberapa hal yang diingat Aya mengenai klan Minamoto. Hanya saja dia meletakkan semua catatan tugas milik Akira di ponsel miliknya. Seketika Aya menepuk dahinya dengan keras.

"Tuan, apa kau memiliki sebuah ponsel? Atau ... setidaknya adakah alat canggih di abad ini? Aku harus menghubungi adikku! Dia pasti sangat khawatir."

Mendengar keluhan Aya, membuat pria itu sedikit kesal. Dia berdiri dan berjalan mendekati Aya. Tiba-tiba saja tangannya mengulur ke depan lalu mendorong Aya ke luar dari kamar itu.

"Apa ini? Tuan? Jangan biarkan aku diluar sendirian! Tuan, aku mohon! Buka pintunya!" seru Aya tanpa henti.

Hingga pria di dalam sana terlelap, dan tidak menghiraukan rengekan Aya mala mini. Dia bahkan berpikir jika Aya akan kembali ke dalam kamarnya lagi.

Pagi menjelang dengan cepat ...

Pria itu membuka pintu kamar dan menemukan tubuh Aya tengah berbaring di sana.

"Gadis gila."

Princess Monarch [Terbit Buku]Where stories live. Discover now