Unwell

1.9K 215 14
                                    


"Sial!" umpatku saat seluruh barang bawaanku jatuh berhamburan di lantai padahal supir ojek online sudah marah-marah di depan pagar kost. Hari ini aku telat bangun. Mungkin karena kecapean. Kemarin agendaku padat sekali: meeting di kantor klien dari pagi sampai jam enam sore, lalu lanjut lembur sampai jam tiga pagi. Positifnya sih jadi aku tidak perlu melihat muka Mas Baskara atau Thareq setelah kejadian awkward kemarin.

Kalau yang pertama aku sebut itu sih dia paling pura-pura nggak terjadi apa-apa. Tipikal seorang Baskara Pramadono lah. Nah Thareq? Aku nggak siap menghadapi realita kalau kami bakal balik jadi awkward seperti waktu peristiwa di Halloween party. Terutama ketika kepergianku tinggal menghitung hari. Aku yakin kami nggak bakal ketemu lagi setelah aku resmi resign. Cuma kan ya susah juga harus betul-betul merelakan tiga setengah tahun pertemanan terbuang sia-sia. Sudah aku bilang, Thareq itu juga teman kerja dan senior yang baik. Of course, I'm gonna miss him

Setelah berhasil membereskan barang-barangku ke dalam tas, aku menghampiri si abang ojek yang mukanya ditekuk karena bete. "Ayo Mbak," ajaknya tanpa tedeng aling-aling. 

"Iya Mas, pakai helm dulu."

Pas sedetik sebelum motor bergerak, ponselku berbunyi. Telpon dari El. "Mas, bentar angkat telpon dulu!"

Aku menghiraukan dengusan kabar si abang dan menempelkan ponsel ke kuping. "Kenapa El? Ini gue udah mau OTW."

"Lah baru mau jalan? Jam berapa nih?" tegurnya santai. 

"Bawel deh lo. Udah ah gue jalan dulu," tanpa permisi aku memutus sambungan telpon. "Ayo Bang, jalan."

Aku menyesal karena tidak sabar menunggu El bicara. Barusan dia mau kasih tahu kalau Babeh lagi inspeksi kantor dan mood-nya sedang di level terbawah. Jadi bisa bayangkan siapa yang kena marah habis-habisan?

"Ya lu yang bener aja dong Lun, masa jam sepuluh lima belas baru sampai kantor," tegurnya lantang sambil bersandar di kubikelku. 

"Maaf Pak, saya kurang enak badan pagi ini," kataku singkat sambil menunduk. 

"Kenapa? Masih ngantuk gara-gara lembur semalem? Lu kerja udah berapa lama gua tanya?"

Shit lah! Emangnya aku Wonder Woman yang nggak bisa sakit? Masih bagus aku nggak mangkit karena menghargai dia ya. Ini malah kena damprat. 

"Mohon maaf Pak, nggak akan saya ulangi."

"Jelas lah," tukasnya. "Orang lu aja udah mau cabut. Hadeh, Lun, Lun," Pak Hadi menggedor-gedor tembok kubikelku. 

Bosku itu bukan tipe orang yang amukannya seram. Tapi tetap saja, cara ngomelnya ngeselin. Dan aku jadi makin mual dibuatnya. 

Pak Hadi ambil ancang-ancang mau ngomel namun suara batuk-batukku yang kencang mendahuluinya. Ini sih namanya bukan enek karena omelannya doang, tapi enek betulan. Isi perutku seperti nyaris keluar. 

"Waduh, kok lu batuk-batuk gitu?" tegurnya lagi, kali ini lebih halus dari yang barusan. Aku masih batuk-batuk, meraih botol minum untuk meredakan batuk. "Sakit lu? Kalau sakit jangan masuk kantor. Istirahat aja di rumah."

Pale lo! Emang lo nggak bakal nyinyir kalau gue mangkir sebelum resign? Elo kan maunya gue kerja bagi kuda!

Aku memutuskan membuka masker yang menutupi mulutku dan minum sebelum menjawab bos plin-plan yang masih betah nangkring di mejaku itu. Ekspresinya saat melihat muka polosku tidak bisa dibohongi. Dia betulan khawatir. Jelas aku bakal memanfaatkan kesempatan ini. "Maaf ya Pak," lirihku, menunduk dalam-dalam. "Habis kerjaan saya masih banyak. Nggak enak sama Mbak Echa dan sama Bapak."

ResignWhere stories live. Discover now