After You

1.6K 155 22
                                    

Terhitung sudah dua puluh delapan hari sejak aku terakhir kali melihat seorang Baskara Pramadono meninggalkanku sendiri di pinggir kolam renang apartemenku. Selama itu juga tidak pernah lagi ada komunikasi diantara kami. Aku mencoba menghubunginya, tiga hari setelah hari itu, berusaha menurunkan egoku karena aku merindukannya. 

Hasilnya nihil. Harga diriku menguap, dia tak juga kunjung membalas pesanku. Empat belas hari  setelahnya aku jalani dengan harapan dia duluan yang akan mengontakku, atau malah muncul di pintu apartemenku yang kuncinya sudah dia titipkan di lobby waktu dia memutuskan begitu saja hubungan kami. 

Sempat aku curiga kalau ternyata M betulan hamil dan ini semua hanya akal-akalannya untuk menjauhiku, namun posting Instagram akun suami Mbak Dewi yang tidak privat membuktikan sebaliknya. 

Di masa-masa dimana aku merasa lemah, aku mempertimbangkan untuk menyambanginya ke kantor lama. Entah itu untuk mengonfrontasinya, atau untuk sekedar mengobati rasa rinduku pada sosoknya. 

Ide gila itu akhirnya terwujud di hari ke dua puluh satu, tepatnya minggu lalu di hari ulang tahunnya. Aku sengaja mengambil jatah cutiku yang hanya tersisa tujuh hari lagi untuk datang ke NLO saat jam makan siang. 

Yang pertama kali menyambutku, tak lain dan tak bukan adalah Thareq. "Wih, kejutan banget nih tiba-tiba disamperin sama lo, Nar. Ada angin apa tiba-tiba pengen main?"

Memamerkan deretan gigiku, aku menyengir lebar. "Kangen aja sama anak-anak. Oh, ini gue bawain donat." 

Thareq menuntunku ke pantry dimana aku menaruh tiga kotak donat yang aku beli. "Bukannya lo sibuk ya di tempat baru? Kok bisa nyempetin waktu?"

"Pengen cuti aja Bang, healing," aku mengedip, berpura-pura bersikap santai padahal dari tadi mataku jelalatan mencari keberadaan Mas Baskara. "Lo sendiri, apa kabar? Gimana persiapan nikah?"

"Kabar baik, alhamdulilah. Buat nikahan gue kayaknya mau kami undur tahun depan nih Lun, soalnya ada kendala dari pihak keluarganya Mikhaila. Ya keluarga gue juga sih yang di Algiers."

"Oh?" tanyaku kaget. "Kalau yang di Aljazair gue tahu tuh. Lagi agak tegang kan suasana politik di sana. Tapi kalau Mikhaila kenapa?"

"Kakaknya batal nikah, Lun," Thareq menggaruk belakang kepalanya. "Ya namanya juga hidup ya. Ada aja lika-likunya. Otomatis situasinya jadi agak-agak kurang enak ya, jadi mau gimana lagi."

"Oalah. Ya semoga nggak terlalu lama ditundanya ya."

Lucu juga. Aku nggak pernah kira akan datang hari dimana aku betulan mendoakan pernikahan seorang Thareq Damier akan berlangsung lancar sesuai kemauannya. Ditambah, doa tadi betulan tulus datangnya. 

"Makasih ya Nar, oh iya, kalau lagi senggang boleh dong main-main lagi ke panti. Anak-anak udah pada nanyain lo tuh. Katanya kangen sama Kakak Cantik."

Aku terkekeh, menepuk pundak Thareq. "Bisa aja. Iya nanti kapan gue main. Bisa langsung apa musti nunggu jadwal lo dulu nih?"

"Kontak gue bisa, langsung dateng juga bisa. Kan udah pada tahu elo juga. Tapi kalau nggak mau sendiri, tinggal kita atur aja waktunya."

"Iya lah gampang"

"Lunar! Hai!" lalu datang Mbak April yang langsung menyambangiku. Kami berpelukan, selama beberapa detik baru dia melepasku. "Ya ampun akhirnya berkunjung ke sini lagi. Gimana nih? Sekalian balik nggak?"

"Haha, enggak Mbak, lagi cuti kebetulan, terus main. Pada kemana sih yang lain? Udah mau jam dua belas kok masih sepi pantry?"

"Timnya Echa meeting di luar sama Pak Hadi, terus Adil, Olga, sama Aji juga lagi konsinyering sama Pak Santo. Paling adanya Baskara doang tuh habis sidang, mana ya orangnya," aku sebut itu takdir ketika kemudian Mbak April melihat Mas Baskara dan memanggilnya. "Bas! Sini!"

ResignWhere stories live. Discover now