11. Cekcok di antara mereka.

156 9 51
                                    

"Sebenarnya lo kenapa?"

Alvarios menarik pergelangan tangan gadis cantik tersebut. Wajahnya terlihat begitu memelas. Arasya menoleh, tetapi hanya tersenyum simpul. Dia tidak memberitahu masalah yang tengah dihadapi pada siapa pun.

"Beginilah kalau ukhty kerasukan kunti, langsung diam begini," celetuk Habibi dengan ekspresi pasrah.

Kedua bibir Arasya terangkat sempurna. Beruntung sekali kalau berteman dengan calon ustadz humoris ini. Habibi memang ahli dalam membuat plesetan. Bahkan, temannya ini sering membuat profesor di kampus menjadi terkekeh berulang kali.

Arasya menepuk pundak Habibi, kemudian berujar, "Lo juga sama aja, Bahlul! Habibi juga banyak omong. Iya 'kan, Al?"

Alvarios mengiyakan dan berusaha keras untuk tidak tertawa. Ketika melihat wajah Habibi yang memelas, siapa pun pasti tidak sanggup berhenti menertawakan.

"Kalo orang yang suka banyak omong, tapi milih untuk diam ... beh, serem!" sambung Habibi sambil menghela nafas panjang, "emangnya ente punya masalah apa? Diam terus dari tadi, udah mencuri buku PR-nya Alvarios, ya?"

"Istigfar, Habibi! Gue enggak pernah mencuri," balas Arasya dengan ekspresi merah padam.

Tak!

Tangan kanan Araysa terasa sangat lentur ketika menjitak kepala Habibi. Suara gesekan antara kepala dengan kulit jari seolah membuktikan kalau Arasya sedang melampiaskan dendamnya.

Habibi mengelus kepala karena Arasya sangat kencang saat menjitak kepalanya. Wajar saja kalau meringis kesakitan, Arasya adalah pemegang sabuk hitam, tingkatan tertinggi dalam seni bela diri.

"Semakin diam, kita semakin khawatir," lanjut Alvarios sambil membantu melepas helm Arasya.

Habibi menatap Alvarios dengan tatapan iri. "Mas Al, tolong bantuin buat lepasin helm ini!" pinta Habibi sambil meniru karakter di salah satu sinetron Indonesia.

"Najis!" balas Alvarios dengan ekspresi ketus karena Habibi terlihat sangat lebay.

"Oh, anjir! Gue lupa ngerjain PR dari Bu Saras," gumam Arasya sambil menepuk telapak tangan Habibi, "Habibi, lo bisa ngerjain soal-soal kewarganegaraan wajib gak?"

"ASTAGFIRULLAH, UKHTY! ANE UDAH WUDU!"

"Ya Rob, gue lupa!" lirih Arasya dengan ekspresi memelas, "Maaf, Bib! Gue gak sengaja, tapi niat. Sekali lagi, maaf, ya!"

Habibi kembali merengek karena Arasya selalu bersentuhan kulit dengannya setiap kali bertemu. Alvarios semakin tertawa saat calon ustadz ini harus kembali berwudu setelah disentuh oleh Arasya. Katanya, demi menghindari fitnah sekaligus ingin menjauhi kuman Ara-Ara Kimochi.

"Al, gue cabut dulu! Mau ke kelas. Kalo telat, gue bisa mati di tangan Bu Saras!" sambung Arasya dengan ekspresi panik, "kalo ada PR MTK, gue pinjam buku lo."

"Ternyata lo lemah kalo dihadapkan sama MTK."

"Lho? Kan, gue sama Habibi emang bahlul kalo ngerjain MTK."

"Kalo kita berhadapan, lo bakal lemah gak?"

"Ngomong aja sama Betmen!" timpal Arasya sambil menghela nafas, wajahnya pun terlihat sedikit culas, "oh, iya, doa gue mujarab, gue doain supaya lo mampu jadi dokter handal!"

Alvarios mengangguk, kemudian terdiam selama beberapa detik. Habibi sampai tidak tahu, apakah temannya sedang sedih, senang, atau malah sedang kecewa. Wajah misterius itu memang sulit dibaca.

Gadis yang sedang berlari menuju kelas merupakan gadis paling unik sekaligus aneh.

Takut dihukum, tapi jarang mengerjakan tugas.

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Where stories live. Discover now