Tab 2 - Sick & Crying

2.8K 299 13
                                    

Hello Y'all!

Nice to see ya again with Deukii❗

Please enjoy to my new story...

This is Story of Jennie and 2 babies!

So, stay Tune in here guys!

📍






●●●


Hatchii...

Hatchii...

Suara bersin kecil itu membangunkan Jennie yang tertidur diranjang dan Karina yang berada di box bayinya. Jennie lebih dulu menyadari jika suara bersin itu berasal dari...

"Baby Winy!?"

Jennie terkejut mendapati suhu tubuh Winter yang begitu tinggi. Ia segera menggendong sang anak ke mobil, menelfon temannya agar menjaga sejenak Baby Karina yang ikut cemas akibat adiknya yang enggan membuka mata.

"Baby tidak boleh ikut sayang. Nanti Mommy dan adik akan segera pulang. Tunggu kami bersama Irene Imo dan Wendy Imo."

Untung saja tak sampai 10 menit, kedua wanita dewasa itu segera menginjakkan kaki di mansion besar Kim. Irene segera memeluk Baby Karina yang sesegukan karena khawatir pada adik kembarnya.

"Sstt... Baby jangan menangis. Baby Winter hanya demam." Elus Irene dikepalanya.

"Hiks.. bagaimana Imo tau?"

"Imo tentu tau. Kan Baby twins keponakan Imo. Hm?" Karina mengangguk dan tetap menduselkan wajahnya di dada Irene. Wendy yang melihat itupun ikut mengusap kepala baby dengan sayang.

Tak lama, Karina pun sudah tertidur dipelukan Irene. Mudah sekali bagi anak sulung Jennie ini tertidur jika mendapat pelukan dan belaian di beberapa bagian tubuhnya.

"Mianhae, belum bisa memberimu anak Wannie." Kepalanya menunduk merasa bersalah pada suaminya. Irene begitu tau jika Wendy sangat menginginkan anak. Sudah 3 tahun sejak mereka menikah sebelum pernikahan Jennie, Irene dan Wendy belum dikaruniai anak oleh Tuhan.

"Hei, kenapa menunduk sayang? Gwaenchana, Tuhan belum memberi kita izin memiliki baby. Aku tidak masalah untuk itu. Yang pasti kita harus senantiasa berdoa, memohon agar suatu saat nanti kita bisa memiliki baby yang lucu seperti Jennie," Senyum Wendy hingga membuat daging pipinya terkumpul disana.

.
.
.

Cklek..

"Dokter! Bagaimana keadaan putri saya?"

"Putri anda baik-baik saja. Dia hanya demam dan untung saja anda sigap membawanya kemari. Jika tidak... maka hal yang buruk mungkin saja bisa terjadi." Jennie bernafas lega mendengarnya.

"Setelah sadar berikan dia ASI dan lakukan skinship bersamanya Nyonya, agar demamnya lekas mereda meskipun saya sudah menyuntikkan obat penurun panas melalui infus."

Jennie membungkukkan badannya lalu masuk ke ruang rawat Winter.

"Baby.." Terlihat Baby Winy terlelap dengan selang infus ditangan kirinya. Kedua mata kucingnya memanas menatap sang putri yang terbaring lemas diatas brankar.

"Baby... lekaslah bangun. Mommy rindu nakalnya Baby.." Jennie mencium tangan kanan Winter yang terbebas dari jarum infus.

Ddrrtt...

'Jennie-ya, bagaimana keadaan Winter?'

'Tentu Unnie. Winter hanya demam, mungkin terlalu banyak bermain air semalam.'

Ddrrtt...

'Syukurlah. Aku khawatir sekali. Karina pun tak berhenti menangis tadi. Untung ia percaya ucapanku dan bisa tertidur.'

'Gomawo Unnie sudah menjaga anakku. Maaf, aku merepotkan kalian.'

'Tak apa. Tidak usah sungkan.'

Jennie sigap saat si bungsu menggeliatkan tubuhnya. Membalas genggaman tangannya hingga ia membuka mata pelan.

"Mom..." Gumamnya.

"Mommy disini sayang."

"Badan Baby tidak enak.."

"Nanti cepat sembuh, dokter sudah memberi Baby obat."

"Mau uyyu?"  Winter mengangguk dan menarik lemah jemari Jennie agar ikut tertidur dibrankarnya.

Jennie membuka kancing kemejanya juga kancing baju Winter agar kulit keduanya saling menempel. Tangannya tak berhenti mengusap surai hitam baby bungsunya. Ia menatap sedih saat merasakan bahwa sedotan ASI dimulut Winter terkesan lemah. Tak seperti biasanya, yang aktif dan kuat.

"Cepat sembuh ya sayang. Mommy khawatir sekali saat Baby nakalnya Mom sakit." Winter mendongak, "Baby Mintel minta maap buat Mom cedih."

Jennie menggeleng, tidak, ia salah berucap. "Tidak sayang. Jangan meminta maaf. Sudah ya? Uyyu lagi lalu tidur."

.
.
.

Satu hari berlalu, kini saatnya Baby Winy untuk pulang. Sungguh, bayi itu merengek sejak tadi. Ia rindu menjahili kakak perempuannya, ia rindu di peluk pula olehnya.

"Benar sudah sembuh?"

"Cudah Mommy. Ish, Mommy tida pelcaya cama Mintel ya?" Jennie tersenyum kecil lalu mengangguk saja agar cepat selesai debatnya.

Jennie mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sedangkan si kecil memilih mengemut baby pacifier dan sesekali menatap kearah Mommynya.

"Mommy tantik."

"Tentu saja Mommy cantik."

"Tapi tetap tantik Mintel," Ujarnya penuh percaya diri.

"Mom.."

Baru saja hening beberapa menit, Winter kembali berucap dan menatap Jennie. Entah apa yang diinginkan anaknya kali ini.

"Mommy.." Jennie tak bergeming.

"TENNIE!!" Teriaknya keras. Sudah cadel, galak pula.

"Apa ish? Nakal sekali memanggil Mommy seperti itu?"

Winter mencebik. Padahal ia ingin uyyu.

"Uyyu.. Baby aus Mom."

Jennie menimbang, ia sedang menyetir dan Winter jika menyusu pasti tidak bisa diam dan tenang. "Baby diam. Tanti," Ujar Winter menaikkan kelingking kecilnya. Jennie menepikan mobilnya dan menggigit kecil kelingking mungil anaknya. Menggemaskan.

"Janji ya jangan banyak tingkah?" Winter mengangguk lalu pindah ke pangkuan Jennie.

Ia menikmati uyyu Jennie sembari memejamkan mata karena sudah berjanji tidak akan banyak ulah. Ia menempelkan telapak tangannya pada dada Jennie, menjatuhkan sebagian kepalanya di ketiak sang Mommy. Satu tangan Jennie pun mengusap punggung sang anak dan memegang tubuhnya agar tidak terjatuh.

"Tidur ya?" Winter mendongak, "Tium Baby dulu."

Jennie langsung menunduk agar sang anak dapat mencium bibirnya. Ada-ada saja memang tingkahnya jika sehat seperti ini, tapi jika sedikit saja terluka juga tak kalah membuatnya khawatir setengah mati.

●●●

Udah buang aja Baby Winternya... beban juga 😂


Di vote sama Komen ya .. makasih

👇

Jennie & 2 Babies KimHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin