12. Perkara Makanan

13 2 0
                                    

Sinar senja melewati gorden yang memang masih terbuka. Sore ini, Sema mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk. Sadar jika ia tak sedang berada dalam kamarnya setelah beberapa detik mengumpulkan kesadarannya. Sema meregangkan otot-otot tubuhnya, baru ingat ia sedang diluar kota.

Pun Sema tak sepenuhnya bangun sendiri, ketukan dari pintu membuatnya terbangun. Setelah cukup sadar ia segera menuju pintu untuk membuka. Wajahnya sedikit bengkak karena tertidur terlalu lama. Entah sejak kapan tapi setelah mengakhiri panggilan video Dengan Haru, Sema sempat membaca kembali materi yang ia bawa. Sampai-sampai tidak sadar sudah ketiduran dari siang sampai sore. Sekitar jam lima sore.

Sema tersenyum kaku saat mendapati Desta berada diluar kamarnya. Secara otomatis yang membangunkannya beberapa saat lalu juga pemuda itu pastinya. "kenapa?" Tanya Sema.

"Disuruh turun, makan." Ujar pemuda itu. Sema mengangguk.

"Lo duluan aja, Gue mau mandi dulu." Ucap Sema. Setelahnya tak ada interaksi lagi. Sema pamit ingin mandi sebelum menutup pintu. Sementara Desta, pemuda itu ya seperti biasanya.

Lima belas menit kira-kira waktu yang dibutuhkan Sema untuk kembali membuat dirinya segar. Mandi dan memakai baju gantinya, Sema segera keluar takut sudah ditunggu. Tapi setelah membuka pintu Sema nyaris terkejut saat melihat presensi pemuda di depan pintunya. Berdiri seperti lima belas menit lalu.

"Kok disini?" Tanya Sema.

"Nungguin Lo." Jawab Desta jujur. Setelah tadi Sema masuk ke ruangannya Desta tak langsung pergi. Ia kembali lagi ke kamarnya lalu memainkan game di ponselnya. Lalu Desta kembali lagi.

"Ngapain? Gue nggak minta Lo nungguin Gue." Tanya Sema. Desta mengedikkan bahu acuh, ia berjalan lebih dulu diikuti Sema di belakangnya. "Gue males ditanya-tanya Lo dimana, kenapa sendirian, kenapa nggak bareng Lo, dan pertanyaan 'kenapa-kenapa' yang lainnya lagi." Jelas Desta.

Keduanya kini telah sampai di meja makan berbentuk bulat dengan Bu Rosa dan Bu Nila sedang saling membicarakan suatu hal. Entah apa yang jelas seru sekali, diiringi tawa sesekali. Ya mungkin biasa terjadi ketika dua orang wanita paruh baya tengah bersama. Kalau bukan ghibah memang apalagi?

Mendapati dua murid mereka telah datang, dua guru itu menyudahi sesi ghibah mereka. Memilih menaruh atensi kepada dua anak manusia berbeda gender yang berjalan mendekat. Mereka mengambil duduk di tempat yang kosong.

Tak lama makanan mereka telah sampai, dengan dua guru yang selalu melempar pertanyaan seputar kesiapan. Atau pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membuat suasana menjadi kaku.

Sema menatap makanan di depannya, seketika rasa laparnya berubah menjadi mual saat menyaksikan banyaknya udang di piringnya. Sumpah seenak apapun udang Sema tak akan pernah berniat menyentuh seafood itu. Yang ada hanya akan membuatnya demam disertai ruam. Sema alergi sekali dengan makanan enak itu.

"Sema, kenapa nggak makan?" Tanya Bu Nila yang terlihat menikmati makanannya kali ini. Sema hanya tersenyum menanggapi berusaha menggapai sendoknya. Tetapi sahutan tangan dari pemuda di sampingnya membuatnya menoleh. Pemuda itu mengambil alih piring Sema, lalu menggantinya dengan piring milik pemuda itu. Sayur berisi udang sudah disingkirkan dari piring itu menyisakan ayam, gorengan dan sayur lainnya.

"Sema alergi udang?" Tanya Bu Rosa kali ini. Sema mengangguk kikuk walaupun masih terlihat terkejut dengan perlakuan tiba-tiba dari Desta. Pemuda itu tau?

"Sema mau ibu pesenin makanan yang lain?" Tanya Bu Nila yang duduk di depan Sema. Sema menggeleng sembari menunjukkan piringnya yang sudah bersih dari udang. Semua karena Desta.

—o0o—

"Lo tau Gue alergi udang?" Tanya Sema sewaktu perjalanan kembali ke kamar masing-masing. Desta masih berada di depan dengan langkah lebarnya sementara Sema tertinggal dua langkah dibelakang. Pertanyaan itu sebenarnya sudah ingin ia tanyakan sedari tadi, tapi bibirnya baru berani berucap sekarang.

"Nggak." Jawab Desta singkat.

"Terus tadi?" Tanya Sema. Kini keduanya telah sampai di depan kamar masing-masing. Tapi sebelum membuka pintu kamarnya Desta berbalik arah.

"Gue cuma nebak, Gue pernah lihat di tas Lo ada obat buat alergi." Ucapnya, cukup untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Bukannya puas gadis itu malah kembali bertanya. "Lo tau soal obat-obatan?" Tanya Sema dengan netra melebar, berbinar kagum pada pemuda di depannya.

"Dikit." Ucapnya sebelum masuk ke dalam kamarnya. Sudah bilang kan Desta malah ditanya-tanyai kalau tidak penting.

Sema pun begitu.

Sampai ia sadar jika tubuhnya terasa gatal, hampir di sekujur tubuh. Kepalanya terasa sangat berat. Sebenarnya untuk pusing memang sudah ia rasakan sedari tadi, mungkin karena mencium bau udang. Tetapi pusingnya semakin menjadi tatkala Sema telah memasuki kamarnya. Untuk berdiri tegak rasanya agak susah, dunia serasa berputar di depannya. Tangannya menumpu pada tembok agar tak terjatuh.

Ia yakin tidak memakan udang sama sekali.

Tetapi ia tidak tahu sebenarnya masih ada udang dalam salah satu gorengan. Sema tidak tahu itu. Bahkan guru-guru maupun Desta tidak menyadari gorengan itu mengandung udang.

Tubuhnya seakan lemas tanpa tulang. Sema berusaha mengais kesadarannya, di sela pandangannya yang mengabur ia mengambil ponselnya.  Mencoba mencari bantuan, dan nama Desta untung saja nama pemuda itu berada didaftar atas sesuai abjad. Ia menekan tombol panggilan berharap pemuda itu dengan segera mengangkat panggilan dari gadis itu. Hari ini saja, hari ini Sema benar-benar bergantung pada cepat atau lambat Desta menjawab telponnya.

—o0o—

Desta fokus pada ponselnya yang dalam posisi miring. Sesekali mengumpat kala mendapati dirinya hampir mati terkepung musuh. Tidak sering sebab Desta sudah lumayan ahli bermain game online. Jemarinya sangat cepat, ia semakin fokus kala mendapati dirinya sebentar lagi akan menang.

Sebentar lagi, tapi sebentar itu berubah kala panggilan masuk membuat game nya harus berakhir dengan kekalahan. Desta terkejut, kecewa dan agak sedikit kesal.

Tapi melihat siapa yang menelpon membuat Desta bergeming bingung. Pasalnya gadis yang baru saja berpisah darinya beberapa saat lalu tidak akan menelponnya kecuali menyangkut hal-hal penting perihal olimpiade. Desta menggigit bibir bawahnya, tidak gugup hanya bingung sesaat.

Namun tepat setelah ia menempelkan ponselnya di telinga, suara gadis itu membuat bulu kuduknya meremang. Sistem kerja otaknya berhenti sesaat. Jantungnya terasa dipompa dua kali lipat.

"Desta, t-tolong."

Sejak otaknya kembali menerima impuls tanpa pikir panjang pemuda itu segera keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa. Bahkan mendobrak pintu kamar Sema yang bahkan tidak dikunci. Ia semakin terkejut mendapati gadis itu sudah tergeletak di lantai dengan sudut mata berair, tangannya masih memegang ponsel yang masih terhubung dengan panggilan dari Desta. Wajah dan tangannya memerah, seperti ruam.

Desta dengan cepat mengangkat gadis itu untuk dibaringkan di ranjangnya. Suara gaduh Desta tadi mengundang dua guru pendamping untuk datang melihat. Mereka pun terkejut mendapati Sema sudah tergeletak di ranjang. Gadis itu menangis menahan sakit.

"Ya Tuhan, Sema!"

"Sema kenapa Desta?" Tanya Bu Nila. Dengan segera Bu Rosa keluar mencari bantuan.

"Dia alergi." Ucap Desta. Pemuda itu dengan cepat membuka koper Sema. Mencari sesuatu yang Desta yakin dibawa Sema. Hingga ia menemukan sebuah obat. Ia segera membawanya menuju Sema.

Mengambil air, dibantu Bu Nila membuat Sema meminum obat alerginya. Perlahan-lahan gadis itu sedikit tenang. Rasa gatalnya sudah berkurang, pusingnya juga. Tapi tubuhnya masih sangat lemas.

Kini Bu Rosa telah datang membawa bantuan. Mereka akan membawa Sema ke rumah sakit walaupun sudah mendapatkan pertolongan pertama. Besok Sema akan olimpiade, gadis itu harus sudah sehat besok.

Bersama Desta, ia menatap Sema yang duduk di tengah, dihimpit oleh dua guru wanita yang menjaganya. Sementara dirinya berada di depan, di samping kursi kemudi. Desta menghela napas berat. Lega sekaligus sedikit—hanya sedikit—khawatir kepada teman olimpiade nya itu.

Semoga semuanya baik-baik saja.

SEMESTA [END]Where stories live. Discover now