Dani terperanjat begitu Andara menerima pinangan lelaki lain-yang belum diketahui siapa-dengan begitu mantap. Seolah, tidak ada keraguan sedikitpun. Ini seperti Andara yang Dani temui enam tahun lalu. Penuh rencana dan keyakinan. Tapi apakah benar wanita yang dulu menjadi pendamping masa kelamnya serius akan menjalani pernikahan? Atau justru akal-akalan Bapak dan anak saja agar dirinya mundur? Karena dilihat dari sisinya saat ini, Pak Jalisman nampak biasa saja dengan keputusan anaknya.
Untuk beberapa saat, ketiga manusia yang sudah dewasa ini terdiam dengan pikirannya masing-masing. Belum ada yang buka suara kembali. Andara yang masih menata emosi, Pak Jalisman yang sedamg mencerna kembali keputusan Andara, sedangkan Dani yang terus mengamati wajah Bapak dan anak di hadapannya.
"Ehem," dehem Dani meminta atensi dari Andara dan Pak Jalisman. Ia meluruskan punggung, menetralkan kembali ekspresinya baru kemudian mengajukan pertanyaan pada wanita yang akhir-akhir ini menempati hatinya. Setelah berkelana hingga usianya 29 tahun, dia baru tersadar jika wanita yang dibutuhkannya nanti di masa depan adalah Andara-yang tenang, sabar dan penurut.
"Apa aku keliatan bercanda?" Suara Andara meninggi, entah kenapa hal tersebut tidak disukai Ramli Ardani.
"Mungkin-"
"Jujur, aku juga belum tahu dia itu siapa. Itu kan yang pengin kamu ingin ketahui? Aku hanya menghargai siapa yang lebih dulu ijin lewat Bapak." Potong Andara cepat, sebab tak ingin mendengar omong kosong mantan pacarnya.
Dani menarik nafas berat. "Kalau boleh tahu, siapa yang sudah melamar Andara Pak? Karena beberapa bulan ini, Andara tidak pernah mengatakan apa-apa. Dia tidak terlihat dekat dengan orang lain."
Lelaki paruh baya yang sedari tadi menunduk mengamati cangkir teh akhirnya mengangkat kepala. Ia tahu, ada nada kecewa disana. Namun mau bagaimana lagi? Setiap orang tua memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab untuk anak perempuannya. Hak memberikan restunya pada siapa tentu saja.
"Andara sebenarnya tahu laki-laki itu siapa. Sejak pindah ke Jakarta, dia intens mendekati kamu kan? Pasti kamu paham siapa yang Bapak maksud." Si pemilik ruko bakso ini menanyakan hal tersebut sambil tersenyum tipis. "Dia laki-laki biasa, tidak memiliki kedudukan atau status yang tinggi. Bekerja sebagai karyawan di perusahaan konstruksi. Umurnya tiga tahun di atas Andara, dan dia pernah menikah."
"Maksudnya duda?"
"Iya."
Dani menghela nafa, yang tertangkap seperti bentuk kelegaan di mata Andara dan Pak Jalisman. Sempat pula tertangkap mata, bibir Dani sedikit tertarik ke samping kiri.
"Kamu yakin Ra dengan dia?"
Andara diam. Mulutnya sudah terbuka, namun kembali dia tahan. Dan saat itulah Pak Jalisman memilih mundur. Ia tahu, kedua mantan kekasih ini akan membahas sesuatu yang lebih dalam, melibatkan tak hanya otak, namun juga perasaan. Bahkan mungkin akan ada kilasan masa lalu yang dikulik kembali.
"Andara?" Panggil Dani sekali lagi usai mereka hanya duduk berdua di ruang tamu.
"Kamu dengar kan tadi jawaban aku? Aku terima. Aku yakin!"
"Kamu marah sama aku? Kecewa sama aku? Kalau iya, bilang! Jangan tiba-tiba ambil keputusan kaya tadi! Ngga masuk akal!"
"Ngga masuk akal bagaimana? Memang kenapa dengan keputusan aku? Ada yang melamar, dan aku menerima. Apa yang salah?"
"Dia duda!"
Ketegangan mulai tercipta, terbukti dari urat leher Dani yang nampak menonjol. Tak ingin terpancing dengan sosok emosional di hadapannya, Andara sengaja mengalihkan tatapannya pada pojok ruangan-tempat tanaman hijau berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tractable [End]
RomanceAndara tidak memiliki pengalaman menjadi Ibu, tidak juga dekat dengan anak kecil manapun sebelumnya. Setelah berkelana dalam kurun waktu yang panjang, ia akhirnya menikah, memiliki anak, meski belum pernah mengandung dan melahirkan. Apa kalian tahu...