Mengenal Rasa

24 16 2
                                    

"Aku telah jatuh cinta. Rasanya, seperti aku menyukai cokelat. Sangat suka."


     Bunyi gemerincing lonceng kecil sebuah kedai minuman, terdengar. Bersamaan dengan seseorang yang memasuki kedai milik seorang pria. Seorang gadis berjilbab dengan setelan atasan kaos lengan panjang dipadu rok berbahan jeans, mendekati meja bar. Sesosok pria dengan mata sedikit sipit dan berkulit bersih yang tengah meracik secangkir kopi, menoleh.

     "Oh, Zaa," sapanya ramah. Jarang tersenyum, kesan kuno tapi beradab mencuat dari diri si pria ini yang jarak usianya terpaut lebih tua dua tahun dari Adi, sosok lelaki yang Zaara sukai.

     "Hai, Mas," balas Zaara. Zaara melongokkan kepala ke arah pintu ruangan dalam dekat mini bar.

     Pria di balik meja bar, mengerti arah tatapan Zaara. Sembari memberikan secangkir kopi pada salah satu pegawainya untuk dikirimkan pada salah satu tamu di kedai miliknya, ia meraih lap. "Tunggu aja, Raka masih di luar," ucapnya.

     "Oh, Raka belum pulang kuliah?" tanya Zaara.

     "Udah selesai. Tapi, tadi aku suruh untuk belanja."

     Zaara mengangguk-angguk.

     "Kamu mau cokelat dingin?" tawar si pria. Ia sangat paham tentang kesukaan Zaara. Semua yang serba cokelat.

     Zaara kembali mengangguk. "Kalau gitu, aku tunggu Raka di sana aja, Mas," seru Zaara sembari menunjuk tempat duduk yang masih kosong, di sudut kedai.

     Saat berjalan menuju tempat duduk yang hanya berisi kursi untuk pengunjung dua orang, Zaara baru menyadari jika kedai milik pria yang tadi disapanya saat memasuki kedai, lumayan ramai. Zaara meraih kursinya, lalu memantapkan diri duduk dengan tenang. Matanya masih mengedarkan pandang, melihat suasana kedai di sore hari.

     Kedai yang sering dikunjunginya ini, memiliki bentuk bangunan bergaya modern dan sederhana. Dari luar, tampak seperti kedai-kedai kecil di pinggiran jalan dataran Eropa. Namun, begitu memasuki kedai, suasana nyaman dan berkelas menjadi suguhan pertama yang tampak. Kedai yang dalamnya begitu luas, dikelilingi dengan dinding-dinding kaca, menambah suasana tenang. Bangunan dua lantai ini, juga memiliki bar kecil di samping meja pesanan. Beberapa kursi-kursi dengan kaki-kaki panjang, diletakkan berderet di depan meja mini bar.

     Kesan elegan juga terasa kuat dalam kedai ini. Di beberapa sudut kedai, berisi kursi untuk dua pengunjung. Di sepanjang deretan dinding-dinding kaca, ada sofa-sofa dari yang hanya diperuntukkan untuk dua hingga empat orang pengunjung. Pada bagian tengah ruangan, terdapat kursi-kursi dikhususkan untuk jumlah empat orang pengunjung. Kedai ini juga menyediakan tempat bagi pengunjung yang membawa banyak anggota keluarga. Di lantai dua, kursi dan sofa-sofa disiapkan bagi pengunjung dengan enam hingga sepuluh orang.

     Pandangan Zaara beralih ke luar dinding kaca. Meski letaknya tepat di pinggir jalan raya, tapi berdampingan dengan taman bermain milik sebuah perumahan elite. Menyuguhkan pemandangan indah dan asri. Pemandangan yang kontras dengan sudut lain yang ramai lalu lintas orang dan jalanan kota pahlawan.

     Segelas cokelat dingin dengan sepiring double chocolate toast, roti isi cokelat dengan lelehan cokelat berlimpah di atasnya, disuguhkan di depan Zaara. Kudapan cokelat di hadapannya, mengalihkan Zaara dari dunia luar. Mata Zaara berbinar. Cokelatnya yang dingin juga segera ingin ia teguk melindas kerongkongannya yang haus karena udara panas kota Surabaya yang di luar nalar.

     "Ah, kamu udah dateng?" sapa Zaara tak lama pada pramusaji yang menyuguhkan. Pertanyaan itu seperti ditujukan hanya pada cokelatnya yang baru datang. Senyum Zaara terkembang.

SEDUHAN TERAKHIR (Finished)Where stories live. Discover now