Met in 1946-21

2.5K 731 158
                                    

Steve terdiam beberapa saat lalu berbicara, "iya?"

Driz mengangguk, "iya. IYA GUE BOHONG!" Driz pun tertawa keras apalagi setelah melihat perubahan raut wajah Steve.

"That's a bad joke." balas Steve seraya balik badan untuk pergi masuk.

"Eh, tunggu!" Driz menahan Steve dengan cara melingkarkan kedua tangannya di lengan laki-laki itu. "Jangan pergi, fotoin gue dulu."

Steve menghela napas dan menatap ponsel yang Driz sodorkan kepadanya, "di mana?"

Driz berjalan cepat menuju tanaman hias yang ditumbuhi oleh baby breath. "Di sini, badan gue full keliatan, pemandangan di belakang gue juga harus keliatan."

Steve yang semula berdiri di lantai mulai berjalan beberapa langkah dan kini kedua kakinya sudah menginjak rumput, Steve mulai memperhatikan ponsel Driz di mana Driz sudah membuka aplikasi kamera dan Steve dibuat tertegun dengan hasil gambar yang kamera ponsel itu berikan.

"Wow, kayaknya hasil kamera benda kamu ini bakal bagus." kata Steve seraya menggerakkan kamera ke segala arah tetapi belum memotret apapun.

"Iya, emang. Buruan foto gue."

Steve pun sedikit mengangkat ponsel tersebut. "Tapi, kenapa malah muka aku yang keliatan? Bukannya kamu? Sebelumnya kamu keliatan." ujar Steve seraya memperhatikan wajahnya dari kamera.

"Lo ada ngeliat tanda panah yang ngelengkung berlawanan arah? Lo sentuh itu."

Kedua mata steve mulai mencari tanda panah yang Driz maksud dan untungnya langsung ia temukan, kamera pun sudah berputar menjadi memperlihatkan Driz.

"Cara aku fotoin kamu itu gimana?" tanya Steve lagi.

"Ada lingkaran warna putih, 'kan? Sentuh itu, please fotoin gue, buru, karena gue udah laper."

"Oke-oke." Steve pun mulai menyentuh lingkaran berwarna putih itu dengan posisi Driz yang sedang melipat kedua tangan di depan dada dan wajah yang cemberut. "Udah." Steve pun menyodorkan ponsel itu pada Driz.

"Hah? Udah? Tapi lo belum hitung satu, dua, tiga. Lo harus hitung dulu biar gue bisa siap-siap, Bahlul."

"Makanya kamu ngomong dari awal. Oke, aku fotoin lagi. Satu, dua, tiga." Steve kembali menyentuh lingkaran berwarna putih itu dengan Driz berpose membelakangi lalu menoleh dan mengerucutkan bibir.

Driz pun menghampiri Steve untuk melihat hasil jepretan laki-laki itu. "Ih, kok sebagian doang yang keliatan? Nggak full badan, ya udah deh. Ayo kita foto berdua, ntar mau gue tunjukin ke nyokap gue." Driz melingkarkan satu tangannya di lengan Steve.

"Siapa nyokap?" tanya Steve.

"Hah? Em... Flynn! Gue kadang panggil Flynn itu nyokap. Udah ah, diem, banyak tanya. Senyum ke kamera." ujar Driz lalu tersenyum lebih dulu dan senyumnya kian mengembang saat melihat dari layar ponselnya Steve ikut tersenyum.

-Met in 1946-

"Jadi kamu sama sekali nggak ingat tentang keluarga kamu? Dari mana kamu berasal?" tanya Ayah Steve.

"Iya... Uncle." Driz diam setelah untuk melihat reaksi Martin dengan panggilan yang ia lontarkan dan Martin tampak tidak mempermasalahkannya. "Saya ditemuin nenek-nenek, namanya Nenek Inessa. Nenek Inessa nemuin saya di jalan dan posisinya saya lagi pingsan."

"Pasti sebelum kamu pingsan, kamu inget kamu dari mana, 'kan?" tanya Isabel.

Driz mencoba untuk berpikir, berpikir alasan apa yang harus ia lontarkan.

Met In 1946 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang