15

2K 261 28
                                    

Mendengar suara pukulan, Dahyun menoleh ke belakang. Seorang pria berbaring tepat di depan kakinya.

Di belakang pria itu ada seseorang yang familiar baginya. Perempuan bertubuh tinggi yang ia temui satu Minggu yang lalu.

Penampilan perempuan itu masih sama seperti sebelumnya, bedanya ia memegang sebuah tongkat kayu.

"Pria ini mengikutimu," ucap Tzuyu sembari melempar tongkat itu.

"T-terima kasih telah menyelamatkanku.."

Mereka berdua saling menatap. Tatapan Tzuyu pada Dahyun masih sama seperti sebelumnya.

TIIN!!!

Dahyun menoleh ke belakang, terlihat Sana keluar dari mobil dan berjalan mendekatinya.

"Masuklah duluan Dahyun-ah," ujar Sana yang langsung dituruti oleh Dahyun.

Sekarang tersisa Sana dan Tzuyu. Suasana menjadi hening, mereka berdua beradu pandangan.

Sorot mata Sana tajam layaknya pisau, sedangkan tatapan Tzuyu kosong. Kepalanya pun tertunduk.

"Terima kasih telah menyelamatkan Dahyun-ku.." ucap Sana sambil menyeringai.

"Dan.. kau tidak lupa mengenai ucapanku, kan?"

Tzuyu hanya diam saja. Sana tertawa ketika melihat tangan gadis itu yang terkepal dengan erat.

"Kalau begitu aku pergi dulu, ya. Sampai jumpa~"

Sana memberikan sebuah ciuman terbang kepada Tzuyu sebelum masuk ke dalam mobilnya.

~

Sana yang baru saja selesai mencuci piring kotor, mengambil tempat di sebelah Dahyun.

"Apa ada yang sakit Dahyunnie?" tanya Sana khawatir.

"Tidak ada eonnie. Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, eonnie.." jawab Dahyun tersenyum.

"Ini, minumlah."

Sana menyerahkan segelas air pada gadis itu, dan Dahyun menerimanya dengan perasaan bingung.

"Kayak ada pahit-pahitnya.."

Dahyun bergumam setelah selesai meminum segelas air itu, lalu menaruh gelas kosong tersebut di atas meja.

"Gomawo, eonnie."

"Apa kau sudah melapor pada kepala sekolah?"

Mendengar hal tersebut, Dahyun yang tadinya tersenyum seketika langsung berwajah murung.

"T-tidak.."

"Kenapa tidak? Apa perlu aku yang melapor?"

"Tidak bisa eonnie. Sang kakak dari kakak beradik itu dibeli oleh pemilik sekolah.."

Keheningan melanda keduanya, sampai terdengar suara helaan nafas dari Dahyun, membuat Sana heran.

"Eonnie tahu?"

Sana mengangkat sebelah alisnya ketika Dahyun mulai berbicara, dengan pandangan tertuju padanya.

"Saat aku 'dijual'.. kakak beradik itu satu ruangan denganku.."

Sana diam, menyimak Dahyun yang sedang mengambil nafas sebelum melanjutkan ceritanya.

"Aku sudah bersikap baik pada mereka, tapi kenapa sang kakak itu sepertinya sangat membenciku?"

Mata Dahyun berkaca-kaca, Sana yang melihat itu tentu merasa prihatin. Ia langsung memeluk Dahyun, dan satu tangannya mengelus-elus punggung gadis itu.

"S-salahku apa eoh, eonnie?"

Sana mengendurkan wajahnya, memegang kedua sisi pundak Dahyun sembari menatap matanya.

"Kau tidak salah apa-apa, Dahyunnie!"

"Kau sudah baik hati membagi roti pada mereka berdua, kan?"

Dahyun membulat sempurna mendengar itu. Ia langsung bangkit dari kursi dan menjauh dari Sana.

"B-bagaimana eonnie bisa tahu?"

"Maksudnya?"

"A-aku tidak pernah menceritakan hal itu pada eonnie.."

















"Aigo~ Kasihan sekali kau, Dahyunnie. Sepertinya mereka membenturkan kepalamu cukup kuat..."

Sana berdiri dari duduknya, berjalan pelan ke arah Dahyun yang tengah mematung dan berhenti tepat di hadapannya.

"Yakin tidak ada yang sakit? Tidak perlu pergi ke dokter?" tanya Sana khawatir.

Tiba-tiba saja Dahyun merasa pusing dan pandangannya memburam. Untung saja Sana menangkapnya.

Sana yang melihat mata Dahyun perlahan terpejam, menepuk-nepuk pipi gadis itu.

"Dahyunnie? Dahyunnie?" panggil Sana.

"N..nee eonnie?" sahut Dahyun terdengar begitu lemah.

"Kita ke dokter, ya?"

"Tidak perlu eonnie. T-tolong antarkan aku ke kamarku saja, kepalaku sakit sekali. A-aku ingin istirahat.."

Sana pun membawa Dahyun menuju ke kamarnya dan membaringkan gadis itu di atas kasur.

"Selamat malam Dahyunnie." Sana mengecup kening Dahyun.

"Selamat malam eonnie.." balas Dahyun dengan mata yang terpejam.

Tidak sampai tiga puluh detik berlalu, gadis itu sudah tertidur dengan pulasnya.

Sana keluar dari kamar Dahyun, kemudian bersandar pada pintu di belakangnya itu.

"Huft.."

"Hampir saja. Untung obatnya berkerja dengan baik. Sekarang waktunya untuk mengurus mereka.."

~~~

"Dahyun eonnie?"

"Wae Chaeng?"

"Sudah dengar kabar itu?"

"Kabar apa?"

"Dua murid baru itu menghilang. Pemilik sekolah sudah mencari kemana-mana tapi mereka tidak ditemukan. Polisi juga sudah turun tangan namun hasilnya sama saja. Jejak kaki mereka bahkan tidak ditemukan."

Dahyun terdiam. Tentu saja pikiran negatif muncul dalam benaknya, tetapi langsung ia tepis.

"Kalau begitu aku duluan eonnie. Dadah~"

"Dadah Chaeng.."

~

Sekarang ini Dahyun tengah berbaring di atas kasurnya, sedang memainkan ponselnya.

Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi tanda ada notifikasi yang masuk, langsung saja Dahyun tekan.

Alisnya terkerut ketika melihat sebuah pesan dikirim oleh orang tidak bernomor.














T.B.C

Sold (Saida)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang