Duality - Minlix

5.1K 216 84
                                    

warn! 5,2k words

Grup belajar yang dipilih secara acak oleh wali kelas memanglah hal yang paling menyebalkan. Bisa sekelompok untuk belajar dengan orang yang kurang dekat dengan kita rasanya canggung dan kaku. Siapa yang nyaman dan dapat belajar bila di posisi itu?

Harus menjaga sikap namun juga harus nyaman untuk belajar adalah dua hal berbeda.

Apalagi apalagi jika sekelompok dengan si malas dan banyak omong. Sudah malas, mulutnya tak bisa di tutup, omong kosong. Beruntung di kelompok Minho tidak begitu.

Justru seperti kuburan.

Satu kelompok terdiri dari lima,

Jeongin- ketua yang suka gagap jika bicara, entah bagaimana ceritanya dia menjadi ketua, padahal nilai ulangannya biasa saja menjorok ke buruk. Dia jarang bicara karna malu tergagap-gagap.

Hyunjin- selebriti sekolah yang sibuk merapikan rambut blondenya, menjaga image nomor satu. Dia harus terlihat cool dan tampan, jadi harus diam dua puluh empat jam.

Bangchan- dia membenci manusia kecuali Felix, jadi dia takan bicara kecuali felix mengajaknya bicara.

Han- Maaf, dia memang tunawicara.

Minho- pemalu, penakut, menyusahkan, untung dia diam tidak banyak bergerak. jika tidak mungkin Bangchan sudah habis mencibiri anak itu.

Felix- satu-satunya yang ramah dan membantu semuanya, cocok menjadi ketua kelompok tapi entah kenapa hal itu tak terjadi. Tapi Felix juga juga sedikit pendiam. Anggota osis yang sedikit bicara, tapi tak begitu pendiam. Dia lah satu-satunya yang membuka mulut di kelompok mereka.

Bangchan melihat sinis saat tangannya di sentuh Han. Dia malas membaca gerakan tangan Han yang susah di mengerti, alhasil di campaknya tangan Han dan di gesernya tempat duduknya merapat pada Felix.

Han langsung menatap sinis Bangchan yang kurang ajar. Diliriknya Hyunjin yang sedang bercermin, kebetulan pria tampan itu sedang menatapnya.

"Bisa bantu aku menjawab nomor sembilan?" ucapnya dengan gerakan tangan.

Namun Hyunjin langsung pura-pura tak melihat dan sibuk merapikan rambutnya di depan cermin.

Han kembali bersabar, menarik nafas dalam dan mengumpat dalam hati, kemudian ia memutuskan untuk menyentuh lengan jeongin dan langsung menunjuk nomor sembilan.

Jeongin tampak ragu, tampak ketika dengan gagok dirinya  menaikan kacamatanya. "A-aku tidak t-tau.. k-kau bi-bisa bert-tanya p-pada Fe-felix."

Bangchan langsung menoleh kearah jeongin, menatapnya sebal dan menggosok telinganya, Berbahasa tubuh  bahwa telinganya risih mendengar suara jeongin. Jeongin yang takut pada bangchan hanya bisa menatap sedih dan semakin insecure.

Felix padahal sedang sangat sibuk. Di tariknya nafas dalam. Memanglah, di kelompok ini hanya dirinya yang normal. "Biar ku bantu, Han, kemarikan bukunya" Di sertai senyumnya yang menawan.

Karna itulah Minho menyukai Felix. Pria itu baik dan sopan. Lagi, menurut Minho dia cantik. Tapi Minho tak boleh terlalu dekat dengannya itu berbahaya. Bukan, bukan berbahaya untuk jantungnya. Tapi Bahaya sesungguhnya.

...

"Mmmffttt....! Aaaahhhh" kedua matanya menjuling keatas. Bibirnya terbuka lebar dengan leher naik keatas. Cairan di dalam suntik sudah berpindah dari tubuhnya, obat tersebut membuat Lino tersenyum seperti orang paling bahagia. Menatap kebawah dan tersenyum.

"Mau obat, baby?" Lino menarik kepala wanita di bawahnya yang menyumpal mulutnya penuh dengan penis Lino. "Yes please."

Lino yang memang sedang terbang tanpa aba-aba menusuk jarum bekasnya pada lengan wanita itu, dan menyemprotkan cairannya hingga gadis itu ikut-ikutan terbang.

𝗪𝗲𝗮𝗸𝗻𝗲𝘀𝘀 𝘴𝘦𝘹 'ʰᵃʳᵉᵐᶠᵉˡⁱˣ'Where stories live. Discover now