1. Pria undercut dan teh

425 21 0
                                    

Pada era globalisasi seperti saat ini, ponsel memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang jika kita tak bisa lepas dari ponsel walau sedetikpun. Begitu juga yang dilakukan gadis yang akan kita simak bersama kisahnya.

Ketahuilah, bahkan di subuh hari seperti ini, gadis berambut hitam legam itu masih menekan-nekan layar ponsel dengan cepat. Ibu jarinya sangat lincah dalam bergulat dengan layar ponsel miliknya itu. Perhatiannya hanya fokus pada benda pipih tersebut, sampai ia tak sadar seorang pria paruh baya tengah menyentuh knop pintu kamarnya.

"Kau tak tidur lagi?!" Gadis itu terkejut sampai tangannya tersentak dan ponselnya mendarat mulus di ranjang. Gadis bernama..

"Rhea Othelyn, kakek benci kebiasaanmu ini." Seru sang kakek dengan kaki melangkah mendekati cucunya yang tertangkap basah tengah begadang.

Gadis dengan pupil silver itu: Rhea Othelyn, hanya bisa melengkungkan bibir dan matanya sambil mengangkat dua jarinya berbentuk peace. Dengan harapan sang kakek akan luluh.

Pria paruh baya itu tak akan lagi termakan rayuan cucunya. Othala sudah muak menemukan Rhea begadang hingga tak tidur sama sekali. Benda pipih itu Othala ambil dan melangkah keluar kamar sambil menutup pintunya.

Rhea hanya mendengus, jika sudah seperti ini Othala tak akan membiarkannya melanjutkan pertarungan game onlinenya. Rhea harus segera tidur agar keesokan harinya, ponselnya sudah berada di nakas.

Kebiasaan buruk Rhea main game tak kenal ampun. Bahkan dari masa High Scool hingga sekarang. Padahal dirinya tahu bahwa keesokan harinya harus kembali ke cafe untuk bekerja hingga tengah hari dan dilanjutkan pergi ke restoran bintang 4 hingga pukul 8 malam, namun dengan jadwal padat itu, tak urung membuat Rhea untuk berhenti bermain game online.

Dan semua memori Rhea yang diulas kembali, berakhir ketika gadis itu terjun ke alam mimpi. Karena sesungguhnya gadis itu sangat kelelahan.



L O V E I N G A M E




Pupil silver itu menatap keluar jendela dengan seksama. Memandangi setiap objek yang berlalu lalang pada jangkauan matanya. Rhea dengan hodie blue sky miliknya itu tengah menikmati pemandangan dari dalam kereta.

Sudah saatnya ia berangkat ke tempat kerja. Dinamic cafe adalah tempat dimana ia bekerja. Peran apapun ia jalankan, terkadang jadi barista, pelayan, kasir.

Saat kakinya baru saja memasuki area cafe tiba-tiba ia tersentak kaget saat sebuah telunjuk mengarah kepadanya.

"Dia," ucap pria itu sambil menunjuk Rhea.

"Saya tak akan meminum teh jika bukan dia yang membuatnya." Terdengar nada mutlak : tak bisa diganggu gugat, keluar dari mulut pria dengan rambut hitam legam dengan model undercut itu.

Belum terlalu ramai tapi semua pasang mata pengunjung dan karyawan itu menatap ke arah Rhea. Tanpa rasa takut gadis itu dengan langkah kekinya mendekat ke arah pria yang lebih tinggi darinya itu.

"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Tanya Taera dengan tenang. Entah salah apa dirinya di pagi hari ini kepada pria asing di hadapannya itu.

"Belajarlah menghargai waktu." Ucapnya dengan nada tak mengenakan masuk telinga Rhea.

"Berkat kau, hari ini akan sangat kacau." Ucapnya lalu melenggang pergi diikuti oleh beberapa orang yang terlihat jauh lebih muda dari pria undercut tersebut.

Rhea yang tak mengerti situasi yang sebenarnya menatap rekan kerjanya.
"Kau bersiap dulu saja, nanti aku jelaskan." Ucap salah satu rekan kerjanya, Rhea mengangguk dan segera berjalan ke ruang staff.




L O V E I N G A M E






"Levi kau keterlaluan. Bahkan wajahnya terlihat sangat terkejut."

"Aku tak memintamu mengomel, Hanji."

Wanita berkacamata itu hanya mendengus mendapat sikap sahabatnya itu. Levi Ackerman, sahabat sekaligus atasannya. Pemegang kendali Ackerman company dalam bidang esport. Sebagai seorang CEO sekaligus coach, Levi sangat lihai menjalankan semua tugasnya. Ya, walau sikapnya tak mengenakan bahkan cenderung keras. Namun, tak membuatnya di cap sebagai orang yang tak punya hati.

Setibanya di kantor, Levi dengan wajah tak mengenakannya itu berjalan mengabaikan semua sapaan dari para staff maupun karyawan yang menyapanya. Suasana bertambah mencekam saat pria yang hampir berkepala tiga itu menutup pintu dengan cara dibanting.

"Ada apa dia? Tidak biasanya merusak fasilitas kantor?" Tanya Erwin menghampiri Hanji.

"Dia tak meminum teh nya."

Erwin menghela nafas, "Sepertinya tim esport-nya yang akan kerepotan."

Di sisi lain, Levi menghubungi ketua tim esport yang berada pada naungannya. Tim yang selalu diikutsertakan dalam lomba internasional.

"30 menit, aku tunggu kalian di loby." Ucap Levi setelah panggilan dijawab dan tanpa menunggu balasan ia langsung memutuskan panggilan. Membuat para anak didiknya ketar-ketir di mansion sana.

Pria itu melepas jas yang ia kenakan dan membuka kancing kemejanya. Sangat sepele namun berdampak besar, perihal secangkir teh yang selalu ia minum di pagi hari. Namun, akibat teh yang ia minum hari ini rasanya berbeda, moodnya kacau seketika. Apalagi setelah mengetahui teh yang tersaji untuknya dirasa tidak benar karena pembuat aslinya terlambat masuk kerja.

Tidak mudah menemukan teh yang pas dengan lidahnya, tidak sembarang orang mengerti apa yang levi mau rasakan dari dalam teh-nya. Yang jelas hanya gadis itu yang mampu membuat harinya lebih baik berkat racikan teh yang ia buat.




L O V E I N G A M E




Rhea jadi merasa bersalah karena salah satu konsumennya tidak merasa puas. Apalagi itu karena ulahnya yang terlambat masuk kerja.

Dan entah keberanian dari mana, bermodalkan satu cup large teh buatannya dan beberapa cookies susu ia tengah berada di depan gedung besar yang menjulang tinggi bernamakan Ackerman itu.

Rhea memutuskan memberi itu kepada konsumen yang tadi pagi merasa kecewa. Levi Ackerman, dari marganya Rhea menduga pria itu memiliki tanggungan besar di dalam gedung besar yang mulai ia masuki itu.

Rhea berjalan ke arah resepsionis.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?"tanya wanita itu.

"Saya ingin memberikan ini kepada tuan Levi."

Merasa namanya disebut dari arah resepsionis, pria undercut itu menoleh dan mendapati gadis berambut legam itu tengah membawa sesuatu.

Gadis itu menunjukan eye smile-nya saat tersenyum dan mengucap terima kasih kepada resepsionisnya kemudian beranjak pergi keluar gedung.

Kakinya reflek mengikuti langkah gadis itu. Entah mengapa Levi pun tak tahu, mengapa ia menatap gadis itu bahkan hingga menyebrang jalan besar.

Pria itu berjalan kembali ke arah resepsionis.
"Ada sesuatu untukku?" Tanya Levi berbasa-basi.

"Iya pak, ini."

"Terima kasih."

Levi tahu itu adalah teh yang selalu ia minum. Aromanya membekas dalam ingatannya, bahwa rasa di dalamnya begitu luar biasa. Dan juga beberapa cookies.

Levi meraih kertas kecil dan membaca barisan huruf yang membentu kalimat.

Hai, maaf ya

Saya usahakan pukul 8.45 sampai 9.00 anda dihabiskan dengan meminum teh buatan saya. Untuk hari ini, minum teh nya agak terlambat ya. Saya minta maaf, saya harap anda berkenan menerimanya.

Rhea :)
















To be continue

LA The Series : Love In GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang