🐺 8. Menginap 🐺

3.1K 318 8
                                    

Yura datang dengan satu alis terangkat. Ia kebingungan karena Daren mengigau dan mengucap sebutan istri orang. Namun, daripada mempertanyakan hal tersebut, lebih baik ia fokus pada kesembuhan Daren. Jika pria itu terus sakit, tidak ada yang  memberinya bonus luar biasa.

Sebuah kantong plastik yang penuh dirogoh Yura. Segala macam vitamin ada di dalamnya beserta pengompres. Yura berpikir untuk memberi Daren vitamin, tapi setelah dipikir lagi lebih efektif memberikan kompres supaya panasnya turun. Yura membuka kemasam kompres untuk anak-anak kemudian menempelnya di dahi Daren. Ia nyaris tertawa keras karena melihat motif pinguin pada benda itu.

Menunggu beberapa saat, ada reaksi dari Daren. Kerutan di dahinya hilang dan keringat dingin berhenti mengalir. Yura tersenyum lega. Ia duduk di lantai sambil menyandarkan punggung ke tempat tidur. Jam menunjuk pukul tujuh. Biasanya pada jam segini ia masih berurusan dengan setumpuk dokumen. Yura tersenyum.

"Ada enaknya juga Bos sakit."

Pukul satu dini hari, Yura terbangun dengan terkejut. Matanya yang masih buram dipaksa melihat jam. Angka satu menjadi alasannya bangkit terburu-buru. Sambil membereskan lokasi, Yura memeriksa Daren yang terlelap. Selesai dengan itu, kakinya melangkah lebar keluar pintu. Namun, di pertengahan, lagi-lagi ia berhenti.

"Aneh ga sih, kalo tiba-tiba gue keluar kantor jam segini?"

Yura berdiri diam di pertengahan pintu. Kemudian pandangannya mengedar ke sekeliling. Tumpukan dokumen di meja Daren terlihat menghebohkan. Tentu penyebabnya adalah Daren sendiri. Yura berpikir untuk menyelesaikan semua itu. Namun, ia juga berpikir tubuhnya perlu istirahat.

"Kalo dipikir-pikir, kalo semua kerjaan hari ini kelar, gue bisa leha-leha. Terus bisa minta cuti karna udah kerja keras. Selain itu bisa minta upah lembur," gumam Yura. Pikirannya sudah membangun imajinasi Daren terkagum-kagum melihat hasil kerja kerasnya. Yura tertawa saat terbayang Daren memberinya bonus sekaligus cuti.

Akhirnya, dengan tekad mendapat bonus dan cuti, pagi itu Yura tidak tidur untuk memeriksa semua dokumen.

🍪🍪🍪

Pukul tujuh, Daren membuka mata. Matanya memejam begitu merasa kepalanya bagaikan diikat kencang. Setelah mulai membaik, ia mengamati sekeliling. Sinar semu matahari yang menyelinap membuatnya mengira sekarang masih sore. Daren bangkit dan keluar. Jam dinding menunjuk angka tujuh. Daren mengangguk kemudian mencari ponselnya. Ia berniat pulang.

Setelah menemukan ponselnya, Daren mengenakan jas lalu keluar. Melewati ruang Yura, ia dibuat penasaran untuk alasan ruangan itu sangat terang. Iseng ia membuka pintu. Yura sedang tidur berbantal lipatan tangan. Daren melirik laptop masih menyala juga tumpukan dokumen di meja. Daren kira Yura menyelesaikan semua pekerjaan demi dirinya yang sedang sakit. Daren memutuskan tidak mengganggu.

Daren memasuki lift bersama senyum di wajahnya. Lift pun berhenti di lantai dasar. Daren sudah menemukan mobilnya saat sejumlah mobil beramai-ramai berhenti di parkiran. Pria itu mengecek ponselnya. Jam kantor sudah lewat, tapi untuk apa mobil-mobil ini parkir di sini.

"Selamat pagi, Pak Daren," sapa salah seorang pegawai.

"Pagi," jawab Daren kemudian tersadar. Sekali lagi ia mengecek ponsel. Memang pukul tujuh dengan huruf am di belakangnya. Jika begitu maka dirinya tidur dari kemarin hingga hari ini. Lalu Yura tidak lembur sebentar, melainkan semalaman. Daren tergesa-gesa kembali masuk ke lift.

Sementara itu, pegawai yang sama ingin memberitahu ada sesuatu di dahi pria itu. Namun, Daren terlanjur pergi.

🍪🍪🍪

Yura menyeduh teh sambil menguap. Kepalanya pusing dan lehernya sakit. Ia menyesal belum mengambil bantal leher dari laundry. Yura mengambil duduk lalu perlahan menyeruput teh. "Enaknya," gumamnya setelah menghirup aroma melati pada teh.

Yura melihat jam dinding. Sudah pukul tujuh lebih. Untungnya ia selalu membawa baju ganti. Dirinya jadi tidak perlu repot pulang pergi hanya untuk ganti baju. Yura kembali ke ruangannya. Meletakkan cangkir di meja, perempuan itu mengambil tas miliknya. Selesai, ia pun pergi ke kamar mandi.

Tepat setelah Yura pergi, Daren tiba. Pria itu kebingungan mencari sosok yang tadi tidur di sini. Ia kira Yura sudah pulang, tapi teh yang mengepul di meja menjadi bukti bahwa sekretarisnya baru saja dari sini. Daren akan berbalik, tapi ia menyadari sesuatu. Ada yang aneh, yaitu dirinya. Padahal Yura lembur seperti sebelumnya. Namun, untuk apa dirinya khawatir terhadap kondisi perempuan itu.

Daren menggeleng. Yura bukan hanya lembur, tapi juga merawatnya ketika demam. Daren memandang teh di meja. Mungkin saat ini perempuan itu sedang di kamar mandi. Ia pun memutuskan untuk membelikan sarapan.

Selagi menunggu layanan pesan antar, Daren kembali ke kantornya. Ia melepas jas kemudian masuk ke kamar mandi. Saat memutar kran air, ia melihat pantulan dirinya di cermin. Sekali lagi, ada yang aneh, yaitu benda di dahinya. Dengan cepat Daren melepas kompres bergambar pinguin. Matanya menatap tajam benda tersebut. Jadi selama ia keluar dan menyapa para pegawai, benda ini ikut bersamanya. Dengan kasar tangannya melempar benda itu ke tempat sampah.

Di tempat lain, Thesa baru saja tiba di mejanya. Melihat Yura datang, ia menghampiri sahabatnya. "Yura!" sapanya riang.

"Wangi banget. Kayak baru aja habis mandi," imbuh Thesa.

"Emang gue habis mandi," balas Yura.

Thesa menggeleng. "Bukan, ini wanginya beda. Kayak, kayak lo mandi di sini terus keluar dan ketemu gue."

"Emang." Yura menanggapi dengan santai.

"Kenapa lo mandi di sini? Air rumah mati?"

Yura menggeleng.

"Terus?" Thesa menaikkan satu alis. Dirinya sangat penasaran penyebab Yura memilih mandi di kamar mandi kantor dibanding di rumahnya. Mungkinkah karena kamar mandi kantor memiliki kaca besar sehingga Yura bebas mengagumi dirinya tanpa takut terlambat kerja? Thesa ingin tahu.

"Kemarin Pak Daren sakit, jadi gue jaga. Tapi gue ketiduran terus udah malem banget. Gue mau pulang, tapi aneh kalo keluar kantor jam segitu."

Thesa menghentikan langkah Yura. Ia menggunakan tubuhnya untuk menghadang. "Aneh? Aneh lo bilang? Lo semaleman nginep di sini tuh aneh! Lo tidur di mana? Di kantor Hades yang ada kasurnya itu? Yura!" jeritnya heboh.

Yura memukul kepala Thesa. Bukannya mengasihani dirinya yang tidak bisa pulang, Thesa justru berpikir buruk tentang Yura. "Gue gak tidur. Gue lembur," jawabnya.

"Kasihan Yura. Ganti bos aja yuk."

"Gue gak papa. Balik ke habitatmu gih."

Melihat kepergian Yura, Thesa hanya bisa memandangnya dari jauh. Kasihan sekali sahabatnya. Sudah terpaksa menjaga Daren yang sakit, ditambah lembur hingga pagi. Thesa menyeka air di sudut matanya. Tangannya merogoh ponsel. Sebuah kontak dengan nama Sean menjadi tujuan pesannya.

Sementara itu, Yura mendorong pintu ruangannya. Betapa terkejutnya ia melihat mejanya penuh. Bukan oleh dokumen, melainkan makanan. Yura sampai tidak bisa menemukan cangkir teh yang diletakkannya. Selain itu, ada kertas kecil di sudut meja. Yura mengambilnya kemudian membaca tulisan di sana. "Saya tahu kamu lembur menyelesaikan pekerjaan saya. Terima kasih, Yura."

Sontak Yura melempar kertas itu. Ia tidak mau percaya bahwa tulisan tersebut dibuat oleh Daren. "Gak mungkin. Ini mesti orang lain," gumamnya.

Me and My Boss's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang